Serikat Pekerja Lebih Banyak Mudaratnya

Serikat pekerja acap dipandang hanya banyak mudarat ketimbang manfaat

Serikat Pekerja Lebih Banyak Mudaratnya

Bagi perusahaan, dari banyak cerita, serikat pekerja memang kena stigma. Jika sudah ada, serikat dianggap penghalang kemajuan perusahaan. 

Serikat juga dianggap biang kerok. Serikat oleh pemilik perusahaan dianggap sebagai pihak yang terlalu melindungi hak pekerja.

Saya lumayan akrab dengan isu serikat pekerja ini. Tahun 2007 sampai dengan 2010 pernah aktif di sebuah organisasi profesi jurnalis. 

Salah satu isu yang diusung soal serikat pekerja. Ada banyak lokakarya yang dilakukan. 

Sekian diskusi dilakukan. Acap juga ikut mengadvokasi urusan hak pekerja di beberapa perusahaan.

Karena faktor itulah lahir tulisan ini. Judul sengaja saya buat demikian. Kalau dibilang click bait ya enggak juga. Click bait itu bukan sesuatu yang negatif. 

Itu strategi si empunya tulisan atau media agar kontennya menarik untuk dibaca. Lagipula itu memang benar. 

Serikat pekerja lebih banyak mudaratnya. Eits, belum selesai. Dianggap mudarat oleh kebanyakan manajemen perusahaan atau pemilik. Setakat pengalaman, itulah yang terjadi.

Demo karyawan banyak terjadi di lapangan. Hal itu membuat perusahaan merugi karena ada mogok kerja karyawan. 

Belum lagi urusan tuntutan karyawan ke dinas tenaga kerja setempat jika ada persoalan. Pekerja dinilai lebih suka mengumbar persoalan kantor dan membawa ke ranah hukum ketimbang bicara baik-baik di kantor.

Pekerja juga dinilai cerewet soal kenaikan upah padahal pengusaha megap-megap mempertahankan usahanya. Beberapa narasi di atas banyak terungkap di media massa perihal nasib pekerja dan perusahaan. 

Itu barangkali yang membuat perusahaan menilai adanya serikat pekerja lebih banyak mudarat ketimbang manfaat.

Sebetulnya syukur alhamdulillah kalau sudah ada serikat pekerja di perusahaan. Yang susah kalau memang belum ada inisiasi sama sekali ada serikat di sebuah kantor. 

Apalagi kantor dengan pekerja yang banyak. Serikat pasti punya dampak menarik untuk pekerja.

Serikat melindungi pekerja agar mendapatkan hak dan kewajiban yang tertuang dalam perjanjian kerja bersama. Serikat pekerja yang kuat pasti dilibatkan dalam menyusun skema kerja. 

Mereka diikutsertakan untuk kemajuan perusahaan. Itulah esensi serikat pekerja. Dia bagian penting dalam perusahaan dan ikut menentukan arah kemajuan kantor.

Penulis buku Rich Dad Poor Dad, Robert T Kiyosaki, bahkan menganjurkan kita boleh menjadi pekerja tapi carilah perusahaan yang punya serikat pekerja yang kuat.

Namun, alih-alih bermanfaat, mafsadat dan mudarat serikat pekerja yang lebih meruak ke permukaan. Itu tentu saja dari sudut pandang pemilik atau juga manajemen. 

Mungkin pemilik tak masalah. Namun, manajemen kantor yang menilai serikat hanya bikin perusahaan susah maju.

Misalnya untuk menggeber produk yang dihasilkan, perusahaan menekan tenaga kerja untuk bekerja over tanpa tambahan insentif atau uang lembur. Biasanya perusahaan beralasan untuk menaikkan omzet kemudian menambah jam kerja sehingga produk bisa terpenuhi.

Manajemen umumnya ingin menaikkan keuntungan dengan menekan biaya produksi. Salah satunya unsur gaji atau insentif. 

Maka, jam kerja ditambah namun insentif tidak dikeluarkan. Sebagian besar pekerja rata-rata menerima saja. Padahal, ada hak mereka untuk dapat insentif atau uang lembur.

Namun, karena mungkin ditakut-takuti dipecat, ya akhirnya menerima saja meski beban kerja bertambah. Beberapa kejadian demonstrasi pekerja itu dipicu dari sini. Ada kenaikan jam kerja tapi tak diimbangi dengan kenaikan kesejahteraan.

Serikat pekerja berfungsi untuk memediasi itu. Artinya, serikat ingin menempatkan hak karyawan secara proporsional. 

Perusahaan boleh jadi menambah beban kerja tapi mesti diimbangi dengan penyesuaian insentif. Masak jam kerja ditambah tak dapat tambahan duit makan. Betul, tidak?

Urgensi serikat juga bisa memperkuat hak pekerja lainnya. Misal soal pesangon, tunjangan hari raya, dan lainnya.

Berserikat itu artinya menyatukan diri ke dalam organisasi dan mempunyai misi yang sama. Serikat bukan unsur penghasut, penghalang kemajuan perusahaan. 

Justru serikat membantu perusahaan mewujudkan misi mereka dalam memperbesar keuntungan. Tentu tanpa menafikan hak karyawan.

Memang beberapa perusahaan besar kadang abai dengan serikat ini. Saya pernah ngobrol dengan seorang pemimpin redaksi koran besar di Jakarta. 

Saya tanya apakah ada serikat pekerja atau dorongan kantor kepada jurnalis untuk masuk ke dalam organisasi profesi pers tertentu. Ia menjawab buat apa. 

Jika semua kebutuhan karyawan sudah dipenuhi perusahaan, buat apa lagi ikutan organisasi itu atau membentuk serikat pekerja.

Tampaknya bos-bos besar menilai, jika semua penghidupan sudah dipenuhi perusahaan lewat gaji, insentif, bonus, dan lain-lain, sudah selesai. Padahal serikat pekerja tetap penting termasuk untuk perusahaan paling mapan sekalipun.

Kita tidak tahu ke depan dunia ini bagaimana. Waktu pandemi saja, semua kantor juga repot dengan urusan kerja dari rumah, merumahkan sementara waktu karyawan, gaji dipotong separuh, dan sebagainya.

Adanya serikat bisa membantu jika ada kondisi tertentu yang terjadi. Dengan demikian, serikat pekerja ikut menentukan misi besar perusahaan. 

Masa depan perusahaan bisa dijaga bareng-bareng, hak karyawan juga terpenuhi secara manusiawi. Itulah esensi berserikat. [Adian Saputra]

Foto dari sini

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow