Nyaris Sendirian di Laut Merah,AS Tak Bisa Diandalkan Lindungi Perdagangan Maritim Internasional

Nyaris Sendirian di Laut Merah, AS Dianggap Tak Bisa Diandalkan Lindungi Perdagangan Maritim Internasional- Kolumnis Financial Times Alan Beattie, dalam sebuah laporan berjudul "Dunia tidak dapat bergantung pada AS untuk menjaga perdamaian perdagangan," berpendapat mengandalkan Amerika Serikat (as) untuk melindungi rute pelayaran Laut Merah adalah hal yang berisiko. Beattie menilai, AS kini dihadapkan pada tantangan yang...

Nyaris Sendirian di Laut Merah,AS Tak Bisa Diandalkan Lindungi Perdagangan Maritim Internasional

Nyaris Sendirian di Laut Merah, AS Dianggap Tak Bisa Diandalkan Lindungi Perdagangan Maritim Internasional

TRIBUNNEWS.COM - Kolumnis Financial Times Alan Beattie, dalam sebuah laporan berjudul "Dunia tidak dapat bergantung pada AS untuk menjaga perdamaian perdagangan," berpendapat mengandalkan Amerika Serikat (as) untuk melindungi rute pelayaran Laut Merah adalah hal yang berisiko.

Beattie menilai, AS kini dihadapkan pada tantangan yang benar-benar unik di Laut Merah, jalur maritim perdagangan dunia yang sangat vital.

Menurut dia, AS memang punya rekam jejak kesuksesan menyingkirkan pihak-pihak yang berusaha mengganggu perdagangan maritim demi keuntungan pribadi dan pembajakan, merujuk aksi bajak laut di Somalia, tapi kini situasi yang dihadapi berbeda.

Baca juga: Dinamika Yaman dan Konflik di Laut Merah: Selain AS, Houthi Juga Hadapi Tangan Arab Saudi dan UEA

"AS kini menghadapi Angkatan Bersenjata Yaman, sebuah kekuatan yang patut diperhitungkan di mana kekuatan tersebut kebetulan memiliki rudal balistik dan pesawat tanpa awak (drone) yang canggih dan memiliki tujuan yang jauh berbeda dari negara-negara lain yang berupaya menghalangi perdagangan global," tulis ulasannya.

Dalam ulasan itu, dia juga menyoroti kalau gerakan Ansarallah (Houthi) Yaman memiliki pangkalan militer darat dan teknologi canggih serta dukungan dari proksi utamanya, Iran.

"Belum lagi dukungan luas dari Iran, yang merupakan kekuatan besar di kawasan, meskipun menyadari bahwa hal ini akan menimbulkan kerugian besar bagi mereka," tulis Beattie.

Gerakan Houthi Yaman diketahui telah menggarisbawahi kalau mereka tidak sedang mengejar rampasan atau sejenisnya ketika melakukan blokade Laut Merah.

Baca juga: Komite Perlawanan Palestina: Hizbullah-Houthi-Kataib Hizbullah Bersatu, Awal Habisnya Israel

Houthi menyatakan, serangan di Laut Merah hanya menargetkan kapal berbendera Israel dan kapal apa pun yang menuju pendudukan Israel.

"Tujuan mereka (Houthi) jelas, ingin kiriman bantuan bisa masuk menembus Gaza dan memaksa Israel menghentikan agresinya terhadap Gaza, dan berulang kali mengatakan bahwa operasi penyerangan mereka akan berhenti segera setelah bantuan diizinkan masuk ke dalam Gaza," kata laporan Al-Mayadeen.

Alih-alih menekan Israel untuk mengizinkan bantuan masuk Gaza dan menekan Israel agar berhenti dalam membombardir Gaza, AS mengambil langkah untuk menggempur Yaman dan Houthi. 

"Namun, bahkan ketika AS menghabiskan 0,21 persen dari pendapatan nasional brutonya untuk patroli jalur pelayaran, yang bermanfaat bagi tujuannya di tempat-tempat seperti lepas pantai Somalia, AS tidak akan mampu memberikan dampak yang besar terhadap Yaman," tulis ulasan Beattie.

Baca juga: Serangan ke Dua Kapal Minyak Israel di Samudera Hindia Ternyata Didalangi Garda Revolusi Iran

AS Main Solo

Saat ini, Amerika Serikat, bersama dengan Inggris, melancarkan serangan udara ke Yaman sebagai pembalasan terhadap Ansarallah Houthi Yaman, yang diakui Beattie tidak akan mulai menyerang kapal-kapal jika bukan karena Washington memberikan bantuan dan dukungan sebanyak yang diberikan kepada Israel dalam perangnya di Gaza.

Namun, jumlah sekutu AS yang siap berperang penuh di Laut Merah sangat terbatas dan hampir tidak ada.

"Meskipun beberapa negara terlibat dalam agresi di Yaman, yaitu Australia, Kanada, dan Belanda, belum lagi Bahrain, keterlibatan mereka tidak bersifat operasional," tulis laporan tersebut.

AS sendirian, bahkan Tiongkok dan India, yang keduanya memiliki kepentingan komersial di Laut Merah, tidak mengambil tindakan menentang blokade Bab al-Mandab di Yaman di hadapan kapal-kapal Israel dan kapal-kapal yang menuju Israel.

Begitu pun Mesir, yang pendapatannya dari biaya transit kanal turun 40 persen, tidak berani mengambil tindakan karena negara tersebut cemas akan dianggap menyelaraskan diri dengan kelompok pro-Israel sedangan populasinya sangat pro-Palestina.

Di sisi lain, biaya pengiriman melalui Laut Merah melonjak 310 persen sejak November lalu karena AS dan Inggris terus mengerahkan kelompok penyerang mereka di jalur perdagangan global yang strategis, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan Israel dari operasi Yaman.

"Ketika Amerika Serikat berupaya untuk menjaga jalur perdagangan tetap terbuka saat ini, pandangan mereka mungkin akan berubah besok dan begitu pula kepentingan mereka dengan kemungkinan kembalinya mantan Presiden Donald Trump ke tampuk kekuasaan, lewat kebijakan proteksionisme isolasionisnya yang bahkan mungkin akan menyebabkan dia menarik dukungannya terhadap perdagangan sekutu utama, seperti Ukraina dan Taiwan," kata Beattie menganalisis soal rapuhnya langkah AS di Laut Merah.

Beattie melanjutkan, AS diandalkan untuk membuka blokade Laut Merah oleh banyak sekutunya yang bahkan tidak mau ikut serta jika perang terjadi.

"Dan bahkan jika Amerika Serikat melakukan hal tersebut (perang lawan Houthi Yaman), mereka (sekutu AS) akan menanggung risiko jika Trump kembali ke pucuk kekuasaan," tulis analis tersebut.

Pandangan ini merujuk pada pertimbangan kalau perekonomian AS sebagian besar bergantung pada Terusan Panama dalam perdagangannya dan tidak memiliki banyak kepentingan di Selat Bab al-Mandab.

"Menjadi jelas bahwa Trump akan terus melakukan apapun (demi AS) kecuali meneruskan apa pun yang dimulai oleh Presiden Joe Biden hari ini," kata Beattie menerangkan alasan negara-negara Sekutu belum mau mengikuti instruksi AS soal Laut Merah saat ini.

Yaman Mengontrol Perdagangan Maritim

Angkatan Bersenjata Yaman pada Rabu melakukan serangan terhadap Kapal Genco Picardy milik Amerika saat kapal tersebut berlayar melalui Teluk Aden, kata juru bicara Angkatan Bersenjata Yaman (YAF) Brigadir Jenderal Yahya Saree dalam pengumumannya.

Saree mengatakan serangan itu dilakukan “untuk mendukung penderitaan rakyat Palestina dan sebagai bentuk solidaritas dengan saudara-saudara kita di Jalur Gaza, dan dalam kerangka menanggapi agresi Amerika-Inggris terhadap negara kita.”

Menembakkan beberapa rudal anti-kapal, Angkatan Bersenjata Yaman memberikan "serangan tepat dan langsung" ke Genco Picardy.

Juru bicara tersebut menegaskan kembali, YAF tidak akan ragu untuk menargetkan “semua sumber ancaman di Arab dan Laut Merah, dalam hak sah mereka untuk membela [Yaman] dan mendukung rakyat Palestina yang tertindas.”

Selain itu, Saree memperingatkan Amerika Serikat dan Inggris soal balasan yang tidak dapat dihindari atas serangan dua negara pentolan blok Barat tersebut terhadap Yaman.

Saree menambahkan, setiap agresi baru dari AS dan Inggris “tidak akan berjalan tanpa pembalasan dan hukuman.”

Menyusul agresi Amerika-Inggris yang berulang kali di Yaman, Dewan Politik Tertinggi Yaman di pemerintahan Sanaa menyatakan bahwa sekarang "semua kepentingan Amerika dan Inggris telah menjadi sasaran sah Angkatan Bersenjata Yaman."

Kementerian Luar Negeri Yaman pada hari Selasa meminta perusahaan pelayaran maritim untuk melanjutkan operasi mereka di Laut Merah “selama mereka tidak menuju ke negara Zionis.”

Kementerian mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa operasi yang menargetkan kapal-kapal di Laut Merah hanya “terbatas pada kapal-kapal milik musuh Israel atau kapal-kapal yang menuju ke pelabuhan-pelabuhan Palestina yang diduduki.”

Selain itu, menurut laporan Bloomberg, pembelaan Yaman terhadap Palestina dengan memblokir Laut Merah menyebabkan kenaikan harga spot pengiriman peti kemas sebesar 173 persen yang disebabkan oleh gangguan yang disebabkan oleh aksi milisi perlawanan Yaman di Laut Merah.

Data Freightos.com menunjukkan tarif spot untuk pengiriman kontainer berukuran 40 kaki dari Asia ke Eropa utara melampaui $4.000 pada pertengahan bulan Desember, sehingga memicu kekhawatiran di seluruh industri.

Freightos melaporkan pada Rabu bahwa biaya pengiriman dari Asia ke Mediterania melonjak menjadi $5.175, dengan operator mengisyaratkan harga naik melebihi $6.000 untuk rute ini mulai pertengahan Januari.

Pada saat yang sama, tarif dari Asia hingga Pantai Timur Amerika Utara mengalami lonjakan sebesar 55%, mencapai $3.900 untuk kontainer berukuran 40 kaki.

(oln/almydn/blmbrg/*)

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow