Populasi Eropa Diprediksi akan Berubah dalam Beberapa Dekade Ke Depan

JAKARTA -- Pandemi The Black Death yang melanda Eropa dan Asia selama lima tahun pada pertengahan 1300-an diyakini mengurangi populasi dunia sampai sepertiganya. Hampir 700 tahun kemudian penelitian terbaru...

Populasi Eropa Diprediksi akan Berubah dalam Beberapa Dekade Ke Depan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi The Black Death yang melanda Eropa dan Asia selama lima tahun pada pertengahan 1300-an diyakini mengurangi populasi dunia sampai sepertiganya. Hampir 700 tahun kemudian penelitian terbaru memperingatkan turunnya angka kelahiran yang dianggap akan menyusutkan jumlah manusia di bumi yang kini sebanyak 8 miliar jiwa dalam beberapa dekade ke depan akan mengakibatkan "perubahan sosial yang mengejutkan."  

Berdasarkan penelitian terbaru yang dirilis jurnal medis internasional The Lancet angka kelahiran di seluruh dunia mengalami penurunan. Penelitian itu mengatakan angka kelahiran pada tahun 2021 di lebih dari setengah negara dan wilayah di seluruh dunia berada di tingkat di bawah replacement level atau tingkat penggantian populasi.

Replacement level merupakan indikator angka kelahiran yang dibutuhkan agar angka populasi suatu negara atau wilayah tetap. Salah satu penulis laporan penelitian tersebut Natalia V Bhattacharjee mengatakan dampak penurunan populasi ini "sangat besar" terutama di negara Eropa Barat yang sedang mengalami keresahan akibat imigrasi.

"Tren angka kelahiran dan kesuburan di masa depan akan akan mengubah perekonomian global dan keseimbangan kekuatan internasional sepenuhnya serta membutuhkan reorganisasi masyarakat," kata Bhattacharjee seperti dikutip dari Aljazirah, Kamis (4/4/2024).

Penelitian ini mengungkapkan turunnya angka kelahiran di negara-negara Eropa Barat dalam beberapa dekade ke depan akan memaksa negara-negara itu membuka diri pada imigrasi untuk mengatasi masalah ini. Sementara kelompok-kelompok sayap kanan membuat masalah angka kesuburan sebagai isu kontroversial.

Penelitian yang berjudul "Global fertility in 204 countries and territories, 1950–2021, with forecasts to 2100: a comprehensive demographic analysis for the Global Burden of Disease Study 2021" disusun tim peneliti internasional dari Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan (IHME) Universitas Washington.

Penelitian ini berdasarkan premis yang diterima umum bahwa total angka kelahiran atau kesuburan (TRF) satu negara harus 2,1 anak per perempuan untuk memastikan angka populasinya stabil.

Namun penelitian ini menemukan TRF di Eropa Barat pada tahun 2021 hanya 1,53 dan diprediksi menjadi 1,44 pada tahun 2050 kemudian turun lagi menjadi 1,37 pada tahun 2100. Diperkirakan Spanyol yang akan paling parah yakni 1,11 anak per perempuan pada tahun 2100.

Para peneliti memprediksi TRF Samoa, Somalia, Niger, Chad dan Tajikistan tetap di atas 2,1 untuk satu abad ke depan.

Turunnya angka kelahiran disebabkan oleh....    

Pakar mengatakan turunnya angka kelahiran disebabkan oleh partisipasi perempuan di tempat kerja dan meningkatnya akses pada kontrasepsi. Menurut beberapa lembaga termasuk PBB semakin banyak perempuan yang bekerja semakin tinggi juga pertumbuhan ekonomi.

"Saat kekayaan negara bertambah, angka kelahiran menurun, seperti datangnya malam setelah siang," kata pakar ekonomi mikro Philip Pilkington di surat kabar Inggris Daily Telegraph pada Januari lalu.

Turunnya angka kelahiran juga berkaitan dengan kemajuan ilmu medis yang artinya keluarga tidak perlu menghasilkan sebanyak mungkin anak untuk memastikan kelangsungan keturunannya. Seperti yang dipercayai banyak masyarakat di abad-abad sebelumnya.

Bila penelitian yang dipublikasikan di The Lancet benar maka Inggris yang angka kesuburannya diprediksi turun dari 1,49 pada tahun 2021 menjadi 1,38 pada tahun 2050 dan 1,3 pada tahun 2100, harus mengandalkan imigran untuk delapan dekade ke depan atau lebih untuk mempertahankan populasinya yang saat ini dibawah 68 juta orang.

Lebih sedikit bayi yang lahir dan kemajuan kedokteran yang memperpanjang umur harapan hidup artinya negara-negara Eropa Barat terancam menghadapi penuaan populasi. Lebih sedikit anak muda yang mengumpulkan kekayaan untuk menyeimbangkan biaya perawatan orang lanjut usia akan menjadi tantangan ekonomi besar untuk beberapa dekade ke depan.

Penelitian yang dipublikasikan di The Lancet juga memprediksi satu dari dua anak yang lahir pada tahun 2100 akan lahir di sub-Sahara Afrika. Sementara negara-negara pendapatan tinggi akan kesulitan mempertahankan pertumbuhan ekonomi.

Pakar mengatakan satu-satunya solusi adalah mengizinkan lebih banyak imigrasi dari negara-negara berpopulasi muda. Lalu apakah Barat harus mengadopsi kebijakan perbatasan terbuka? Para pakar menjawab: "Ya."

"Ketika populasi semua negara menyusut, mengandalkan imigrasi terbuka akan menjadi kebutuhan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi," kata Bhattacharjee.

"Negara-negara sub-sahara Afrika memiliki sumber daya penting yang hilang dari masyarakat lanjut usia: populasi anak muda," tambahnya.

Namun, gagasan mengenai kebijakan “imigrasi terbuka” merupakan kutukan bagi banyak negara demokrasi Barat saat ini. Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak menjadikan pembatasan imigrasi sebagai prioritas utama pemerintahnya. Ia ingin mengirim pencari suaka ke Rwanda.  

Presiden Prancis Emmanuel Macron ingin menerapkan....

Presiden Prancis Emmanuel Macron ingin menerapkan undang-undang imigrasi "garis keras" yang diloloskan parlemen bulan Desember tahun lalu.

Namun pada akhir Januari lalu Mahkamah Konstitusi Prancis yang memeriksa undang-undang baru untuk memastikan undang-undang sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi Prancis, membatalkan sebagian besar RUU tersebut. Termasuk proposal untuk membatasi akses migran ke tunjangan kesejahteraan, sehingga mendorong Macron untuk mengumumkan versi yang lebih longgar dari rancangan undang-undang tersebut.

Namun banyak pengamat yang menilai undang-undang imigrasi yang baru tetap mencerminkan semakin kerasnya peraturan imigrasi Prancis.

Jauh sebelum penelitian di The Lancet dipublikasikan kelompok sayap kanan sudah khawatir dengan gagasan turunnya angka kelahiran. Terutama setelah teori konspirasi "the Great Replacement" atau Penggantian Besar dipopulerkan filsuf Prancis, Renaud Camus dalam bukunya yang terbit tahun 2011.

Teori itu mempromosikan gagasan salah dan rasialis mengenai turunnya angka kelahiran di masyarakat Barat. Camus mengatakan turunnya angka kelahiran ini bagian dari "rencana" untuk "mengganti" masyarakat kulit putih dengan kelompok ras lain.  

Perdana menteri Hungaria Viktor Orban juga dituduh memanfaatkan teori "Penggantian Besar" dalam upayanya  mengadvokasi peningkatan angka kelahiran di Eropa, termasuk di negaranya sendiri.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow