Arca Candi Borobudur: Jumlah, Jenis, Letak, dan Mitos Kunto Bimo
KOMPAS.com – Candi Borobudur adalah candi Buddha yang dibangun sekitar abad ke-8 dan ke-9 Masehi pada masa Dinasti Syailendra.
Letak Candi Borobudur berada di Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Baca juga: Bagian-bagian Candi Borobudur: Tingkatan, Stupa, Relief, dan Arca
Candi ini dibangun oleh para penganut Buddha aliran Mahayana dengan bahan dasar batuan andesit.
Bangunan candi berbentuk mandala dengan arsitektur punden berundak yang semakin ke atas semakin mengecil ini mencerminkan alam semesta dalam kepercayaan Buddha.
Sebagai salah satu Situs Warisan Budaya Dunia UNESCO, Candi Borobudur memiliki berbagai keistimewaan yang salah satunya terletak pada bagian arca.
Baca juga: Kisah di Balik Mitos Kunto Bimo, Arca Pembawa Keberuntungan di Candi Borobudur
Arca di Candi Borobudur
Keberadaan arca tidak hanya ditemukan di bagian tubuh candi, namun juga di sekitar candi.
Baca juga: Tingkatan Candi Borobudur: Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu
1. Arca Buddha
Dikutip dari laman Kemendikbud, arca yang terdapat pada tubuh Candi Borobudur terdiri dari Dhyani Buddha, Manusi Buddha, dan Bodhisattva dengan jumlah total 505 buah.
Adapun letak arca-arca tersebut terbagi di beberapa tingkatan candi yang jumlahnya semakin ke atas semakin sedikit.
Di tingkat Rupadhatu terdapat 432 arca Dyani Buddha dengan ukuran semakin ke atas semakin kecil dan diletakkan pada relung di segala penjuru mata angin.
Rincian jumlah arca pada tingkat Rupadhatu yaitu 104 acara di teras I, 104 arca di teras II, 88 arca di teras III, 72 arca di teras IV, dan 64 arca di teras V.
Arca Dhyani Buddha Aksobhya (yang tenang atau tidak terganggu) di sisi timur memiliki sikap tangan Bhumisparsa Mudra, kemudian arca Dhyani Buddha Ratna Sambhawa (yang dilahirkan dari permata) di sisi selatan memiliki sikap tangan Wara Mudra.
Arca Dhyani Buddha Amitabha (yang terang dan kekal) di sisi barat memiliki sikap tangan Dyhana Mudra, sementara arca Dhyani Buddha Amoghasidha (keuntungan yang tak binasa) di sisi utara memiliki sikap tangan Abhaya Mudra.
Adapun arca Dhyani Buddha Wairocana (yang bersinar atau yang menerangi) di pagar langkan baris kelima memiliki sikap Witarka Mudra
Selanjutnya di tingkat Arupadhatu terdapat 72 arca Dhyani Buddha Vajrasattva dengan sikap tangan Dharmacakramudra yang berukuran sama dan diletakkan di dalam stupa.
Rincian jumlah arca pada tingkat Arupadhatu yaitu 32 arca di teras VI, 24 arca di teras VII, dan 16 arca di teras VIII.
Kemudian di stupa induk paling atas, dahulu terdapat pula patung Sang Adhi Buddha, yaitu Buddha tertinggi dalam agama Buddha Mahayana.
Pada pemugaran candi di masa Van Erp di mana sempat dilakukan berbagai observasi dan dokumentasi yang sebagian diantaranya menyebabkan kerusakan pada stupa induk.
Stupa induk pada bagian paling atas pernah dibuka untuk mengetahui benda penting yang mungkin ada di dalamnya, meskipun kemudian yang ditemukan justru arca yang kurang sempurna.
Arca Buddha di bagian puncak ini dikenal sebagai Unfinished Buddha yang disebut masyarakat setempat dengan sebutan Mbah Belet yang sekarang disimpan di Museum Karmawibhangga.
2. Arca Singa
Selain itu, di bagian pintu masuk candi maupun di pintu naik tangga pada keempat penjuru mata angin juga ditemukan arca singa.
Arca singa di Candi Borobudur berjumlah 32 buah yang berfungsi untuk menjaga candi dari segala marabahaya.
Keberadaan arca singa berkaitan dengan simbol dari sang Buddha, yaitu Sidharta Gautama.
Dia dikenal sebagai “Singa keluarga Sakya” karena singa adalah raja para binatang yang melambangkan kekuatan, keberanian, kemenangan serta kemampuan untuk melindungi para penganut agama Buddha.
Mitos Arca Kunto Bimo
Mitos Kunto Bimo adalah sebuah kepercayaan bahwa siapa saja yang merogoh ke dalam stupa Candi Borobudur dan menyentuh bagian tertentu dari tubuh arca Buddha di dalamnya akan mendapatkan keberuntungan atau terkabul keinginannya.
Adapun arca yang dimaksud ada di dalam stupa yang berada di tingkatan Arupadhatu.
Dikutip dari TribunJateng.com, seorang arkeolog Indonesia yang pernah memimpin pemugaran Candi Borobudur, Drs. R. Soekmono mengungkap asal-usul mitos Kunto Bimo ini berasal dari akal-akalan oknum petugas candi pada tahun 1950-an demi meningkatkan pendapatan dari pengunjung candi.
Namun aksi merogoh arca Kunto Bimo sudah lama dilarang untuk dilakukan demi menjaga kelestarian batuan candi baik pada bagian arca maupun stupa.
Sumber:
kebudayaan.kemdikbud.go.id
kebudayaan.kemdikbud.go.id
kebudayaan.kemdikbud.go.id
borobudurpedia.id
perpusborobudur.kemdikbud.go.id
journals.itb.ac.id
jateng.tribunnews.com