Top 3 Hukum: OPM Klaim TNI-Polri Tembak Mati Komandannya, Gedung The Tribrata Dharmawangsa Dikelola Perusahaan MIlik Tersangka Timah

Juru bicara TPNPB-OPM mengatakan penembakan terhadap anggotanya terjadi ketika korban sedang mendulang emas dan tanpa perlawanan.

Top 3 Hukum: OPM Klaim TNI-Polri Tembak Mati Komandannya, Gedung The Tribrata Dharmawangsa Dikelola Perusahaan MIlik Tersangka Timah

TEMPO.CO, Jakarta - Tiga berita terpopuler kanal hukum dan kriminal pada Selasa pagi dimulai dari klaim OPM tentang TNI-Polri tembak mati anggotanya dan seorang warga sipil pendulang emas. OPM mengklaim penembakan itu melanggar kode etik perang.

Berita terpopuler kedua adalah Gedung The Tribrata Dharmawangsa yang didirikan oleh Persatuan Purnawirawan Polri pada 2018, dikelola perusahaan milik tersangka korupsi timah. Pemegang saham perusahaan bernama PT Guna Bhakti Sukses Bersama itu, di antaranya adalah Suparta, yang telah ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di PT Timah Tbk. Ada pula nama pengusaha Robert Priantono Bonosusatya alias RBT alias RBS, yang sudah beberapa kali diperiksa oleh penyidik Kejagung.

Berita terpopuler berikutnya adalah kasus penganiayaan seorang jurnalis di Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sukandi Ali. Penganiayaan itu terjadi setelah Sukandi menulis berita penangkapan kapal SPOB Rimas di laut Halmahera Utara pada 20 Maret 2024.

Berikut 3 berita terpopuler kanal hukum pada Selasa, 9 April 2024:

1. OPM Klaim TNI-Polri Tembak Mati Komandan Kanit Kodap VIII Intan Jaya dan Masyarakat Sipil

Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengatakan, anggota TNI telah menembak mati salah seorang masyarakat sipil bernama Natan Magai, warga sipil. Menurut OPM, Natan Magai bekerja sebagai pendulang emas atau mengumpulkan emas. OPM mengakui TNI-Polri juga menembak mati Komandaan Kepala Unit Penerangan Kodap VIII Intan Jaya, Mayor Mopinus Abu Bakar Kogoya pada Kamis, 4 April 2024 pukul 11.30 WIT.

Pada saat kejadian, Natan bersama dengan Komandaan Kepala Unit Penerangan Kodap VIII Intan Jaya, Mayor Mopinus Abu Bakar Kogoya, menggali pasir yang mengandung emas di tempat pendulangan. Juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengatakan, tewasnya Mayor Mopinus Abu Bakar melanggar kode etik perang, khususnya di wilayah Tembagapura. Apalagi, klaim dia, satu orang lagi yang ditembak bukan termasuk anggota TPNPB.

Menurut Sebby, Mayor Mopinus tidak lakukan perlawanan saat ditembak mati oleh anggota TNI. “Mayor Mopinus sudah mencari nafkah sejak 2021 dengan cara mendulang emas atau mengumpulkan emas di kali kabur Tembagapura,” ujar Sebby melalui keterangan tertulisnya pada Ahad malam, 7 April 2024. Menurut dia, tugas Mayor Mapunis juga melindungi masyarakat sipil mencari nafkah selama tiga tahun.

Atas kejadian ini, manajemen Markas Pusat Komnas TPNPB menyampaikan duka dan mengutuk TNI-Polri yang melakukan pembunuhan tanpa adanya perlawanan. “Dan itu sikap pengecut TNI,” jelas Sebby. TPNPB-OPM juga mengutuk TNI-Polri atas tewasnya Natan Magai.

Selanjutnya gedung The Tribrata Dharmawangsa dikelola perusahaan milik tersangka korupsi timah...

2. Gedung The Tribrata Dharmawangsa Ternyata Dikelola oleh Perusahaan Milik Tersangka Korupsi Timah

Suparta telah ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di PT Timah Tbk. Penyidik saat ini tengah menyelidiki aset-aset yang dimiliki oleh Suparta serta ke mana saja duit haram itu mengalir.

Selain Suparta, pengusaha Robert Priantono Bonosusatya alias RBT alias RBS juga menjadi sorotan dalam kasus dugaan korupsi timah ini lantaran beberapa kali diperiksa oleh penyidik Kejagung. Dari penelusuran Tempo, keduanya diketahui turut mengelola Gedung The Tribrata Dharmawangsa yang didirikan oleh Persatuan Purnawirawan Polri pada 2018.

Mereka ikut andil dalam pengelolaan gedung yang berlokasi di kawasan elite Kebayoran Baru itu melalui perusahaan bernama PT Guna Bhakti Sukses Bersama. Keduanya merupakan pemegang saham di perusahaan itu.

Dokumen resmi menyebutkan, PT Guna Bhakti Sukses Bersama memiliki 20 juta lembar saham dengan total nilai Rp 200 miliar. Per lembar saham ditaksir dengan harga Rp10 ribu. Suparta memiliki 5.500 lembar saham dengan total nilai mencapai Rp 55 juta di perusahaan itu.

Sedangkan RBT tak langsung mencantumkan namanya di perusahaan itu. Dia mengatasnamakan kepemilikannya melalui PT Robust Buana Tunggal. Perusahaan yang berkantor di kawasan SCBD itu tercatat memiliki 19.978.000 lembar saham dengan total nilai Rp 199.780.000.000.

Tak cukup sampai di situ, RBT alias RBS diketahui turut mendanai pembangunan yang diresmikan pada 12 Oktober 2018 lalu itu. Di prasasti peresmian gedung, nama Robert P. Bonosusatya tercantum di antara 11 nama yang tertulis turut membangun gedung di atas tanah milik Polri itu. "Selanjutnya bangunan dihibahkan kepada Ketua Umum PP Polri pada hari Jumat, 12 Oktober 2022," bunyi prasasti yang ditandatangani oleh Ketua Umum PP Polri, Jenderal Polisi (Purn.) Bambang Hendarso Danuri.

Bersama RBT alias RBS, nama-nama penyandang dana lain yang tertulis di prasasti itu yakni Artha Graha Peduli milik Tommy Winata, H. Samsudin Andi Arsyad, Kennet Lian, Tanoto Foundation milik Sukanto Tanoto, Yoga Susilo, Anthoni Salim, Muktar Widjaja, Surya Darmadi, Arief Priyatna, dan Henny Tantra. Sampai berita ini ditayangkan, Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Sandi Nugroho, belum membalas pesan Tempo ihwal status Suparta dan RBS dalam kepemilikan gedung itu. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kuntadi dan Kepala Pusat Penerangan Hukum Ketut Sumedana juga belum merespons pertanyaan dari Tempo.

Selanjutnya kasus 3 tentara aniaya jurnalis di Halmahera Selatan...

3. Kasus 3 Tentara Aniaya Jurnalis, TNI AL Ternate: yang Paling Bertanggung Jawab Komandan

Komandan Pangkalan Tentara Nasional Angkatan Laut (TNI AL) Ternate Letnan Kolonel Ridwan Aziz menanggapi kasus penganiayaan seorang jurnalis di Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sukandi Ali. "Komandannya kami ganti. Dan yang bersangkutan sudah ada di Ternate untuk proses (pemberian sanksi) lanjut atau dijatuhi sanksi sesuai hukum yang berlaku," kata Ridwan saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin, 8 April 2024.

Dia mengatakan dalam memproses hukum anggota TNI terdapat prosedur yang perlu ditempuh. Misalnya, korban harus didampingi kuasa hukum dan melayangkan pengaduan. Setelah itu divisum dan dimintai keterangan. "Setelah minta keterangan baru proses itu berjalan," tutur dia.

Sebelumnya, tiga prajurit TNI AL menganiaya Sukandi. Dia dijemput di rumahnya di Desa Babang, Kecamatan Bacan Timur, Halmahera Selatan, Maluku Utara, pada 28 Maret 2024. Penjemputan paksa dilakukan Komandan Pos Angkatan Laut Letnan Dua Miftahudin dan anak buahnya, Idham.

Miftahudin dan Idham langsung memboyong korban ke Pos Angkatan Laut di Pelabuhan Perikanan Panambuang. Di pos ini, jurnalis Sidikkasus.co.id itu langsung ditendang oleh Miftahudin hingga tersungkur ke lantai. Saat itu dia pukul, ditendang, dinjak, bahkan diancam dibunuh.

Selain dua orang itu, pemukulan juga dilakukan oleh Aris. Menurut keterangan Sukandi, setelah Idham mencambuknya dengan selang, barang plastik itu diserahkan ke Aris. Saat itu Miftahudin memerintahkan anak buahnya itu menyambut punggung Sukandi.

Penganiayaan itu bermula saat Sukandi menulis berita penangkapan kapal SPOB Rimas di laut Halmahera Utara pada 20 Maret 2024. Kapal itu ditahan oleh TNI AL yang berpatroli dengan KRI Madidihang-855 milik Kaormada III TNI AL—bermarkas di Sorong, Papua Barat.

Setelah ditemukan di perairan Halmahera Timur, keesokan harinya Rimas langsung dibawa ke Pelabuhan Perikanan Panambuang. Saat itu, Rimas itu memuat bahan bakar minyak jenis Dexlite 20.400 liter dan 395.000 liter minyak tanah. "Alasan penahanan itu karena ada dokumen dan perlengkapan berlayar tidak lengkap," tutur Sukandi kepada Tempo melalui panggilan telepon, Jumat, 5 April 2024.

Ridwan mengatakan, dua anggota lainnya yang ikut memukul korban akan diperiksa kembali. "Kami akan periksa sesuai porsi masing-masing," ujar dia. Dia menjelaskan bahwa yang paling bertanggung jawab dari penganiayaan ini adalah Miftahudin.

Soal hukuman, kata Ridwan, tiga orangnya ini punya porsi hukuman berbeda. Dilihat dari hierarki yang berlaku di TNI. Dia menjelaskan, seusai Sukandi dijemput, seorang pelaku langsung salat duhur hingga aksi pemukulan berakhir. Seorang prajurit lain bertugas menjaga di sekitar lokasi, tempat Sukandi dianiaya. "Jadi yang paling bertanggung jawab itu Letnan berinisial S," ujarnya.

Dia belum menjelaskan hukuman yang akan diberikan kepada tiga pelaku pemukulan ini. Sebelumnya dikabarkan setelah kasus penganiayaan ini mencuat, Miftahudin dicopot sebagai Komandan Pos TNI AL.

Menurut dia, kasus pengoroyokan itu dilakukan atas perintah Miftahudin yang menjabat komandan. Adapun proses hukum kepada Idham dan Aris, masih menunggu hasil pemeriksaan keduanya. "Tidak mungkin kami memberikan porsi (hukuman) yang sama," ucap dia. "Yang dua itu anggota. Berarti yang perintah komandannya."

Ridwan mengatakan bahwa penganiayaan itu bukan kasus "pengeroyokan" melainkan "pemukulan". Alasan dia, dua orang lainnya, yang ikut memukul Sukandi, diperintah oleh Miftahudin.

Pilihan Editor: Dari 13 Kantong Jenazah Korban Kecelakaan Tol Jakarta-Cikampek KM 58, 6 Jenazah dalam Kondisi Utuh

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow