Dokumen Intelijen Militer Israel: Kehancuran Gaza Tak Bikin Rakyat Palestina Berhenti Dukung Hamas

Dokumen Intelijen Militer Israel: Kehancuran Gaza Tak Bikin Rakyat Palestina Berhenti Dukung Hamas- Media Israel melaporkan adanya sebuah dokumen yang dibuat Departemen Penelitian Divisi Intelijen Militer Israel (IDF) terkait eksistensi gerakan pembebasan Palestina, Hamas. Dokumen itu mengungkapkan, bahkan jika tentara Israel berhasil menghancurkan Hamas sebagai kekuatan militer terorganisir di Gaza, mereka akan bertahan sebagai...

Dokumen Intelijen Militer Israel: Kehancuran Gaza Tak Bikin Rakyat Palestina Berhenti Dukung Hamas

Dokumen Intelijen Militer Israel: Kehancuran Gaza Tak Bikin Rakyat Palestina Berhenti Dukung Hamas

TRIBUNNEWS.COM - Media Israel melaporkan adanya sebuah dokumen yang dibuat Departemen Penelitian Divisi Intelijen Militer Israel (IDF) terkait eksistensi gerakan pembebasan Palestina, Hamas.

Dokumen itu mengungkapkan, bahkan jika tentara Israel berhasil menghancurkan Hamas sebagai kekuatan militer terorganisir di Gaza, mereka akan bertahan sebagai “kelompok teror dan kelompok gerilya”.

Baca juga: Kesaksian Saat Pertukaran Tawanan di Gaza: Hamas Benar-benar Tidak Bisa Dibunuh Israel

Dokumen itu menunjukkan, satu di antara ketangguhan Gerakan Hamas sehingga sulit untuk diberangus adalah dukungan dari Rakyat Palestina.

Kehancuran Gaza karena bombardemen Israel yang didalilkan sebagai balasan atas serangan Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023 oleh Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, tak membuat rakyat Palestina di Gaza membenci Hamas.

Baca juga: Kronik Shejaiya, Lingkungan Gagah Berani Gaza yang Tidak Dapat Dihancurkan Israel

Dukungan ke Hamas dari Rakyat Palestina, justru tidak surut dan terus mengalir.

“Ada dukungan rakyat yang nyata untuk Hamas di Gaza, meskipun ada serangan darat Israel dan pemusnahan banyak pejuang Brigade Al-Qassam,” ungkap dokumen tersebut, yang diterbitkan oleh Saluran 12 Israel.

Seperti diketahui, Pemerintah pendudukan Israel mengumumkan pada awal agresi militer mereka di Jalur Gaza kalau melenyapkan Hamas adalah salah satu tujuan utama perang.

Namun para pejabat Amerika Serikat (AS) -sekutu utama Israel- dan  bahkan masyarakat Israel meragukan kemampuan pemerintahan Benjamin Netanyahu untuk melakukan hal tersebut.

Baca juga: Menteri Israel: Perang Lawan Hamas Jalan Terus Saat Ramadan, Mesir Bantu Siapkan Serbuan Rafah

Skeptisisme Makin Tumbuh

Pada 9 Februari, New York Times melaporkan kalau pejabat intelijen AS memberi tahu Kongres AS kalau Israel sebenarnya telah melemahkan kemampuan tempur Hamas, namun “belum hampir menghilangkan” gerakan tersebut.

Baca juga: Israel Klaim Bunuh 10 Ribu Hamas, Intel AS: Data Tak Bermakna, Brigade Al Qassam Jauh dari Kalah

“Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, berbicara setelah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Antony J. Blinken, menekankan lagi pada hari Rabu bahwa tujuannya adalah untuk menghancurkan Hamas,” tambah laporan itu.

Senin lalu, Radio Tentara Israel mengatakan kalau pasukan Israel masih jauh dari mencapai tujuan mereka untuk menghilangkan kemampuan rudal Hamas.

Laporan itu mencatat bahwa hal ini, menurut perkiraan, memerlukan waktu antara satu hingga dua tahun.

Padahal, selama lima bulan terakhir, Israel sudah jor-joran dalam banyak aspek, dari militer hingga ekonomi, demi memusnahkan Hamas. 

Baca juga: Roket Hizbullah Tewaskan Tentara IDF, Menteri Kabinet Perang Israel: Balasan ke Lebanon Bakal Keras

Hasil Jor-joran Agresi Militer Israel

Semuanya, kecuali kehancuran Hamas, dalam kampanye bombardemen Israel itu, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 28,775 warga Palestina telah terbunuh, dan 68,552 terluka dalam genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza mulai tanggal 7 Oktober.

Selain itu, setidaknya 7.000 orang belum ditemukan, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.

Organisasi-organisasi Palestina dan internasional mengatakan bahwa mayoritas dari mereka yang terbunuh dan terluka adalah perempuan dan anak-anak.

Agresi Israel juga mengakibatkan hampir dua juta orang terpaksa mengungsi dari seluruh Jalur Gaza, dengan sebagian besar pengungsi terpaksa mengungsi ke kota Rafah di bagian selatan yang padat penduduknya, dekat perbatasan dengan Mesir – yang kini menjadi kota terbesar di Palestina. eksodus massal sejak Nakba 1948.

(oln/aja/pc/*)

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow