Guru Mental Kuli: Cermin Buram Pendidikan Kita

Perilaku malas dan seenaknya dalam mengajar sudah menjadi rahasia umum di banyak sekolah

Guru Mental Kuli: Cermin Buram Pendidikan Kita

"Jadilah guru yang mengajar dengan hati, bukan hanya menjalankan rutinitas belaka."

Guru sejatinya adalah sosok panutan dan teladan bagi para murid. Sayangnya, fakta di lapangan menunjukkan banyak guru justru menjadi contoh buruk dengan mental kuli mereka. Perilaku malas dan seenaknya dalam mengajar sudah menjadi rahasia umum di banyak sekolah. Tentu kondisi ini sangat memprihatinkan dan menunjukkan betapa buruknya sistem pendidikan kita. 

Salah satu indikasi guru bermental kuli adalah ketika mereka hanya giat mengajar jika ada pengawasan kepala sekolah. Begitu tak diawasi, mereka langsung malas-malasan. Misalnya, sering meninggalkan kelas lebih awal dengan alasan ke toilet atau ke kantor guru, padahal sekadar bersantai.

Menurut pengamatan saya selama bertahun-tahun mengabdi sebagai guru, perilaku kuli semacam ini sangat merugikan proses belajar mengajar. Waktu efektif mengajar yang memang relatif singkat, sekitar 5-6 jam sehari, menjadi berkurang drastis. Para murid pun dirugikan karena kehilangan kesempatan belajar lebih banyak dari guru.

Sebagai praktisi pendidikan, saya prihatin melihat kondisi ini. Guru seharusnya hadir di kelas bukan sekadar menjalankan rutinitas, melainkan benar-benar memiliki dedikasi untuk mencerdaskan anak didik demi masa depan bangsa. Sayangnya, semangat seperti itu makin langka. 

Menurut saya, perilaku kuli para guru ini mencerminkan gagalnya sistem pendidikan kita membentuk guru-guru profesional. Mulai dari rekrutmen yang asal-asalan, pelatihan yang kurang memadai, hingga lemahnya pengawasan kinerja guru. Kondisi inilah yang menurunkan etos kerja guru.

Pertama, kegagalan rekrutmen guru. Selama ini, rekrutmen lebih mengejar target kuantitas ketimbang kualitas. Proses seleksinya pun tidak ketat untuk mendapatkan calon guru terbaik dari sisi kualitas akademik, kepribadian, dan motivasi mengajar. 

Akibatnya, banyak yang lolos seleksi walau motivasi mengajarnya minim. Mereka cuma ingin jadi ASN dan dapat gaji rutin, bukan bernafsu mencerdaskan murid. Makanya, begitu jadi ASN, semangat mengajar langsung hilang. Inilah akar masalahnya.

Kedua, pelatihan guru pemula yang asal-asalan. Materinya kurang komprehensif untuk membekali calon guru menjadi pendidik profesional. Alhasil, banyak guru pemula langsung mengajar tanpa persiapan matang. Wajar jika penampilan mereka jadi kurang maksimal dan cenderung malas-malasan.

Ketiga, lemahnya pengawasan guru. Kepala sekolah disibukkan urusan birokrasi sehingga jarang melakukan observasi mengajar secara rutin. Pengawas pendidikan pun jumlahnya terbatas, intensitas pemantauannya jadi kurang. Akibatnya, kinerja guru tak terpantau dengan baik. Yang malas pun dibiarkan.

Keempat, tunjangan kesejahteraan guru yang belum memadai, apalagi di daerah terpencil. Hal ini turut memengaruhi motivasi kerja guru. Terlebih dengan beban kerja yang cukup berat, insentif yang diterima dirasa belum sepadan.

Kelima, budaya kerja guru yang kurang kondusif. Misalnya, kurangnya sharing praktik pembelajaran antar guru dan jarang dilakukan evaluasi bersama untuk perbaikan kualitas mengajar. Padahal hal ini penting agar guru terus termotivasi meningkatkan kompetensinya.

Keenam, terbatasnya kesempatan pengembangan karir guru. Banyak guru yang stagnan pada jenjangnya tanpa bisa berkembang jadi kepala sekolah atau pengawas, akibat terhambat birokrasi yang rumit. Kondisi ini pun turut memengaruhi motivasi.

Dari berbagai permasalahan di atas, jelas terlihat bahwa mental kuli sebagian guru bukan semata kesalahan individu, melainkan persoalan sistemik yang harus diselesaikan. Jika tidak, kualitas pendidikan Indonesia akan terus memprihatinkan karena para gurunya saja sudah 'sakit'. 

Oleh karena itu, saya mendesak pemerintah dan instansi terkait agar segera memperbaiki sistem pendidikan dan kesejahteraan guru secara menyeluruh. Pertama, perbaiki sistem rekrutmen guru lebih selektif dan ketat. 

Kedua, tingkatkan kualitas pelatihan guru pemula agar lebih komprehensif. Ketiga, tambah jumlah pengawas pendidikan dan percepat digitalisasi pengawasan guru. Keempat, tingkatkan tunjangan kesejahteraan dan insentif kinerja bagi guru. 

Kelima, ciptakan budaya kerja guru yang lebih kondusif dengan sharing praktik pembelajaran dan evaluasi bersama secara berkala. Keenam, buka kesempatan pengembangan karir guru yang lebih luas melalui relaksasi birokrasi.

Dengan langkah-langkah perbaikan sistemik tersebut, saya yakin kita bisa mencetak generasi guru yang lebih profesional dan berdedikasi tinggi dalam mencerdaskan anak didik. Guru yang hadir di kelas bukan semata menjalankan rutinitas, melainkan benar-benar terbebani tanggung jawab mendidik demi masa depan bangsa. 

Itulah guru sejati yang kita butuhkan. Bukan guru kelas kuli yang cuma memikirkan gaji bulanan. Sudah saatnya kita intropeksi diri dan memperbaiki sistem pendidikan ini dari hulu ke hilir demi mewujudkan cita-cita mencerdaskan anak bangsa. Tidak ada jalan pintas selain melakukan perubahan fundamental di tubuh pendidikan kita saat ini.***

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow