Koalisi Besar Diprediksi Bayangi Pemerintahan Baru Pengganti Jokowi

Peta politik Indonesia usai gelaran pemilu 2024 diperkirakan tak akan lepas dari adanya koalisi besar. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik UII Philips J Vermonte menjabarkan alasannya. Apa itu?

Koalisi Besar Diprediksi Bayangi Pemerintahan Baru Pengganti Jokowi

Peta politik Indonesia usai gelaran pemilu 2024 diperkirakan tak akan lepas dari adanya koalisi besar. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari Universitas Islam International Indonesia Philips J Vermonte mengatakan salah satu faktor yang mendorong lahirnya koalisi besar adalah tantangan untuk bersama menghadapi dinamika global. 

Menurut Philips situasi Indonesia saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh upaya mempertahankan kepentingan dalam negeri dalam menghadapi ancaman dari luar negeri. Hal ini seiring dengan kecenderungan adanya gerakan untuk mengukur kekuatan dan peluang yang dimiliki atau inward looking seperti untuk isu geopolitik kawasan, perdagangan, climate change dan demokrasi. 

Situasi global yang berkembang saat ini menurut Philips tidak hanya akan menjadi perhatian pemerintahan yang menang dalam pemilu tetapi juga oleh lawan politik. Atas pertimbangan ini ia menilai siapapun yang akan menang di pemilu presiden 2024 akan mengambil posisi yang sama dalam menjalankan pemerintahan ke depan. 

“Karena itu saya tidak heran kalau nanti ternyata pasca pembentukan pemerintahan yang terjadi adalah koalisi besar lagi sebagaimana yang selalu menjadi trend di Indonesia,” ujar Philips dalam sesi diskusi Indonesia Landscape IDE Katadata 2024 di Kempinski Hotel Indonesia, Selasa (5/3). 

Baca juga:

  • DPR Mulai Bersidang Hari Ini, Partai Saling Tunggu Gulirkan Hak Angket
  • Daftar Caleg Dapil Jabar XI Potensi ke DPR, Mulan Jameela Melenggang
  • Daftar Caleg Jabar VII Potensi ke DPR, Dedi Mulyadi hingga Verrell PAN

Terbentuknya koalisi besar menurut Philips dimungkinkan terjadi lantaran pemerintahan Indonesia didasarkan pada sistem presidensial. Hal itu membuat pemerintah berusaha mendapat sokongan dari banyak partai. 

Di sisi lain Philips mengatakan terdapat beban masa lalu bagi para presiden terpilih tentang potensi digulingkan di tengah pemerintahan seperti yang dialami oleh Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Pada 2001 Gus Dur diminta mundur dan selanjutnya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat wakil presiden. 

Menurut Philips upaya membentuk koalisi besar merupakan ikhtiar dari presiden terpilih untuk memastikan pemerintahan berjalan selama lima tahun. Ia menilai upaya untuk mempertahankan stabilitas memaksa presiden bernegosiasi terus menerus dengan banyak partai. 

“Dari sisi stabilitas dia baik tapi dari sisi transparansi, power balance dia mungkin dalam jangka waktu lama akan merugikan karena bisa ada kelompok yang terpaksa disingkirkan,” ujar Philips. 

Hingga saat ini Komisi Pemilihan Umum masih melanjutkan rekapitulasi perhitungan suara hasil pemilu 2024. Meski belum ada hasil akhir, merujuk hitung cepat atau quick count yang digelar sejumlah lembaga survei pasangan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka diprediksi menang dengan raihan suara di kisaran 58%. 

Pilpres 2024 diprediksi akan berlangsung satu putaran lantaran suara Prabowo - Gibran sudah di atas 50%. Sementara pasangan lain hanya meraih sekitar 24% untuk Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, dan sekitar 16% untuk pasangan Ganjar Pranowo - Mahfud MD. 

Pasangan Prabowo - Gibran didukung oleh Koalisi Indonesia Maju yang terdiri dari Gerindra, Golkar, Partai Amanat Nasional, Demokrat, Partai Bulan Bintang, Gelora, Garuda dan Prima. Adapun kubu Anies - Muhaimin didukung Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Nasional Demokrat. Sedangkan kubu Ganjar - Mahfud didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Hanura dan Perindo. 

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow