Ekonom Ini Ungkap Dampak Resesi Jepang dan Inggris ke Perekonomian RI

Ekonom CORE menyebut dampak dari resesi Jepang terhadap perekonomian RI lebih terasa dibanding Inggris.

Ekonom Ini Ungkap Dampak Resesi Jepang dan Inggris ke Perekonomian RI

TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, menjelaskan dampak kondisi Jepang dan Inggris yang tengah memasuki masa resesi atau krisis terhadap Indonesia. Menurut dia, dampak dari resesi di Negeri Sakura itu lebih terasa dibanding Inggris.

“Kalo di antara Jepang dan Inggris, jelas Jepang itu lebih besar dampaknya bagi kita, karena Jepang itu salah satu mitra dagang terbesar selain Tiongkok, Amerika, dan ASEAN,” ujar Faisal kepada Tempo, dikutip Senin, 19 Februari 2024.

Dia menjelaskan, perlambatan ekonomi atau kontraksi ekonomi yang terjadi di Jepang ini berpengaruh dalam menurunkan kinerja ekspor Indonesia, terutama ke Jepang.

“Terlebih kalau kita melihat struktur ekspor kita ke Jepang ini banyak komoditas, termasuk di dalamnya energi, seperti batubara dan gas,” tuturnya.

Selain itu, resesi yang terjadi ini juga berkaitan dengan value chain atau rantai nilai untuk industri manufaktur, seperti otomotif. “Jadi perlambatan ekonomi di Jepang juga akan menurunkan ekspor manufaktur kita,” kata dia.

Faisal menuturkan, berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Januari 2024 lalu, pertumbuhan ekspor Indonesia ke Jepang tercatat kontraksi atau turun 9 persen. Sementara secara tahunan atau year-on-year (yoy) menjadi salah satu sektor yang turun paling dalam yaitu -22,7 persen. “Jadi memang ada dampaknya ke perdagangan kita, terutama ekspor kita ke Jepang.”

Sedangkan Inggris, kata Faisal, bukan termasuk mitra dagang paling besar sehingga pengaruhnya relatif kecil bagi perekonomian RI. “Walaupun Uni Eropa itu salah satu yang besar, tapi yang paling besar (mitra dagang RI) itu Jerman, Belanda, dan Italia. Jadi kalau buat Indonesia terjadi resesi di Inggris itu relatif kecil kalau ke Indonesia,” ucapnya.

Sebagai informasi, ekspor RI pada Januari 2024 mencapai US$ 20,52 miliar. Angka ini turun 8,34 persen dibanding Desember 2023. Ekspor nonmigas Januari 2024 mencapai US$ 19,13 miliar, turun 8,54 persen dibanding Desember 2023, dan turun 8,20 persen jika dibanding ekspor nonmigas Januari 2023.

Dari sepuluh komoditas dengan nilai ekspor nonmigas terbesar Januari 2024, komoditas dengan penurunan terbesar dibanding Desember 2023 adalah bahan bakar mineral sebesar US$ 805,9 juta (20,81 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$ 208,0 juta (10,36 persen).

Diketahui, Produk domestik bruto (PDB) Jepang turun 0,4 persen (yoy) pada periode Oktober-Desember setelah penurunan 3,3 persen pada kuartal sebelumnya. Hasil ini mengacaukan perkiraan pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 1,4 persen. Kontraksi dua kuartal berturut-turut biasanya dianggap sebagai definisi resesi teknis.

Sementara Inggris juga menyusul masuk ke jurang resesi setelah pertumbuhan ekonominya mencatat pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut. PDB Inggris kontraksi 0,3 persen pada kuartal IV-2023. Sementara, kuartal III-2023 ekonomi Inggris juga turun 0,1 persen.

DEFARA DHANYA | REUTERS

Pilihan Editor: Subsidi BBM Dialihkan untuk Makan Siang Gratis, Gibran: Saya Belum Dilantik Sudah Pada Ribut

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow