Tradisi Medali Angkat Besi di Olimpiade, Mulai Lisa Rumbewas Hingga Kini Rizki Juniansyah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebuah sejarah manis ditorehkan cabang olahraga (cabor) angkat besi di pentas Olimpiade Paris 2024. Melalui lifternya Rizki Juniansyah, berhasil mempersembahkan medali emas bagi Indonesia.
Ini merupakan medali emas kedua bagi kontingen merah putih. Malam Jumat yang membawa berkah. Karena beberapa jam sebelumnya, lagu Indonesia Raya berkumandang dan sang merah putih berkibar di tiang tertinggi setelah Veddriq Leonardo meriah emas di panjat tebing.
Angkat besi kian menegaskan bahwa cabor ini bukan lagi lapis kedua di bawah bayang-bayang bulu tangkis yang biasanya selalu menjadi penyumbang medali emas, sejak Indonesia partisipasi pada multi event terbesar di dunia ini.
24 tahun lalu atau tepatnya pada Olimpiade Sydney 2000, angkat besi mengawali peroleh medalinya. Kala itu lifter putri Lisa Rumbewas mempersembahkan medali perak. Tidak hanya satu medali perak, di benua Kanguru tersebut cabor yang mengandalkan kekuatan tangan dan kaki ini juga meraih dua medali perunggu melalui lifter Putri Sri Indriyani dan Winarni.
Sejak itu angkat besi selalu konsisten untuk menyumbang medali. Pada perhelatan Olimpiade Athena 2004, Lisa Rumbewas back to back untuk mempertahankan medali peraknya.
Setelah itu era kejayaan lifter putra mulai mengikuti jejak lifter putri. Muncul bintang baru angkat besi Indonesia Eko Yuli Irawan. Pada debutnya di Olimpiade Beijing 2008, Eko meraih perunggu, Triyatno meraih perunggu, dan Lisa Rumbewas juga masih bisa mendapat perunggu.
Empat tahun berikutnya di London, Eko Yuli mampu mempertahankan medali perunggu di Olimpiade 2012. Sedangkan Triyatno justru mampu meningkatkan menjadi perak, serta lifter putri Citra Febrianti. Hanya angkat besi yang mampu sumbang medali di edisi ini.
Pada Olimpiade Rio de Janeiro Brazil, dua medali perak mampu disumbangkan angkat besi melalui Eko Yuli dan Sri Wahyuni Agustiani.
Di Tokyo tahun 2021, lagi-lagi angkat besi menunjukkan kehebatannya dengan menyumbang tiga medali, satu perak dari Elo Yuli dan dua perunggu dari Rahmat Erwin Abdullah dan Windy Cantika Aisah.
Setelah hampir seperempat abad akhirnya Kilauan medali angkat besi di olimpiade semakin kinclong. Di mana akhirnya Lifter Rizki Juniansyah yang baru berusia 21 tahun dan pertama kali main di olimpiade mempersembahkan medali emas pertama di cabor ini bagi Indonesia.
Lisa Rumbewas – (Antara)
Rahasia kemenangan Rizki Juniansyah.. baca di halaman selanjutnya.
#@
Berbeda dengan cabang olahraga masuk kategori permainan, biasanya sering terjadi kejutan dalam sebuah pertandingan. Tim atau pemain yang tak diunggulkan bisa saja tiba-tiba yang keluar sebagai pemenangnya.
Untuk Olimpiade Paris 2024 misalnya di Cabor Bulu tangkis, para pemain unggulan banyak yang bertumbangan dan tak mampu merebut medali emas, padahal dia yang lebih diunggulkan. Tunggal Putra asal China Shi Yu Qi tak mampu dapat medali.
Sedangkan Pasangan ganda putra China Taipei Lee/Yang Wang Chi-Lin walaupun juara bertahan Olimpiade 2021. Namun saat tampil di Paris bukanlah pasangan yang diunggulkan. Tetapi hasilnya mampu mempertahankan medali emasnya.
Lain halnya di cabor terukur seperti atletik, renang, panahan, panjat tebing nomor kecepatan dan juga pastinya angkat besi. Semua sudah terukur. Jadi jika tidak ada faktor X, hampir pasti atlet unggulan lah yang akan keluar sebagai pemenang.
Dua medali emas Indonesia dari Panjat Tebing Veddriq Leonardo dan angkat besi Rizki Juniansyah menegaskan hal itu. Walaupun ada faktor lainnya tetapi data pencapaian waktu Veddriq sebelum Olimpiade serta angkatan Rizki jadi patokan.
Kepala Bidang pembinaan dan prestasi Pengurus Besar Persatuan Angkat Besi Seluruh Indonesia (Kabid Binpres PP PBSI), Hadi Wihardja menyatakan berdasarkan data yang ada sebelumnya peluang Rizki dapat emas beberapa pekan jelang Olimpiade adalah sebesar 98,6 persen.
“Dengan data parameter saya Rizki saya harapkan bisa kembali ke 365kg total angkatan yang membuat dia menjadi Rangking 1. Namun dari latihan 20 juli kemarin potensi tersebut dengan 365 dan target yang lebih , sudah memiliki peluang 98,61 for Gold,” ujar Hadi ketika dihubungi Republika, Jumat (9/8/2024).
Hadi menambahkan, sepekan lalu saya melihat di Instagram Zhi Shiyong pesaing Rizki asal China. Kita sempat terkejut, mengingat tanggal 3 Agustus masih berani menarik snatch 150 kg, sebanyak 2 kali, ini merupakan angkatan 90 persen dari best nya yang akan mempengaruhi penampilannya tanggal 9 dini hari tadi.
“Jika lifter mengangkat menembus lebih dari 70 persen dalam sepekan itu, akan berpotensi loss power di Hari H, khususnya power. Untuk Rizki, sepekan sebelumnya sempat coba 200 (kg). Sebelum berangkat saya sudah ingat kan pelatih jangan angkat lebih dari 70 persen, ternyata meraka terapkan dan saya berterima kasih buat coach Triyatno, serta Rusli yang memahami persaingan tingat elite, penuh dengan tekanan dan tantangan,” jelasnya.
Harapan setelah Olimpiade Paris 2024, menurut Hadi, PABSI akan menyiapkan lifter pelapis. “Segera kami menyiapkan lagi Eko-Eko, Rizki-Rizki yang lain, dengan kerja sama dengan pihak BUMN dan support penuh dari Ketum PABSI Bapak Rosan Perkasa Roeslani, kegiatan kejuraan level usia 12-14, 15-17, 18-19 dan senior, wajib hukumnya di tingkatkan.”
“Tentunya dengan meningkatkan juga kualitas pelatih yang mumpuni, dan mau belajar terus. Apalagi jika di Olimpiade Los Angeles 2028 kelas di angkat besi bisa kembali 14 kelas, saya yakin bertambah lagi pundi pundi medali ke Indonesia,” imbuh Hadi yang juga anggota research and coaching development Asia untuk angkat besi.