Capres PDIP Nyungsep,Pengamat: Efek Megawati Sombong Sebut Jokowi Kasihan Tanpa PDIP

- Konstelasi pemilu 2024 telah usai, pasangan calon (paslon) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming unggul hitung suara di atas 50 persen, mengungguli paslon lainnya. Menariknya, paslon Prabowo-Gibran ternyata mampu unggul di banyak basis massa Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan yang mengusung paslon Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Hasil perolehan suara PDIP di basis massanya, benar-benar tidak linear dengan perolehan suara...

Capres PDIP Nyungsep,Pengamat: Efek Megawati Sombong Sebut Jokowi Kasihan Tanpa PDIP

TRIBUNBENGKULU.COM - Konstelasi pemilu 2024 telah usai, pasangan calon (paslon) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming unggul hitung suara di atas 50 persen, mengungguli paslon lainnya.

Menariknya, paslon Prabowo-Gibran ternyata mampu unggul di banyak basis massa Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan yang mengusung paslon Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Hasil perolehan suara PDIP di basis massanya, benar-benar tidak linear dengan perolehan suara Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Hasil tersebut seakan membuktikan kebenaran perkataan Ketua badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDIP, Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul.

Bambang Pacul pernah mengatakan, untuk tidak menyerang Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca juga: Alasan Ganjar-Mahfud Nyungsep di Kandang Banteng, Tapi PDIP Tertinggi

Pernyataan Bambang Pacul disampaikan dalam diskusi di televisi pada Desember 2024 dan viral di media sosial.

"Jadi jangan serang Jokowi. Rugi kamu. Bukan aku pro-Jokowi lho, ini just ilmu, ilmu kehidupan," kata Bambang Pacul.

Bambang memberikan satu rumusan yang diwariskan oleh sang kakek.

Rumusan yang dimaksud ialah jangan pernah melawan orang baik dan orang cantik. Karena hasilnya sudah dipastikan akan kalah.

"Jadi orang ini (Jokowi) dianggap orang baik lho. Jangan salah lho. Jangan pernah ngelawan orang baik lho, Pak, ini rumus dari kakek saya. Jangan lawan orang baik. Yang kedua, jangan lawan orang cantik. Kalah kau sama orang itu," terangnya.  

Pengamat: PDIP Tidak Belajar Megawati Kalah dari SBY

Sementara itu, Efriza, pengamat politik Citra Institute mengatakan PDIP tidak belajar dari masa lalu.

"PDIP pernah dikalahkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), karena sikapnya yang arogan dan jumawa, tinggi hati," kata Efriza saat dihubungi Tribun Network.

"SBY dikatakan jenderal yang kurang dekat dengan masyarakat, dalam hal politik kurang keren lah."

Ketika hal itu dilakukan sama dengan Ganjar Pranowo, lanjutnya, retorika PDIP terhadap Jokowi dan Prabowo kemudian menjadi blunder.

"Mereka tidak memahami, pola di Indonesia, ketika presiden terpilih sekali, kencenderungan terpilih lagi tinggi," katanya.

"Kedua, masyarakat selalu mengkritisi dua periode kepemimpinan seorang calon."

"Nah ketika masyarakat mengkritisi, ini juga yang tidak dipahami PDIP, bahwa yang dikritisi itu adalah Jokowi itu baik, kepuasannya tinggi."

Sebaliknya, malah yang dikritisi masyarakat adalah sikap ambigu PDIP.

"Dia yang memerintah, dia yang mengajukan Jokowi, dia yang menyerang Jokowi," lanjutnya.

Seperti diketahui, Megawati pernah menyerang personal Jokowi dan menjadi viral. "Padahal kalau tidak ada PDI Perjuangan, Pak Jokowi ini kasihan dah," kata Megawati.

Kalah di Kandang Banteng

Ada banyak hasil mengejutkan dalam hasil hitung suara pilpres dan pileg 2024, salah satunya adalah pasangan calon 03 Ganjar-Mahfud yang malah nyungsep di 'kandang banten".

Menariknya, meski Ganjar-Mahfud tertinggal jauh perolehan suaranya dibandingkan paslon lainnya, namun suara partai pengusungnya PDIP malah tertinggi.

Seperti diketahui, Jawah Tengah dan Bali merupakan basis masa PDIP. Benar saja parti berlambang banteng ini menguasai perolehan suara hasil hitung manual atau real count sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Berdasarkan hasil real count sementara KPU per Kamis (15/2/2024) pukul 09.00 WIB, paslon 03 Ganjar-Mahfud hanya meraih 1.726.124 suara atau 34,42 persen suara di Jawah Tengah.

Ganjar-Mahfud tertinggal dari Prabowo-Gibran yang meraih 2.648.342 suara atau 52,66 persen.

Hal serupa juga terjadi di Bali di mana Ganjar-Mahfud juga kalah dari Prabowo-Gibran meski wilayah tersebut adalah kandang PDIP.

Sebaliknya, hasil berbeda tersebut justru berbeda jauh dengan hasil yang diraih PDIP sebagai pengusung Ganjar-Mahfud.

Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu tetap menang di kandangnya sendiri.

Contohnya saja di daerah pemilihan (dapil) Jateng I di mana. Menurut real count sementara KPU, PDIP unggul dari partai lain dengan raihan 39.881 ribu suara atau 23,27 persen.

Selain itu, di Jateng IV, PDIP lagi-lagi unggul dengan meraih 26.079 suara atau 36,93 persen.

Sementara di Bali, PDIP masih perkasa dibanding partai lain dengan meraih suara mencapai 40.149 suara atau 56,15 persen.

Sementara berdasarkan hasil quick count dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), per Rabu (14/2/2024) pukul 18.44 WIB, tren suara Ganjar-Mahfud juga tidak cukup baik.

Ganjar-Mahfud hanya memperoleh 35,07 persen suara dan kalah dari capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang meraih 51,8 persen suara di Jawa Tengah.

Melihat fakta ini, apa penyebab Ganjar-Mahfud justru kalah di kandang PDIP dan partai berlambang banteng itu tetap menang?

Baca juga: Beredar Intruksi Caleg PDIP Terancam Tak Dilantik Jika Suara Ganjar-Mahfud Tidak Linear

Jokowi Effect

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin awalnya mengatakan bahwa sebenarnya hasil semacam ini juga di luar dugaan dari PDIP sendiri di mana Ganjar-Mahfud kalah dari Prabowo-Gibran di Jateng dan Bali.

Padahal, sambungnya, kampanye terakhir Ganjar-Mahfud digelar di Solo, Jawa Tengah yang kerap diibaratkan juga sebagai lumbung suara PDIP.

Ujang mengatakan kampanye terakhir yang digelar tersebut ternyata hanya bisa berefek kepada suara PDIP dan tidak berdampak pada raihan suara Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah.

"Ya ini di luar dugaan PDIP ya. PDIP merasa percaya diri dan kampanye terakhir di Jawa Tengah, besar-besaran untuk menjaga suara partai sekaligus yang sama untuk memenangkan Ganjar-Mahfud."

"Tapi fakta dan kenyataannya, mereka bisa mengawal suara partai, tetapi tidak bisa memenangkan Ganjar-Mahfud," katanya kepada Tribunnews.com, Kamis (15/2/2024).

Ujang menilai tergerusnya suara Ganjar-Mahfud di Jawa Tengah akibat 'Jokowi Effect' di mana Presiden Jokowi terus menyasar Jawa Tengah dan Bali lewat gelontoran bantuan sosial (bansos) yang kerap disalurkannya menjelang pencoblosan.

"Mungkin ada faktor lain yaitu efek Jokowi, ya yang melakukan operasi di Jawa Tengah untuk memenangkan Prabowo-Gibran dan hasilnya Prabowo-Gibran menang."

"Makannya bansos itu kan jor-joran diberikan di Jawa Tengah. Ya itulah Jokowi Effect," jelasnya.

Selain efek gelontoran bansos, Ujang menilai faktor ketokohan Jokowi dan Gibran juga menjadi faktor Ganjar-Mahfud kalah dari pasangan capres-cawapres nomor urut 2 tersebut.

"Jokowi kan orang Solo, orang Jawa Tengah. Gibran juga orang Solo. Jadi ya bisa merebut suara di situ sehingga Prabowo-Gibran menang di situ," ujarnya.    

(*)  

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunBengkulu.com.

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Bengkulu dan Google News Tribun Bengkulu untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow