Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

Keterlibatan Yordania ikut menjatuhkan rudal-rudal Iran pada 13 April memicu kemarahan di negara itu serta di antara negara-negara tetangganya.

Posisi Yordania Terjepit Setelah Ikut Tembak Jatuh Rudal Iran

YORDANIA mendapati dirinya terjebak dalam konfrontasi antara Iran dan Israel. Yordania kini menghadapi kemarahan publik di dalam negeri dan di kawasan Timur Tengah karena ikut menembak jatuh puluhan drone Iran yang hendak menyasar Israel pada 13 April 2023.

Beberapa saat setelah Iran menyelesaikan serangannya ke Israel, Teheren mengalihkan fokusnya kepada Yordania. Kantor berita semi resmi Iran, Fars melaporkan, angkatan bersenjata Iran telah memperingatkan, yaitu “memantau dengan hati-hati pergerakan Yordania saat serangan yang merupakan hukuman terhadap rezim Zionis (Israel)”. Jika Yordania melakukan intervensi, maka negara tersebut akan menjadi “target berikutnya”.

Pemerintah Yordania kemudian memanggil duta besar Iran pada 14 April terkait komentar Teheran yang mengancam Yordania itu.

Baca juga: Iran Ancam Serang Yordania dan Negara di Sekitarnya Jika Bantu Israel

Kementerian Luar Negeri Iran lalu berusaha meredam perselisihan itu pada 15 April. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, berupaya untuk mengecilkan keterlibatan Amman.

“Saya tidak dalam posisi untuk mengonfirmasi atau menyangkal peran Yordania dalam mencegat serangan ini, dan ini adalah masalah militer yang harus dikomentari oleh otoritas terkait,” katanya.

Kanaani menambahkan, “Hubungan kami dengan Yordania bersahabat dan selama beberapa bulan terakhir telah terjadi kontak terus-menerus antara para pejabat dari kedua negara.”

Kannani tampak hendak mengekspresikan harapan bahwa negara-negara Arab mestinya mendukung apa yang ia tegaskan sebagai tanggapan sah Iran terhadap serangan terhadap konsulatnya di Suriah pada 1 April yang dituding telah dilakukan Israel.

Posisi Yordania Berbahaya

Posisi geografis Yordania membuatnya dalam kesulitan. Kerajaan kecil itu terletak di antara Israel dan Tepi Barat yang diduduki Israel di satu sisi, dan di sisi lain negara-negara tetangga Iran, yaitu Irak, tempat para milisi pro-Iran berkuasa. Di sebelah utara terdapat Suriah, negara gagal yang juga berada dalam orbit Iran.

Serangan Iran ke Israel pada 13 April dengan rudal-rudal dan drone-drone yang melintasi langit Yordania merupakan yang pertama kali dalam lebih dari tiga dekade terakhir. Hal semacam itu pernah terjadi saat Saddam Hussein (Presiden Irak) meluncurkan rudal Scud ke Israel tahun 1991, saat Perang Teluk.

Namun banyak hal telah berubah sejak saat itu. Yordania telah menjadi negara Arab kedua yang menandatangani perjanjian perdamaian dengan Israel tahun 1994. Negara Arab pertama yang melakukan perjanjian perdamaian dengan Israel adalah Mesir, yaitu tahun 1979.

Di mata para sekutu Barat Israel, perjanjian tersebut sangat penting bagi keamanan regional. Yordania mempunyai kerja sama intelijen dan keamanan yang erat dengan Israel, dan menjadi tuan rumah bagi pasukan Amerika Serikat (AS) dan bergantung pada bantuan militer AS.

Perjanjian perdamaian Yordania-Israel selama ini tidak populer di dalam negeri, namun akhir-akhir ini perjanjian tersebut semakin mendapat tekanan. Emosi publik memuncak di Yordania terkait perang di Gaza antara Hamas dengan Israel. Lebih dari 34.000 warga Palestina dilaporkan tewas dalam perang itu.

Lebih dari separuh penduduk Yordania adalah warga (pengungsi) Palestina atau keturunan Palestina, dan selama berbulan-bulan kepemimpinan Yordania berada dalam kondisi sulit untuk menyeimbangkan kemarahan publik yang meningkat dengan aliansi eratnya dengan AS dan hubungan dengan Israel.

Yordania telah menjadi tuan rumah bagi warga diaspora Palestina terbesar dan secara historis dianggap sebagai pendukung utama mereka di kawasan itu. Para pemimpin Yordania sangat kritis terhadap perang di Gaza saat ini.

Baca juga: Pasukan AS dan Inggris Bantu Tembaki Drone Iran di Yordania, Suriah, dan Irak

Raja Abdullah dari Yordania secara terbuka mendukung upaya untuk mengatur pengiriman bantuan melalui udara ke wilayah Gaza, dan istrinya, Ratu Rania, yang memiliki banyak pengikut di media sosial, menyampaikan pidato dan pernyataan yang membela Palestina.

Opini publik Yordania tidak suka dengan Israel dan AS. Ribuan orang, banyak dari mereka para pengungsi Palestina, berdemonstrasi di luar kedutaan AS di Amman selama hampir dua minggu sebagai protes terhadap peran Washington dalam mendukung Israel.

Dalam kondisi seperti ini, keterlibatan militer Yordania ikut menjatuhkan drone-drone Iran  pada 13 April telah memicu kemarahan di negara itu serta di antara negara-negara tetangganya. Gambar-gambar di media sosial melukiskan Raja Abdullah sebagai pengkhianat yang mengenakan bendera Israel.

Untuk Membela Diri

Di Amman, Ibu Kota Yordania, para pejabat berkeras menyatakan bahwa keterlibatan Yordania dalam menjatuhkan rudal dan drone Iran merupakan upaya membela diri dan melindungi kedaulatan wilayah udaranya. Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman al-Safadi, mengatakan kepada televisi lokal pada 14 April bahwa penilaian telah dilakukan, yaitu ada bahaya nyata jatuhnya drone dan rudal Iran di Yordania, dan angkatan bersenjatanya menangani bahaya itu.

“Kami berada dalam jangkauan tembakan dan rudal atau proyektil apa pun yang jatuh di Yordania akan membahayakan Yordania. Jadi, kami melakukan apa yang harus kami lakukan. Dan izinkan saya menjelaskannya: Kami akan melakukan hal yang sama terlepas dari mana drone tersebut berasal. Dari Israel, dari Iran, dari siapa pun. Prioritas kami adalah melindungi Yordania dan melindungi warga negara Yordania.”

Dia lalu menegaskan, akar penyebab krisis masih terletak pada perlakuan Israel terhadap warga Palestina dan penolakan Israel untuk menerima solusi dua negara.

Para pendukung pro-rezim Yordania mengeluarkan pernyataan lebih lanjut yang mengatakan, “Kami bukan sekutu pelindung atau boneka Israel. Tindakan Yordania sejalan dengan kepentingan keamanannya sendiri.”

Kepemimpinan Yordania tampaknya berniat menyampaikan pesan itu kepada rakyatnya. Pihak militer mengatakan mereka telah meningkatkan pengawasan udara untuk mencegah pelanggaran wilayah udara dan untuk melindungi negara.

“Yordania tidak akan menjadi medan perang bagi pihak manapun, dan perlindungan warga Yordania adalah prioritas utama,” kata Raja Abdullah pada 16 April.

Pesan negara tersebut kepada komunitas internasional dan sekutunya adalah bahwa fokusnya harus kembali ke Gaza dan penderitaan warga Palestina di sana. Mengakhiri perang di Gaza merupakan satu-satunya cara untuk meredakan ketegangan regional. Itu inti pesan yang disampaikan Raja Abdullah kepada Presiden AS Joe Biden melalui telepon pada 14 April.

Raja Abdullah dan istrinya, Ratu Rania, yang merupakan keturunan Palestina, termasuk orang-orang yang bersuara paling keras dan kritis terhadap Israel dan perang dahsyat di Gaza. Kerajaan itu juga berada di garis depan dalam upaya mengirimkan bantuan kemanusiaan ke wilayah kantong tersebut, mengubah bandara militernya menjadi pusat pengiriman udara internasional dan melaksanakan puluhan misi serupa.

Namun bagi banyak orang di Yordania, hal itu belum cukup. Para pengunjuk rasa sejak Oktober telah mendesak kerajaan itu untuk berbuat lebih banyak, seiring dengan meningkatnya tekanan terhadap kerajaan untuk memutuskan hubungan dengan Israel dan menutup kedutaan besar Israel di Amman, yang menjadi tempat terjadinya banyak protes selama enam bulan terakhir.

Bukan rahasia lagi bahwa hubungan Yordania dengan Israel di bawah kepemimpinan Netanyahu telah tegang selama bertahun-tahun. Namun kini mungkin berada pada titik terendah.

Rasa frustrasi tersebut diungkap Safadi, menteri luar negeri Yordania, yang mengesampingkan pemutusan hubungan, namun mengatakan bahwa perjanjian damai Yordania-Israel kini menjadi “dokumen yang berdebu” (a document collecting dust).

Yordania khawatir Iran mengincar kerajaan Hashemite itu dan diam-diam mendorong suasana pemberontakan di dalam wilayah Yordania. Sekretaris Jenderal Partai Ikhwanul Muslimin Yordania, Murad Adaileh, mengkritik penangkapan para pengunjuk rasa. Dalam sebuah twit, dia mengatakan bahwa serangan Iran dan kejadian baru-baru ini telah mengungkapkan betapa Israel bergantung pada pihak lain untuk masalah keamanannya.

Sebuah gambar yang viral di media sosial baru-baru ini menunjukkan poster-poster yang dibawa selama demonstrasi yang ditujukan kepada tentara Yordania. Poster-poster itu menyerukan agar tentara Yordania memperhatikan kondisi anak-anak dan perempuan di Gaza, atau membalas dendam terhadap musuh-musuh mereka dan membebaskan wilayah itu. Di poster-poster itu ada tagar: “Di mana al-Karamah para tentara?” Kata al-Karamah itu berarti “martabat” dan juga merujuk pada nama pertempuran tahun 1968 saat tentara Yordania memaksa Pasukan Pertahanan Israel mundur dari operasi pembalasan di wilayah Yordania.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow