DPR AS Loloskan UU Larangan TikTok

DPR Amerika Serikat (AS) meloloskan Undang-undang larangan TikTok. UU ini memberikan dua pilihan bagi Bytedance, dengan risiko TikTok diblokir di AS.

DPR AS Loloskan UU Larangan TikTok

KOMPAS.com - Penentuan nasib aplikasi TikTok di Amerika Serikat (AS) sudah di depan mata.

Sebab, Rancangan Undang-undang (RUU) larangan (ban) TikTok kini sudah disetujui oleh anggota kongres, alias DPR-nya AS pada Sabtu (20/4/2024), dan segera diundangkan dan ditandatangani oleh Presiden AS, Joe Biden.

Undang-undang ini menawarkan dua pilihan kepada TikTok. Pertama adalah TikTok wajib membuat perusahaan tersendiri (divestasi) di AS, terpisah dari perusahaan induknya di China, Bytedance. Pilihan kedua adalah TikTok diblokir di AS.

Apabila diblokir, artinya pengguna TikTok di AS tidak akan dapat mengakses platform video pendek itu lagi, dihimpun dari Channel News Asia dan dikutip KompasTekno, Minggu (21/4/2024).

Baca juga: Joe Biden Telepon Xi Jinping Bahas TikTok, soal Apa?

Menanggapi RUU tersebut, TikTok pun mengajukan surat keberatannya. Menurut pihak TikTok, keputusan DPR AS “berlindung” di bawah aturan bantuan asing sama saja membatasi hak kebebasan berbicara dari 170 juta orang Amerika.

“Sangat disayangkan bahwa kongres (DPR) berlindung di balik bantuan asing dan kemanusiaan yang penting untuk menekan hak kebebasan berbicara 170 juta orang Amerika, 7 juta pelaku bisnis, dan menutup platform yang berhasil menyumbang 24 miliar dollar AS (sekitar Rp 389 triliun) untuk perekonomian AS tiap tahunnya,” tulis TikTok.

Untuk diketahui, Undang-Undang pembatasan TikTok ini disetujui setelah DPR AS meloloskan bantuan tambahan kepada Ukraina, Israel, dan Taiwan. Alokasi dana yang dikucurkan sekitar 95 miliar dollar AS (setara Rp 1.540 triliun).

Jumlah 170 juta orang yang disebut TikTok merujuk pada jumlah pengguna aktif AS yang menggunakan TikTok.

Angka tersebut bisa dikatakan paling banyak secara global. Posisi keduanya diboyong oleh Indonesia dengan jumlah pengguna aktif sebanyak 126,8 juta per awal 2024, menurut DataReportal.

Diberi waktu 6 bulan

Di bawah aturan perundang-undangan TikTok yang baru, ByteDance harus segera menjual aplikasi TikTok-nya ke AS dalam kurun waktu enam bulan, artinya hingga September 2024.

Jika hal tersebut tidak dilakukan, TikTok kemungkinan besar tersingkirkan dari Negeri Paman Sam.

Baca juga: Amerika Siapkan Aturan Baru untuk TikTok, Pisah dari Bytedance atau Diblokir

Namun, TikTok akan diberi waktu tambahan tiga bulan apabila diperlukan. Tambahan waktu bakal diberikan untuk memperlancar proses transaksi apabila ada pembeli yang tertarik memboyong aplikasi TikTok.

“Perintah menjual TikTok selama enam bulan ke depan (mungkin) sukar tercapai. Oleh sebab itu, kami membuat modifikasi,” ungkap Ketua Komisi Perdagangan Fraksi Partai Demokrat, Maria Cantwell, seperti yang dikutip dari Kompas.id.

Jika hal ini terealisasikan, ByteDance bisa dikatakan merugi. Tidak hanya kehilangan aplikasi “kesayangannya”, ByteDance tidak akan dapat mengakses algoritma untuk menyuguhkan konten video sesuai minat dari para pengguna.

Mekanisme algoritma TikTok ini pasalnya adalah kunci dari kesuksesan platform.

Digodog sejak Maret

Undang-undang ini sejatinya mulai digodog DPR AS pada awal Maret lalu, yang diberi nama “Protecting Americans from Foreign Adversary Controlled Applications Act (Perlindungan Warga dan Aplikasi yang Dikendalikan Pesaing Asing).

Nah, pemerintah AS, terutama sebagian anggota kongres dan pejabat di AS, khawatir apabila aplikasi TikTok digunakan pemerintah China sebagai alat mata-mata, hingga melakukan aksi propaganda terhadap pengguna AS.

Contohnya, mengumpulkan data pribadi warga atau perusahaan AS lewat akun TikTok. Pemerintah AS juga menduga bahwa Beijing punya kuasa dan kemampuan “memaksa” perusahaan-perusahaan China untuk melakukan kegiatan mata-mata.

Maka dari itu, AS cukup gencar menggelontorkan aturan baru untuk memblokir penggunaan TikTok di negaranya. Namun, Kementerian Luar Negeri China mengajukan protes tertanggal 13 Maret 2024 lalu dan menyebut AS telah melakukan perundungan.

CEO TikTok, Shou Zi Chew juga buka suara soal masalah ini. Dalam akun X Twitter pribadinya, ia menyebut bahwa upaya pemblokiran TikTok di AS sama sama menutup lapangan pekerjaan para pelaku bisnis di TikTok. Ia juga mengklaim bahwa data pengguna TikTok selalu dilindungi.

“Kami berkomitmen menjaga perlindungan data pribadi para pengguna. Apabila TikTok ditutup, ini akan berdampak pada ribuan orang yang bekerja untuk perusahaan. Belum lagi, ad ajutaan pengguna yang juga mencari nafkah di TikTok,” tulis Shou Zi Chew.

Ancam kebebasan bersuara

Selama proses voting anggota DPR soal aturan baru TikTok, ada juga beberapa pihak yang tidak setuju. Beberapa anggota kongres tidak setuju, jika TikTok harus diblokir dari Amerika Serikat. Ultimatum pemblokiran disebut-disebut tidak sesuai dengan semangat dan prinsip negara Amerika Serikat.

“Mengancam melakukan pemblokiran tidak sesuai dengan semangat bangsa Amerika Serikat, yakni kebebasan berekspresi,” ungkap Senator Rand Paul, salah satu perwakilan Partai Republik yang tidak setuju soal aturan ini.

Di luar pemerintahan, CEO SpaceX dan Tesla Elon Musk juga menyuarakan pendapatnya lewat akun X Twitter pribadinya (@elonmusk). Menurut Muk, pelarangan TikTok jelas bertentangan dengan kebebasan berekspresi.

“Seharusnya TikTok tidak dilarang di AS, meski larangan tersebut mungkin saja menguntungkan platform X (dulu Twitter). Melakukan (pemblokiran) akan bertentangan dengan kebebasan berbicara dan bereskpresi. Itu bukan prinsip dari AS,” tulis Musk.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow