RI Butuh Investasi Rp 13 Ribu T Agar Ekonomi Tumbuh 8%, Bagaimana Caranya?
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memerlukan investasi sebesar Rp 13.528 triliun dalam lima tahun ke depan demi mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%.
Deputi Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Riyatno mengatakan 30% dari target pertumbuhan ekonomi ini bakal ditopang sektor investasi, baik itu asing maupun domestik.
“Investasi menjadi pendukung terbesar kedua setelah konsumsi, sekitar 27% sampai 30%. Jadi kebutuhan investasi ini semakin tinggi,” kata Riyatno dalam forum diskusi ‘Strategi Pangkas Birokrasi Perizinan’ yang diselenggarakan BKPM dan Katadata.co.id, Kamis (19/12).
Investasi di Indonesia selama lima tahun ke depan ditargetkan tumbuh di kisaran 13% hingga 19%. Pada tahun 2025, realisasi PMA dan PMDN ditargetkan mencapai Rp1.906 triliun, atau naik 15,52% dibandingkan tahun 2024.
Baca juga:
- Ketidakpastian Hukum Bikin Asing Malas Investasi di Indonesia
Jumlah ini ditargetkan terus tumbuh hingga mencapai Rp3.544 triliun pada 2029. Pertumbuhan investasi diperkirakan bakal mampu menciptakan rata-rata 3.400 lapangan pekerjaan per tahun.
Meski demikian, Indonesia memiliki tantangan yakni kepastian hukum. Riyatno menjelaskan, RI punya nilai tertinggi terkait kerangka regulasi dan efisiensi operasional.
Oleh sebab itu, pemerintah akan membenahi kepastian hukum secara kolaborasi agar sasaran investasi tercapai. “Kalau orang bilang, teorinya bagus tapi praktiknya kurang. Ini PR kami bersama kementerian dan lembaga lain,” ujarnya.
Ketua Komite tetap Strategi dan Promosi Investasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shaanti Shamdasani mengatakan, salah satu tolok ukur penting menarik investasi Indonesia adalah kepastian hukum.
“Banyak yang melihat bahwa, sistem hukum kita, sistem judicial kita, tidak transparan, tidak adil, dan memakan waktu sangat lama, dan justru akhirnya membuat investor ini, akhirnya frustrasi, tutup pabrik, tinggalkan di Indonesia,” ujar Shaanti dalam acara yang sama.
Turunkan ICOR
Pemerintah juga berencana menurunkan incremental capital output ratio (ICOR) ke rata-rata 4,15% per tahunnya. Sebagai informasi, ICOR merupakan parameter efisiensi suatu negara dalam hal investasi.
Angka ICOR yang tinggi menandakan suatu negara tidak efisien dalam memanfaatkan investasi yang masuk untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi.
Saat ini, ICOR Indonesia masih berada di 6,3%. Kepala Pusat Kajian Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho menyebut, angka ini menandakan Indonesia masih sangat tidak kompetitif.
“Kalau dibandingkan dengan India, Thailand, Malaysia, rata-rata paling besar itu 4%. Sedangkan ICOR kita masih sangat boros,” kata Andry dalam forum diskusi yang sama.
Dengan kondisi ini, menurut INDEF, setidaknya terdapat dua cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk tetap dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%.
“Opsi pertama, ICOR perlu diturunkan sampai 3,75% jika porsi investasinya tetap ingin seperti sekarang di 30%,” kata Andry.
Opsi kedua, jika ICOR tidak bisa diturunkan dan hanya berada di kisaran 5%, maka porsi investasi dalam pertumbuhan ekonomi harus lebih dari 30%.
Tahun ini target realisasi investasi Indonesia mencapai Rp 1.650 triliun. Dari Januari hingga September 2024, BKPM melaporkan realisasi investasi Indonesia telah mencapai Rp 1.261 triliun atau setara 76,4% dari target.