Nasib Suwardi Sopir Ambulans Tega Turunkan Jenazah Bayi di Jalan,DPRD Sintang Turun Tangan
SURYA.CO.ID – Setelah viral, Suwardi, sopir ambulans RSUD Ade M Djoen Sintang yang tega menurunkan jenazah bayi di jalan kawasan Tugu Beji, Sintang, Kalimantan Barat, akhirnya meminta maaf.
Suardi mengaku bersalah kepada keluarga pasien atas perbuatan tak menyenangkan yang dilakukan.
Sementara Direktur RSUD AM Djoen Sintang Ridwan Pane menegaskan, pihaknya akan terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
“Kami juga memastikan bahwa setiap petugas menjalankan tugasnya dengan profesionalisme dan tanggung jawab,” ungkap Ridwan, dikutip dari Kompas.com.
Tak sampai di situ, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sintang yang turun tangan menangani kasus viral ini.
Sebab, biaya ambulans keluarga pasien ternyata ditanggung oleh anggota DPRD Sintang, Santosa.
Legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini pun meminta agar manajemen RSUD Ade M Djoen Sintang mengambil sikap tegas terhadap oknum sopir tersebut.
Baca juga: Sosok Suwardi Sopir Ambulans Tega Turunkan Jenazah Bayi di Jalan, Keluarga Tolak Beri Biaya Tambahan
“Kami menyayangkan hal ini terjadi di Kabupaten Sintang. Karena tidak semua orang punya uang. Ini sungguh luar biasa.”
“Untung mereka masih punya wakil rakyat, kalau tidak ndak tau nasib mereka bagaimana,” kata Santo, Selasa (16/7/2024).
Santo mengaku sejak awal sudah dihubungi keluarga pasien mengenai biaya ambulans rumah sakit.
Santo juga yang membayar sebesar Rp 690.000 jasa ambulans di kasir RSUD Ade M Djoen.
“Sudah kita bayar ternyata mau diturunkan di jalan.”
“Ini sungguh luar biasa perlakuan sopir ini. Ini oknum, tapi melalui direktur sudah saya sampaikan jangan pernah terjadi lagi seperti ini.”
“Karena ini luar biasa. Ini diturunkan di SPBU. Karena diminta biaya tambahan lagi di luar perbup,” tegas Santo.
Saat kejadian, ambulans cukup lama berhenti di area SPBU. Sementara jasad sang bayi digendong keluar ambulans oleh sang nenek.
Baca juga: Perjuangan Anak Petani Singkong Bisa Kuliah Gratis di UGM, Cita-cita Terinspirasi dari Najwa Shihab
Suasana cukup tegang, pihak keluarga tak terima dengan perlakuan oknum sopir ambulans tersebut.
Tak ingin bertambah runyam, Santo kemudian berinisiatif menyewa kendaraan dan mengisi BBM 15 liter untuk membawa jenazah bayi ke rumah duka di Nanga Mau, Kecamatan Kayan Hilir.
“Suasana sudah seperti ini. Kalau dilanjutkan, kita tidak tahu nanti terjadi seperti apa di rumah duka,” katanya.
Pada Selasa (17/7/2024) pagi, Santoso dan dua anggota DPRD lainnya serta warga dan keluarga pasien mendatangi ruangan Direktur RSUD Ade M Djoen Sintang untuk menindaklanjuti perlakuan oknum sopir ambulans.
“Ini harus jadi evaluasi, untuk sopir ambulans seperti ini jangan ada lagi. Ini sudah terjadi. Kami mohon tolong ditertibkan. Pertama, kami pengin dipecat sesuai mekanisme,” tegas Santo.
Baca juga: Kisah Lengkap Vita Azahra, Anak Tukang Pijat Gagal PPDB hingga Sekolah Dibiayai Wali Kota Semarang
Kronologi Versi Keluarga Jenazah
Diketahui, sebelum menurunkan jenazah bayi laki-laki dan keluarganya, Suwardi berdalih mau singgah ke SPBU.
Namun, saat itu dia justru meminta uang Rp 600 ribu sebagai kekurangan biaya bensin.
Padahal keluarga sudah membayar biaya ambulans di rumah sakit sebesar Rp 690.000.
Keluarga yang baru saja kehilangan bayi laki-laki yang meninggal di kandungan itu mengaku tak memiliki uang lagi.
“Itu pun kami ndak punya uang. Terus minta tolong. Dibantu sama Pak Dewan,” kata Ojong Ojong, kakek bayi ditemui lokasi kejadian.
Menurut Ojong, oknum sopir tersebut meminta tambahan biaya membayar minyak jenis Dexlite sebesar Rp 600 ribu rupiah.
“Kata sopirnya,minta duit 600 ribu untuk beli minyak. Aku jawab ndak punya duit dan sudah kami bayar di kasir. Kata sopir ndak bisa gitu. Itu urusan saya, kasir ndak ada urusan,” ungkap Ojong.
Pihak keluarga merasa sakit hati dengan ucapan sopir tersebut. Lalu memutuskan keluar dari mobil ambulans. Sementara jenazah bayi laki-laki tersebut digendong oleh neneknya.
“Hati saya sakit. Kami masih sadar (tidak berbuat anarkis) Saya ndak terima. Cucu meninggal,” kata Ojong.
Cukup lama mobil ambulans berhenti di area SPBU.
Sementara jenazah bayi sudah digendong keluar oleh neneknya.
Suasana cukup tegang. Pihak keluarga tak terima dengan perlakuan oknum sopir tersebut. Ojong pun tak kuasa menahan tangis karena diperlakukan tak masuk akal.
Setelah lebih dari 1 jam, jenazah bayi tersebut akhirnya dibawa ke rumah duka menggunakan mobil penumpang dan tiba di Nanga Mau sekitar pukul 01.00 wib dini hari.
“Kami selaku masyarakat tidak terima seperti ini. Cara seperti ini menindas rakyat. Betul betul Kami tidak terima. Jangan sampai terjadi seperti ini. Tolong kasian masyarakat lain,” ujar Ojong sesenggukan.
Klarifikasi Suwardi
Terpisah, Suardi mengatakan, peristiwa tersebut berawal dari selisih paham terkait selisih harga bahan bakar minyak (BBM).
Suardi menerangkan, sebenarnya pada malam tersebut, bukan waktunya dia bertugas.
“Pada malam ini, sebenarnya bukan tugas saya, tetapi biasa saya mengcover teman-teman,” kata Suardi kepada wartawan, Senin (15/7/2025) malam.
Saat ditelepon keluarga pasien, Suardi mengaku telah menjelaskan, bahwa ambulans-nya beda dengan ambulans biaya.
“Ambulans saya menggunkan Dexlite, harga per liter Rp 14.900. Sedangkan biaya ambulans yang ditanggung pemerintah seharga Rp 9.500,” terang Suardi.
Jadi, menurut Suardi, selisih harga BBM Rp 5.400 dibebankan kepada keluarga pasien.
“Nah selisih BBM tadi itu yang saya minta kepada keluarga pasien, ternyata keluarga pasien mengeluarkan surat bahwa sudah dibayar di kasir,” ucap Suardi.
Karena tidak ada titik temu, dan terjadi cekcok, Suardi memutuskan menurunkan pasien di SPBU untuk mengganti ambulans biasa.
“Saya minta pergantian kepada pihak keluarga sehingga tadi timbul perselisihan. Saya menurunkan pasien dengan mengganti ambulans,” ungkap Suardi.