Manajemen Bata Blak-blakan Usai Tutup Pabrik di Purwakarta dan PHK Pekerja

Manajemen PT Sepatu Bata Tbk (BATA) buka suara terkait dengan isu penutupan pabrik Sepatu Bata di Purwakarta. #bisnisupdate #update #bisnis #text

Manajemen Bata Blak-blakan Usai Tutup Pabrik di Purwakarta dan PHK Pekerja

Manajemen PT Sepatu Bata Tbk (BATA) buka suara terkait dengan isu penutupan pabrik Sepatu Bata di Purwakarta, dalam dialog dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan, dalam dialog tersebut, manajemen PT Sepatu Bata Tbk diwakili oleh para direksi yaitu Hatta Tutuko, Ahmad Danial, dan Prima Andhika Irawati, membeberkan alasan pabrik tutup adalah berkaitan dengan strategi bisnis.

BATA tengah melakukan refocusing pada lini penjualannya (store) guna menghadapi persaingan industri sepatu di dalam negeri.

“Direksi menyampaikan, dalam rangka efisiensi dan memperhatikan trend pasar yang cepat dan bervariasi, maka PT Sepatu Bata Tbk fokus pada pengembangan produk dan desain yang memenuhi selera pasar,” ujar Adie dalam pertemuan yang berlangsung, Rabu (8/5).

Selain itu, perwakilan direksi BATA juga menuturkan, pabrik Purwakarta sebenarnya hanya bagian kecil dari keseluruhan bisnis perusahaan, demikian juga dari sisi produksi, masih sangat kecil jika dibandingkan dengan produsen sepatu lainnya. Karenanya, menurut manajemen, penutupan pabrik Purwakarta merupakan langkah paling realistis.

Adapun kini untuk mengembalikan kinerja bisnis dan penjualan yang menurun dalam beberapa tahun terakhir, BATA melihat, fokus pada bisnis retail penting untuk dilakukan.

Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan PT Sepatu Bata Tbk menutup pabriknya di Purwakarta karena inefisiensi produksi dan produk yang tidak memenuhi selera konsumen, sehingga memilih untuk lebih fokus pada lini bisnis retail.

Namun, kata Adie, BATA juga menuturkan bahwa merek di bawah naungan PT Sepatu Bata Tbk seperti North Star, Power, Marie Claire, Bubblegummers, dan Weinbrenner masih berada di hati konsumen serta preferensi yang cukup baik di mata konsumen. Sehingga produksinya masih menjadi bagian strategi bisnis BATA.

“Kami melihat bahwa strategi ini penting bagi perusahaan, seperti halnya merek-merek besar sepatu global yang berfokus pada pengembangan produk dan merek.” kata Adie.

Dari data yang ada, pabrik Sepatu Bata sebelum penutupan hanya menyisakan 233 orang karyawan dan produksi yang hanya 30 persen dari kapasitas. Di sisi lain terjadi juga penurunan produksi di pabrik tersebut, dari sebelumnya 3,5 juta pasang pada tahun 2018, menurun menjadi 1,15 juta pasang di tahun 2023.

"Dampaknya PT Sepatu Bata Tbk mengalami peningkatan kerugian setiap tahun, terus menurunnya nilai aset, menurunnya ekuitas, serta liabilitas yang terus meningkat," ujar Adie.

Kendati ada penutupan pabrik, namun menurut Adie, BATA menjamin kualitas produk yang dipasarkan tetap sama lantaran masih bersumber dari produsen dalam negeri yang selama ini bekerja sama dengan mereka, seperti PT Prestasi Ide Jaya dan enam pabrik lainnya. Diharapkan, strategi ini dapat meningkatkan penjualan, yang pada gilirannya akan meningkatkan juga produksi di tujuh pabrik tersebut.

Di sisi lain, Adie juga mengatakan pihak BATA akan mengalihkan pegawai usia produktif yang sebelumnya bekerja di pabrik BATA Purwakarta, untuk bekerja di pabrik BATA yang lain.

"Selain itu, pekerja di usia produktif yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan dialihkan ke pabrik sepatu lain di sekitar Purwakarta," kata Adie.

Kemenperin Pandang Langkah Tutup Pabrik Kurang Tepat

Meski demikian, Adie memandang langkah yang diambil oleh PT Sepatu Bata Tbk tersebut sebenarnya dianggap kurang tepat, karena saat ini kondisi industri sepatu nasional tumbuh terus dengan kebijakan pengendalian terhadap impor barang jadi (konsumsi) dan jaminan bahan baku.

Sehingga, Kemenperin berharap setelah kondisi perusahaan membaik, suatu saat perusahaan bisa membuka kembali pabriknya di Indonesia dengan kapasitas yang lebih besar.

Kemenperin mencatat penjualan Bata melalui toko-toko yang dimilikinya dalam dua tahun terakhir cenderung mengalami perbaikan.

Adapun pemberlakuan Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk barang konsumsi alas kaki sesuai Permendag 36/2023 berikut perubahannya diharapkan oleh pemerintah akan melindungi pasar dalam negeri dari serbuan barang impor, sehingga penjualan produk dalam negeri akan terus tumbuh.

Adie mengakui kebijakan lartas yang diterapkan oleh Pemerintah seharusnya dianggap sebagai angin segar bagi industri dalam negeri untuk terus meningkatkan produksinya.

Catatan Kemenperin, kinerja industri kulit dan alas kaki pada triwulan I/2024 mengalami peningkatan, ditunjukkan oleh pertumbuhan sebesar 5,9 persen (YoY), peningkatan ekspor sebesar 0,95 persen (YoY), dan penurunan impor hingga 1,38 persen (YoY), dan kinerja Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang terus mengalami kenaikan secara berturut-turut mulai bulan November 2023 hingga Februari 2024.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow