Gempa Jepang begitu dahsyat, tapi mengapa jumlah korban terbilang minim?

Dahsyatnya gempa berkekuatan 7,5 magnitudo di Jepang pada Senin (1/1) bisa dilihat dari dampaknya terhadap pergerakan tanah. Apa saja faktor yang membuat Jepang siap menghadapi gempa?

Gempa Jepang begitu dahsyat, tapi mengapa jumlah korban terbilang minim?

Jonathan Amos

Koresponden BBC di bidang sains

Dahsyatnya gempa berkekuatan 7,5 magnitudo di Jepang pada Senin (01/01) bisa dilihat dari dampaknya terhadap pergerakan tanah.

Di beberapa tempat, permukaan tanah naik hingga di atas empat meter dan bergerak ke samping sekitar satu meter.

Sebagai negara yang rawan terkena gempa, Jepang sangatlah maju dalam memantau apa saja yang terjadi saat bumi berguncang.

Inilah yang membuat mereka mampu membuat pengukuran yang terperinci.

Terdapat jaringan stasiun GPS di titik-titik strategis di seluruh Jepang.

Karena itu, ketika gempa bumi melanda, para ilmuwan dapat menyebutkan seberapa jauh masing-masing titik GPS ini berpindah – yang dapat diartikan menjadi seberapa jauh bentang bumi tertekuk serta bergeser.

Menurut sistem GPS, gempa Senin (01/01) mengakibatkan daratan Jepang berpindah 130 sentimeter ke arah barat.

Para ilmuwan juga memantau Jepang dari angkasa dengan membandingkan foto-foto satelit sebelum dan sesudah gempa bumi.

Pada pengorbitan terakhirnya, pesawat ruang angkasa ALOS-2 melaporkan bahwa jarak antara pesawat dan daratan telah memendek saking kuatnya gempa sampai-sampai mendongkrak permukaan bumi.

Pergerakan tanah terbesar terjadi di sisi barat Semenanjung Noto.

Dasar laut di kawasan lepas pantai Semenanjung Noto juga bergeser, sehingga memicu gelombang tsunami sekitar 80 sentimeter.

Sisi positifnya adalah, pengangkatan tanah ini bisa jadi mengurangi dampak gelombang tinggi saat menghantam garis pantai.

Mengapa jumlah korban jiwa terbilang minim?

Kematian satu orang saja tetaplah tragis, tetapi kecilnya jumlah orang yang tewas dalam bencana Senin (1/1) silam adalah sesuatu yang patut dikagumi - kendati hingga kini upaya pencarian orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan masih berlangsung.

Perhitungan sejauh ini memperkirakan jumlah kematian akibat gempa Jepang akan mencapai - paling banyak - 100 orang atau lebih.

Baca juga:

  • Gempa dan tsunami di Jepang, 62 orang meninggal, upaya penyelamatan terkendala 'kebakaran, rumah roboh dan jalanan rusak'
  • Gempa dan tsunami Jepang – Cara masyarakat belajar dari gempa satu abad lalu
  • Pesawat pengangkut bantuan korban gempa bertabrakan dengan pesawat Japan Airlines, lima orang tewas

Gempa Jepang ini bisa dibandingkan dengan gempa di Turki tahun lalu yang berkekuatan 7,8 magnitudo.

Walaupun dahsyatnya kedua gempa bumi ini cukup mirip, tetapi jumlah korban jiwa di Turki dan Suriah mencapai lebih dari 50.000 orang.

Pada 2010, ketika gempa berkekuatan 7 magnitudo menghajar Haiti, lebih dari 100.000 orang meninggal dalam peristiwa naas itu.

Mengapa jumlah korban jiwanya bisa begitu berbeda? Jawabannya sederhana: kesiapan.

Apa saja faktor yang membuat Jepang siap menghadapi gempa?

Secara geografis, Jepang terletak di pertemuan empat lempeng tektonik utama.

Sebagai salah satu kawasan dengan aktivitas seismik tertinggi di Bumi, Jepang “menyumbang” sekitar 20% gempa global berkekuatan 6 magnitudo atau lebih.

Jaringan seismometer mencatat kejadian serupa terjadi setiap rata-rata lima menit.

Jepang pun berinvestasi besar untuk membangun infrastruktur dan masyarakat yang tangguh untuk menghadapi gempa bumi.

Jepang secara ketat menerapkan aturan bangunan - yakni panduan untuk konstruksi bangunan.

Penduduknya juga dilatih dengan baik dalam merespons guncangan tanah.

Selain itu, sistem peringatan dini di Jepang juga merupakan salah satu yang paling mutakhir di dunia.

Walaupun para ilmuwan belum bisa memprediksi secara tepat waktu kejadian dan skala gempa, tetapi peringatan gempa bumi secara serta merta langsung terlihat di jaringan TV, radio, dan telepon genggam.

Notifikasi ini bisa sampai ke orang-orang yang jauh dari pusat gempa sekitar 10 hingga 20 detik sebelum getaran paling kuat terjadi.

Sekilas waktunya tidak banyak, tetapi sebenarnya ini cukup untuk membuka pintu di stasiun pemadam kebakaran setempat, mengerem kereta api berkecepatan tinggi, dan memberi kesempatan kepada semua orang untuk “merunduk, berlindung, dan berpegangan.”

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow