Tarif Pajak UMKM Akan Naik Mulai 2025, Wajib Pajak Diarahkan pada Tarif Normal

- JAKARTA. Puluhan juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia dihadapkan pada peningkatan tarif pajak penghasilan (PPh) yang signifikan mulai tahun 2025. Selama ini, UMKM menikmati skema tarif PPh final sebesar 0,5%. Namun, kebijakan baru menuntut mereka membayar pajak sesuai aturan Undang-Undang Nomor 36/2008 tentang Pajak Penghasilan. Tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah...

Tarif Pajak UMKM Akan Naik Mulai 2025, Wajib Pajak Diarahkan pada Tarif Normal

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Puluhan juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia dihadapkan pada peningkatan tarif pajak penghasilan (PPh) yang signifikan mulai tahun 2025. 

Selama ini, UMKM menikmati skema tarif PPh final sebesar 0,5%. Namun, kebijakan baru menuntut mereka membayar pajak sesuai aturan Undang-Undang Nomor 36/2008 tentang Pajak Penghasilan.

Tarif PPh final UMKM sebesar 0,5% yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 55/2022 dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi dan badan dalam negeri yang memiliki nilai peredaran bruto di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. 

Baca Juga: Imbas Pemberian Insentif Pajak UMKM, Penerimaan Pajak Hilang Rp 75,52 Triliun

Namun, batas penggunaan tarif ini berlaku untuk tujuh tahun bagi wajib pajak orang pribadi, empat tahun bagi badan berbentuk koperasi dan CV, serta tiga tahun bagi badan berbentuk perseroan terbatas.

Contoh dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menggambarkan bahwa wajib pajak terdaftar sebelum tahun 2018, seperti Tuan A, dapat menggunakan tarif PPh final 0,5% mulai tahun 2018 hingga 2024.

Sementara itu, Tuan B, yang terdaftar tahun 2020, bisa memanfaatkan tarif ini hingga tahun 2026.

Setelah periode tarif PPh final 0,5% berakhir, wajib pajak harus membuat pembukuan untuk menghitung PPh terutang menggunakan tarif umum Pasal 17 UU PPh. Tarif umum ini berkisar antara 5%-30% untuk lapisan penghasilan kena pajak antara Rp 60 juta sampai Rp 5 miliar per tahun.

Baca Juga: Pelemahan Ekonomi Bisa Menahan Setoran Pajak

Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) menjadi alternatif bagi wajib pajak dengan peredaran bruto di bawah Rp 4,8 miliar. 

Dengan NPPN, penghasilan neto dihitung dengan mengalikan peredaran bruto dengan norma atau persentase yang telah ditetapkan untuk setiap jenis usaha atau pekerjaan bebas.

Menanggapi kebijakan ini, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menyatakan bahwa pemberlakuan tarif normal membuat wajib pajak UMKM merasa terbebani. Oleh karena itu, banyak diarahkan untuk menggunakan NPPN sebagai solusi.

Namun, Konsultan Pajak di PT Botax Consulting Indonesia Raden Agus Suparman menekankan bahwa penggunaan tarif PPh final 0,5% memiliki untung rugi. Bagi perusahaan yang laporan keuangannya rugi, akan tetap membayar pajak, sehingga menggunakan tarif PPh final 0,5% dapat mengakibatkan kerugian.

Tarif PPh final 0,5% menjadi menguntungkan bagi UMKM dengan laba bersih di atas 4% dari omzet, karena tarif ini mengasumsikan penghasilan neto sebesar 4% dari omzet. Namun, jika laba bersih di bawah 4% dari omzet, perpindahan ke tarif normal akan memberikan beban pajak tinggi.

Baca Juga: Dilema Tarif Pajak Normal Bagi Usaha Wong Cilik

Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal, yang menilai bahwa pemberlakuan tarif PPh normal akan membebani UMKM, terutama yang belum pulih dari dampak pandemi Covid-19. 

Penerapan tarif normal ini diharapkan tidak menghambat pertumbuhan dan perkembangan UMKM di Indonesia.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow