KPU Anggap Sirekap Sebuah Kemajuan

Komisioner KPU menyebut Sirekap adalah sebuah kemajuan untuk menjadi alat transparansi Pemilu.

KPU Anggap Sirekap Sebuah Kemajuan

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan bahwa Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang mereka terapkan untuk 5 jenis pemungutan suara pada Pemilu 2024 merupakan sebuah kemajuan.

KPU menegaskan bahwa kendati terjadi kesalahan pembacaan angka oleh sistem dari foto formulir C.Hasil plano di TPS, namun foto asli formulir C.Hasil itu toh tetap diunggah ke Sirekap.

Foto itu bisa diakses publik dan dijadikan bahan pengawasan bersama terhadap data digital perolehan suara yang telah diolah Sirekap.

"Sirekap adalah teknologi yang mempublikasi formulir model C.Hasil plano dan jika dibandingkan dengan Pemilu Serentak 2019 yang lalu, hari ini jauh lebih baik dalam KPU membuka informasi seluas-luasnya mengenai hasil perhitungan suara di TPS," kata Koordinator Divisi Teknis KPU RI Idham Holik kepada wartawan, Kamis (22/2/2024).

"Justru hari ini kami lebih maju karena formulir model c.hasil plano sebagai sumber data autentik perolehan suara di TPS untuk seluruh peserta pemilu kami publikasi dan semua masyarakat Indonesia bisa mengakses tersebut," jelasnya.

Baca juga: ICW Kritik Ketua KPU Enggan Buka Anggaran Sirekap ke Media

Untuk alasan itu lah, KPU sejauh ini enggan menuruti keinginan sejumlah pihak agar menghentikan penayangan data perolehan suara di Sirekap.

Idham menyampaikan, penayangan data itu adalah bagian dari transparansi dan keterbukaan informasi publik.

Di sisi lain, hasil akhir pilpres tetap ditentukan lewat penghitungan suara manual berjenjang dari tingkat TPS, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinisi, hingga tingkat nasional.

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti bahwa jika memang KPU memiliki semangat transparansi terhadap Sirekap, maka seharusnya lembaga penyelenggara pemilu itu juga membuka anggaran pengadaan dan pengembangan alat bantu penghitungan suara itu.

"Kalau KPU semangatnya keterbukaan dan transparansi, anggaran sekecil apa pun harusnya dipublikasikan, tidak ditutup-tutupi, apalagi untuk permasalahan yang tengah menjadi perbincangan di tengah publik yang besar," kata pengampu Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha, kepada wartawan di kantor KPU RI, Kamis (22/2/2024).

"Publik sudah menduga ada kecurangan, ada kekisruhan akibat Sirekap, tapi KPU tidak memberikan informasi terkait itu. Itu kan ironis sebetulnya," sambungnya.

Baca juga: KPU Akan Rapat Bahas Surat PDI-P Tolak Sirekap

Dalam jumpa pers, Kamis (15/2/2024), Kompas.com bertanya kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengenai biaya kerja sama pengadaan dan pengembangan Sirekap untuk Pemilu 2024 yang diteken bersama Institut Teknologi Bandung (ITB).

Kompas.com juga bertanya soal kemungkinan adanya efisiensi sistem agar sesuai dengan anggaran yang dikerjasamakan dalam menyiapkan Sirekap, yang menyebabkan sistem itu kini disoroti karena salah membaca jumlah suara peserta Pemilu 2024 dari formulir C.Hasil di TPS.

Hasyim tak menjawab hal tersebut dan ketika ditegaskan kembali, ia berujar bahwa "hal tersebut tidak perlu" dijawab.

"Harusnya apa pun itu yang berkenaan dengan Sirekap, mau anggaran, mau pengadaannya, itu harusnya diberikan oleh KPU, tidak ditutup-tutupi," kata Egi.

"Itu informasi terbuka, anggaran publik yang didapat melalui pajak, pajak yang kita bayarkan sebagai warga negara, itu adalah anggaran yang terbuka," lanjutnya.

Baca juga: Sirekap Pilpres 2024 KPU Data 73 Persen: Anies 24,25 Persen, Prabowo 58,77 Persen, Ganjar 16,98 Persen

ICW hari ini telah menyampaikan permohonan informasi anggaran, pengadaan, hingga riwayat kerusakan Sirekap.

Egi mengatakan, pihaknya ingin meninjau pula, mengapa dana yang dianggarkan justru menghasilkan sistem yang "berantakan".

Dari permohonan dokumen informasi itu, ICW juga ingin menelisik mengapa KPU menggunakan sistem yang dianggap belum siap, untuk Pemilu 2024 yang rumit: 5 jenis pemilu dalam satu hari di 820.000 lebih TPS se-Indonesia.

"Karena permasalahan di hulu bisa, pada akhirnya berujung di permasalahan di hilir yaitu soal selisih suara dan sebagainya. Di hulu seperti apa untuk melihat kemudian di hilir. Kami mau memeriksa dari dokumen yang kami ajukan," jelasnya.

Ia setuju bahwa dengan kisruh ini, Sirekap semestinya diaudit seluruh prosesnya, bukan sekadar koreksi selisih suara yang salah konversi di dalam alat bantu tersebut.

Ia menegaskan, perencanaan yang buruk pada tahap awal dapat berakibat pada kerusakan atau praktik buruk.

"Kami ingin memeriksa anggarannya berapa sebesar apa, detailnya seperti apa, digunakan untuk apa saja, apakah perencanaannya sejak awal sudah dilakukan dengan patut atau tidak," ucap Egi.

Egi mengingatkan, sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, KPU RI punya waktu 3 hari kerja untuk menjawab permohonan informasi yang dilayangkan.

"Jadi kami akan tunggu 3 hari kerja," ucapnya.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow