PERNYATAAN Keras Ketum PGI Pendeta Gomar Gultom: 17 Kali Jokowi ke Papua,Tak Pernah Bertemu MRP

- Sindiran menohok Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom, terhadap Presiden Joko Widodo. Pendeta Gomar Gultom menyebut, sebanyak 17 kali kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Papua, namun tak pernah sama sekali bertemu dengan Majelis Rakyat Papua (MRP). Menurut dia, Presiden Jokowi hanya bertemu dengan kelompok-kelompok yang tidak berseberangan dengan pemerintah pusat, sehingga...

PERNYATAAN Keras Ketum PGI Pendeta Gomar Gultom: 17 Kali Jokowi ke Papua,Tak Pernah Bertemu MRP

TRIBUN-MEDAN.COM - Sindiran menohok Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Pendeta Gomar Gultom, terhadap Presiden Joko Widodo.

Pendeta Gomar Gultom menyebut, sebanyak 17 kali kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Papua, namun tak pernah sama sekali bertemu dengan Majelis Rakyat Papua (MRP).

Menurut dia, Presiden Jokowi hanya bertemu dengan kelompok-kelompok yang tidak berseberangan dengan pemerintah pusat, sehingga kunjungan itu tidak menyelesaikan konflik kekerasan di Papua.

"Setidaknya 17 kali Presiden ke Papua, namun pertemuannya hanyalah dengan pihak-pihak dalam tanda petik Pro Jakarta dan tidak pernah berdialog dengan pihak-pihak di luar itu, bahkan dengan MRP pun tidak pernah," kata Gomar dalam diskusi publik secara daring yang digelar Amnesty Internasional Indonesia, Jumat (3/5/2024).

Pemerintah kini justru dianggap memperluas pendekatan militer dengan mengubah nomenklatur istilah Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Dia khawatir, pendekatan militer ini akan mengabaikan aspek hukum yang seharusnya dikedepankan dalam peristiwa-peristiwa konflik yang terjadi.

"Saya melihat nomenklatur OPM akan ada pendekatan keamanan pada setiap persoalan di Papua, dan itu kekhawatiran terutama akan mengabaikan pendekatan hukum yang musti dilakukkan kepolisian, kekhawatiran itu paling dalam," tandasnya.

Selain itu, pendekatan militer tidak sesuai dengan janji-janji pemerintah pusat baik saat dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ataupun dipimpin Presiden Joko Widodo.

Pendeta Gomar mengatakan, SBY berkali-kali mengatakan akan menyelesaikan masalah di Papua menggunakan pendekatan dengan hati.

Ucapan ini berkali-kali dikatakan SBY. Termasuk dalam hasil pertemuan para pimpinan gereja di Papua pada 2011 silam.

Dalam pertemuannya di Cikeas, SBY menyebut masalah bisa selesai dengan cara win-win solution.

"Dari SBY sendiri yang mengatakan saat itu "kita hanya bisa menyelesaikan masalah Papua dengan win-win solution, istilah itu dia pakai," Jakarta punya keinginan kesatuan NKRI untuk Papua, teman-teman di Papua ingin merdeka, tapi saya yakin ada win-win solution kata beliau," ucap Gomar.

"Sayangnya percakapan ini tidak berlanjut," sambung Gomar.

Hal senada juga dikatakan Presiden Joko Widodo.

Presiden aktif Republik Indonesia ini mengatakan masalah Papua bisa diselesaikan dengan pendekatan kultural.

"Pak Joko Widodo selalu mengatakan pendekatan kultural. Pendekatan kultural lah yang bisa selesaikan masalah Papua, kata beliau," tutur Gomar.

Pada 2014, setelah terpilih, Jokowi mengunjungi Papua dan melakukan pertemuan dengan beragam tokoh Papua.

Saat itu Gomar ikut dan meminta agar Jokowi tidak memulai pendekatan masalah Papua dari nol, tetapi bisa mengikuti road map yang telah disusun oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang sekarang menjadi Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).

"Sayangnya kemudian sepemahaman saya, Pak Jokowi lebih memusat pada pembangunan infrastruktur. Jelas ini sesuatu yang positif kalau dilihat sepintas, tetapi juga tidak bisa menyelesaikan masalah kalau di sisi itu, apalagi kalau pendekatannya top-down," imbuh Gomar.

Baca juga: Pertempuran Sengit OPM vs TNI Bakal Terjadi, Letjen Richard Tampubolon: Pasukan Tambahan Sudah Tiba

Baca juga: SERANGAN OPM di Intan Jaya Meningkat, TNI-POLRI Tambah Pasukan, Ini Kata Letjen Richard Tampubolon

Pasukan TNI-Polri Ditambah

Terpisah Pangkogabwilhan III Letjen TNI Richard TH Tampubolon menyatakan tim gabungan TNI dan Polri sudah berada di Distrik Homeyo, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah untuk memulihkan keamanan di wilayah tersebut dari gangguan OPM.

"Pada Jumat (3/4/2024) pagi telah tiba  dan saat ini pemulihan keamanan sedang dilaksanakan," ujar Richard dalam keterangan tertulisnya.

Richard menjelaskan tim gabungan yang dikerahkan ke Intan Jaya berada dalam Satuan Tugas Komando Operasi TNI Habema dan Satgas Nanggala Damai Cartenz.

Adapun Distrik Homeyo dapat dijangkau waktu sekitar 25 menit menggunakan pesawat dari Timika, Papua Tengah atau berjalan kaki dari Sugapa, ibu kota Kabupaten Intan Jaya selama seharian.

"Operasi penindakan terhadap OPM di wilayah Distrik Homeyo dilakukan untuk menciptakan keamanan wilayah," kata Panglima Kogabwilhan III.

Dikutip dari Kompas TV, dalam dua hari terkahir Organisasi Papua Merdeka (OPM)melakukan aksi teror terhadap warga Papua Tengah. 

Pada Senin (1/5/2024), kelompok OPM Keni Tipagau dari Kodap VIII Kemabu, pimpinan Undius Kogoya dan Aibon Kogoya menyerang Polsek Homeyo, Intan Jaya dan membakar bangunan SMP. 

Atas peristiwa itu seorang warga sipil bernama Alexsander Parapak (20) tewas setelah mengalami luka tembak.

Keesokan harinya Selasa (2/5/2024), kelompok yang sama melakukan aksi teror membakar bangunan SD Inpres Pogapa. 

Kapolda Papua Irjen Pol Mathius Fakhiri juga membenarkan pihaknya telah mengirim tim untuk membantu mengembalikan keamanan di Distrik Homeyo, Intan Jaya. 

Selain itu ada juga penambahan prajurit TNI dari Kogabwilhan III.

Anggota Brimob dan Prajurit TNI yang dikirim akan tergabung dengan Satgas Damai Cartenz.

"Apabila ini sudah masuk kita akan menyusun langkah taktis dan teknis dalam penanganan menyeluruh di Intan Jaya. Saya berharap tidak ada lagi gangguan," ujar Mathius, Jumat (3/5/2024).

Kasad Maruli Tegaskan Tak Akan Ragu Lagi Melakukan Tindakan

Sebelumnya, Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak dengan tegas angkat bicara terkait penggunaan kembali istilah OPM untuk kelompok bersenjata di Papua.

Menurutnya, pengunaan istilah itu agar para prajurit TNI tidak ragu lagi mengambil tindakan tegas apabila mendapati anggota OPM bersenjata dan dianggap berbahaya.

Maruli mengatakan pengunaan istilah OPM ini merupakan keputusan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto usai berdiskusi terkait kendala yang dihadapi para prajurit mengatasi persoalan di Papua.

Penetapan sebutan ini dilakukan setelah Danramil Aradide Letda Inf Oktovianus Sogalrey tewas ditemukan di jalan usai ditembak OPM, tersebut.

"Jadi yang tadi saya sampaikan (prajurit TNI) tidak ragu kita dalam melangkah," kata dia usai menghadiri Apel Komandan Satuan TNI AD Terpusat Tahun 2024 di Pantai Pandawa, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (26/5/2024) lalu.

Maruli pun kemudian memberikan contoh kasus. "Misalnya dalam contoh sederhana kalau kita melihat bawa senjata, apakah kita harus membiarkan dulu, kita laporkan, karena itu ada pelanggaran UU. Kalau dianggap sebagai OPM dia bersenjata, berbahaya, nanti kita menindaklanjuti," sambungnya.

"Sepanjang penjelasan dari beliau (Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto), kami sudah berdiskusi apa kendala-kendala di dalam mengatasi persoalan di Papua. Ada hal-hal yang membuat anggota kita ragu dalam langkah," katanya lagi.

"Beliau sudah memutuskan seperti itu dan kita juga sudah diperintahkan untuk melakukan ini, ya kita kerjakan,"tegas dia.

OPM Ketakutan

Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB atau yang kini disebut Organisasi Papua Merdeka (OPM), ketakutan. Mereka meminta bantuan negara lain untuk berbicara dengan Indonesia. OPM meminta TNI tak menggunakan kekuatan udara dalam menggempur mereka.

Hal tersebut diungkapkan melalui rekaman video terbaru yang dikirimkan Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Organisasi Papua Merdeka (OPM) Sebby Sambom. Dalam video berdurasi satu menit 43 detik itu, juga terlihat Pilot Susi Air Kapten Philips Mark Mehrtens.

Philips terlihat kurus dengan janggut panjang dengan kaus coklat bergambar burung cendrawasih dengan bendera bintang kejora.  "Di daerah sini, TNI, Tentara Negara Indonesia pakai pesawat pemburu dan melepas bom besar," kata Philips dalam video yang dikirimkan Sabtu (13/4/2024).

Philips mengatakan, orang sekitar tempat ia ditawan merasa tidak aman karena beberapa bom yang dijatuhkan oleh aparat TNI tersebut. "Orang-orang di sini minta tolong jangan pakai pesawat pemburu, jangan pakai bom, pakai senjata saja, tidak pakai pesawat tidak pakai bom besar, jangan begitu. Tolong berhenti," tutur dia dikutip dari Kompas.com.

Philips kemudian meminta tolong agar negara asing bisa bernegosiasi dengan Indonesia agar tidak menggunakan pertempuran udara di Papua. "Negara asing negara-negara di luar tolong bantu tolong bicara dengan Indonesia, bicara dengan mereka jangan pakai bom besar, tolong berhenti, tidak boleh begitu," ucapnya.

Sebby Sembom juga menyerukan agar TNI tidak berperang menggunakan kekuatan udara, khususnya untuk menyelamatkan Philips Mark Mehrthens.

Sebby juga meminta agar TNI tidak menggunakan drone dan helikopter untuk menyerang OPM.

"Karena tindakan yang dilakukan negara Indonesia melalui TNI Polri terhadap kami sangat tidak seimbang. Apalagi menyerang dengan menurunkan bom bazoka, mortir yang melepaskan tanpa memastikan baik antara kami TPNPB-OPM dan warga sipil," tandas Sebby.

(*/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter    

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow