Soal Urgensi Kehadiran Jokowi pada Sidang Sengketa Pilpres di MK, Begini Kata Pakar Hukum

Pakar hukum tata negara Feri Amsari berpendapat bahwa keterangan Jokowi dalam sidang di MK merupakan hal penting. Beda dengan hakim MK Arief Hidayat.

Soal Urgensi Kehadiran Jokowi pada Sidang Sengketa Pilpres di MK, Begini Kata Pakar Hukum

TEMPO.CO, Jakarta - Tuntutan pemanggilan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke sidang sengketa pemilihan presiden 2024 masih terus bergaung. Sekretaris Dewan Pakar Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN) Wijayanto Samirin menilai keterangan yang disampaikan oleh empat menteri di sidang lanjutan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) belum cukup membongkar skandal dugaan politisasi bantuan sosial atau Bansos.

Menurut dia, MK memiliki kewenangan menghadirkan Jokowi dalam sengketa pilpres yang mempersoalkan kemenangan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai pendamping Prabowo Subianto. Pemerintah Jokowi diduga melakukan politisasi Bansos yang menyebabkan pasangan Prabowo-Gibran unggul dibanding pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

"Jika presiden dihadirkan, ini akan mempercepat upaya menemukan titik terang dan sangat positif bagi demokrasi kita," ujarnya.

Sebelumnya, Tim Hukum Ganjar-Mahfud mengatakan, akan ideal jika Jokowi hadir dalam sidang sengketa hasil Pilpres di MK.

"Karena memang tanggung jawab pengelolaan negara ini, tanggung jawab pengelolaan dana bansos itu pada akhirnya berujung pada presiden," kata Ketua Deputi Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, di Gedung MK, Jakarta pada Rabu, 3 April 2024.

Dia menegaskan, memang ada Menteri Keuangan, Menteri Sosial, Menko Perekonomian, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang dipanggil. Tapi, kata dia, tanggung jawab utama ada di presiden.

"Oleh sebab itu, menurut saya, kalau presiden bisa dihadirkan itu sudah sangat bagus, sangat ideal, dan akan menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada pada benak publik," kata Todung.

Hakim Arief Hidayat: “Apa iya kita memanggil kepala negara?”

Dikutip dari Koran Tempo, perihal pemanggilan Jokowi sempat disinggung selama sidang oleh hakim konstitusi Arief Hidayat. Dia mengatakan bahwa langkah pemanggilan Jokowi yang merupakan seorang kepala negara ke dalam sidang kurang elok.

"Cawe cawe kepala negara ini, Mahkamah juga sebenarnya 'apa iya kita memanggil Kepala Negara? Presiden RI?'. Keliatannya kan ini kurang elok," ujar hakim MK itu.

Arief beralasan Presiden tak semata kepala pemerintahan tapi sekaligus kepala negara. Jika hanya sebagai kepala pemerintahan, kata dia, hakim bisa memanggilnya untuk bersaksi. Namun, jabatan Presiden sebagai kepala negara membuat pemanggilan itu tidak elok. "Presiden sebagai kepala negara yang harus dijunjung sehingga kami hanya memanggil para pembantunya," ujarnya.

Menurut Arief, dugaan penyalahgunaan bansos memiliki korelasi secara elektoral sebagaimana gugatan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Dengan begitu, katanya, dalil tersebut seharusnya diklarifikasi langsung oleh Presiden.

Pendapat para pakar hukum

Herdiansyah Hamzah, ahli hukum tata negara Universitas Mulawarman, mengatakan pernyataan kontradiktif hakim Arief Hidayat itu membenarkan perlunya keterangan Jokowi untuk membuat terang gugatan dan perkara yang disidangkan Mahkamah. Menurut dia, Presiden tetap bisa diperiksa dalam kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan.

Herdiansyah menyebut dugaan Jokowi cawe-cawe kentara dari keterangan Menteri Sosial Tri Rismaharini. Dalam sidang, Menteri Risma mengatakan bansos hanya disalurkan lewat transfer bank atau pos, bukan berupa barang seperti beras.

Menurut Herdiansyah, penjelasan tersebut memperkuat dugaan politisasi bansos. “Karena penyaluran bansos menjelang pemilu tidak sesuai dengan portofolio Kementerian Sosial sebagai leading sector penyaluran bansos,” katanya.

Menurut Herdiansyah, modus politik sangat kental dalam program bansos menjelang pemilu. Dengan begitu, kata dia, penting menghadirkan Jokowi ke muka sidang untuk mendudukan perkara bansos di masa kampanye ini.

Sementara itu, Feri Amsari, ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, menyebutkan Jokowi adalah orang yang dianggap bertanggung jawab atas kerja para menteri yang menyalurkan bansos selama masa kampanye. Jokowi memiliki kepentingan karena anaknya menjadi kandidat pemilihan presiden pada 14 Februari 2024.

Pemeran film Dirty Vote itu berpendapat keterangan Jokowi dalam sidang di Mahkamah Konstitusi merupakan hal penting. Presiden memiliki kekuasaan memerintahkan para menteri cawe-cawe untuk memenangkan putranya. “Presiden wajib dipanggil dan seharusnya memang dipanggil karena diduga dialah pelaku utamanya,” ujarnya kepada Tempo pada Jumat, 5 April 2024.

Feri mengatakan bansos memang diperlukan dan telah disetujui bersama oleh DPR dan pemerintah. Namun dugaan penyalahgunaannya harus diselisik oleh Mahkamah Konstitusi melalui keterangan para pembantu presiden tersebut. Menurut dia, Kementerian Koordinator Perekonomian seharusnya tidak berwenang menyalurkan bansos. Berdasarkan undang-undang, kata Feri, wewenang penyaluran bansos merupakan kewenangan Kementerian Sosial.

HATTA MUARABAGJA | EKA YUDHA SAPUTRA | AMELIA RAHIMA SARI | SAVERI ARISIA WIENANTO

Pilihan Editor: Jawaban MK Kenapa Tak Hadirkan Jokowi dan 4 Menteri Tak Disumpah di Sidang Sengketa Pilpres

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow