Review "The Bricklayer" (2023), Agen CIA yang Kerja Sampingannya Jadi Tukang Pasang Batu Bata

Seorang Tukang Batu Bata tiba-tiba diajak CIA ke Yunani guna menyelidiki kasus pembunuhan jurnalis yang kontra terhadap peran CIA. Ada apa sebenarnya?

Review "The Bricklayer" (2023), Agen CIA yang Kerja Sampingannya Jadi Tukang Pasang Batu Bata

Aaron Eckhart tampaknya harus berjuang lagi untuk mengeluarkan stigma peran Harvey Dent (The Dark Knight) dari dirinya. Wajah aktor berusia 55 tahun ini memang cukup rupawan dan fisiknya juga kemampuan actionnya baik, namun di film "The Bricklayer" ini, menurut saya dia masih belum bisa menghapus ingatan akan perannya di trilogi Batman, Christopher Nolan sebagai Two-Face.

Film action-thriller ini merupakan adaptasi berdasarkan Novel dengan judul sama "The Bricklayer" terbitan tahun 2010 , karya Paul Lindsay, yang menggunakan nama pena Noah Boyd. Renny Harlin menjadi sutradara untuk film mulai tayang di Bioskop Indonesia tanggal 17 Januari 2024. 

Harlin sebelumnya dikenal menangani beberapa film laga Asia dengan "SKIPTRACE" menjadi salah satu yang paling menonjol dari portofolio-nya. Jackie Chan di film itu menjadi bintang utamanya, dan saya pasti langsung mengingat bagaimana lagu Rolling in The Deep-Adele dinyanyikan warga pedalaman Tibet.  

Sebagai pembuka dari review ini, saya yang menonton film di bioskop merasa tidak terlalu amaze dengan suguhan secara keseluruhan. Tetapi saya juga tidak merasa rugi keluarkan uang 30.000 rupiah untuk film dengan durasi 1 jam 50 menit. Ceritanya mengalir dengan baik, view Thessaloniki-Yunani juga lumayan melegakan, dan ada plot twist yang..hmm.. lumayan lah. Kekurangannya nanti saya bahas di bawah, tetapi salah satu kelebihan film ini ya itu.. kecantikan Nina Dobrev.

Back Stage

Renny Harlin menyutradarai fil ini berdasarkan naskah karya Matt Johnson dan Marc Moss, dengan mencantumkan juga nama Noah Boyd sang empunya novel "The Bricklayer". Untuk sinematografi digarap oleh Matti Eerikainen dan musik oleh Walter Mair.

Sedikit kebelakang tentang produksi film ini, sebenarnya pada Agustus 2011 film ini diumumkan akan diproduksi, dengan Gerard Butler ditetapkan sebagai bintang dan produser. Terjadi perubahan pada Januari 2022, dengan diumumkan bahwa Aaron Eckhart (Steve Vail) akan jadi pemeran utama. Sebulan setelahnya, Nina Dobrev (Kate Bannon) dirilis bergabung dengan para pemeran lain seperti, Tim Blake Nelson (CIA Director O'Malley), Clifton Collins Jr (Victor Radek) dan Ilfenesh Hadera (Tye Delson).

Mengetahui latar belakang itu, tentunya saya jadi membayangkan bagaimana film ini akan naik ratingnya jika diperankan Gerard Butler, plus tentunya tim produksi Butler yang punya pengalaman banyak film action akan merapikan detail kecil yang tertinggal oleh Renny Harlin. But it's okay. Mungkin juga karena kesibukan Butler ia tidak lagi menjadi bagian di film berbudget 332 ribu dollar ini.

Budget tersebut cukuplah untuk memboyong kru ke Thessaloniki-Yunani, karena di sanalah tiga-perempat film ini berlatar. Efek CGI otomatis tidak bisa diharapkan, jadi melakukan ledakan secara manual bisa jadi solusi terbaik.

Millennium Media dan Eclectic Pictures bertanggungjawab dalam memproduksi film "The Bricklayer", dengan proses distribusi menjadi bagian dari Vertical Entertainment. Peluncuran di Indonesia lebih terlambat daripada jadwal di Amerika Serikat, yang sudah menayangkan film ini serempak di bioskop mulai 5 Januari 2024.

Sinopsis

Sebuah kejadian penembakan jurnalis Greta Becker terjadi di Thessaloniki, Yunani. Dalangnya adalah Victor Radek seorang mantan anggota CIA yang diklaim telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Agent kantoran CIA (newbie) bernama Kate Bannon-lah yang mengetahui suspek-si Victor Radek ini lewat analisa tajamnya melalui beberapa gambar CCTV dan kecocokan postingan Instagram.

Bannon lalu melapor kepada atasannya O'Malley, yang langsung menyambutnya untuk dikirim langsung ke Yunani bersama seorang tukang pasang batu bata (The Bricklayer) bernama Steve Vail. Belakangan, diketahui Steve Vail yang mantan CIA ini sangat mengenal dekat Victor Radek, dan dia mengetahui rahasia-rahasia dari sang musuh utama.

Meski awalnya Vail tidak mau, ia ternyata langsung diserang segerombolan orang saat menunaikan tugas "menukang"nya, yang langsung merubah pemikirannya. Segeralah ia berangkat berdua bersama Kate ke Yunani, dengan tugas menghentikan aksi Victor Radek, yang mungkin akan memakan korban lagi.

Motif Radek melakukan kejahatannya adalah dendam kepada CIA, dan dia ingin membuka aib-aib CIA ke muka dunia.

After Taste

Saya jujur tidak membaca novelnya, tetapi biasanya novel memberikan detail alasan seseorang melakukan sesuatu ataupun landasan karakter pada setiap tokohnya. Ini yang terasa sangat kurang di film ini. Bisa jadi sih, ada beberapa cut sehingga film hanya menjadi berdurasi 2 jam kurang. 

Tetapi kalau bicara ide ceritanya, saya bisa bilang ini cukup bagus. Sudah cukup banyak film-film thriller yang menjadikan dendam kepada satuan kerja (CIA, FBI, PBB, dll) sebagai latar belakang perubahan karakter sang antagonis, dan di film "The Bricklayer" ini sebenarnya memberikan sebuah ide yang fresh. Tapi entah kenapa eksekusinya kurang begitu baik, dengan misalnya ada tokoh bernama Patricio yang harus mati konyol.

Karakter utama, Steve Vail juga mengalami perubahan kemampuan bertarung. Setelah sebelumnya mampu beraksi layaknya "Jack Reacher" dengan menghabisi banyak orang di tempat umum, tiba-tiba ia menjadi cupu menghadapi musuh yang hanya segelintir. Kate Bannon yang dibawa kemana-mana juga terlihat hanya sebagai pemanis buatan, yang pasti kita akan bisa tebak dengan "wah ini pasti disandera..".

Hal bagus lain di film ini adalah sinematografi dan musik, meski agak terasa mengganggu di akhir-akhir. Begini detailnya. Dalam adegan action nya, Renny Harlin menggunakan moving-camera dengan baik sehingga kesan pertarungan bisa terlihat apik, plus ada suara latar seperti "kreeekk', "dug", 'Duarr" dan sebagainya yang memaniskan adegan baku pukul tersebut. Tetapi kenapa, yang saya rasa mulai pertengahan film, efek sound ini lebih berasa mengganggu daripada membantu. Mungkin karena terlalu sering, jadi tidak memberikan elemen WAH lagi pada blendingnya dengan koreografi.

Jika Anda menanyakan kenapa judulnya "The Bricklayer", Aaron Eckhart a.k.a Steve Vail menjelaskan dengan kalimat berikut dalam adegan film, 

(Sambil membayangkan memegang sebuah batu bata) "Cuma ini yang aku bisa. Karena aku sudah tau batu bata ini akan menjadi apa nantinya. Aku tidak akan mengerjakan sesuatu yang tidak aku tahu akan jadi apa nantinya." 

Bingung?? Saya juga...

IMDb memberikan rating 5/10, dan mungkin akan terus menurun melihat banyak review buruk berkeliaran atas film ini di dunia maya. Meski demikian saya secara subyektif cukup suka dengan ide ceritanya, hanya memang eksekusinya kurang. Cukup, tetapi tidak bisa dibilang bagis. Jadi, secara subyektif saya memberi nilai 6.5/10 untuk film ini. Harlin masih harus berusaha lagi untuk menghasilkan film seperti SKIPTRACE atau yang jauh lebih baik.

Pun juga Aaron Eckhart untuk mendapatkan peran utama yang bisa membebaskannya dari karakter Two-Face. 

Salam

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow