Bolehkah Shalat Tahajud setelah Shalat Tarawih? Berikut Penjelasan Lengkap dengan Dalilnya

- Salah satu pertanyaan yang kerap muncul pada saat bulan Ramadhan ialah terkait hukum shalat tahajud setelah tarawih. Sebagai informasi, bulan suci Ramadhan 2024/1445 H sebentar lagi akan tiba. Dalam hal ini Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada 11 Maret 2024. Sedangkan pemerintah masih menunggu hasil dari sidang isbat yang akan digelar pada Minggu, 10 Maret 2024. Ketika bulan Ramadhan, umat Islam akan...

Bolehkah Shalat Tahajud setelah Shalat Tarawih? Berikut Penjelasan Lengkap dengan Dalilnya

TRIBUNNEWS.COM - Salah satu pertanyaan yang kerap muncul pada saat bulan Ramadhan ialah terkait hukum shalat tahajud setelah tarawih.

Sebagai informasi, bulan suci Ramadhan 2024/1445 H sebentar lagi akan tiba.

Dalam hal ini Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada 11 Maret 2024.

Sedangkan pemerintah masih menunggu hasil dari sidang isbat yang akan digelar pada Minggu, 10 Maret 2024.

Ketika bulan Ramadhan, umat Islam akan berbondong-bondong datang ke masjid atau musala untuk shalat Isyak dilanjut dengan tarawih.

Namun, sebuah pertanyaan muncul yakni bagi orang yang sudah terbiasa melakukan shalat tahajud apakah di bulan Ramadhan masih bisa melaksanakannya?

Berikut penjelasan lengkapnya yang dilansir dari Suara Muhammadiyah

Shalat lail atau yang lebih sering disebut dengan shalat tahajud pada dasarnya sama dengan shalat tarawih, berdasarkan pada cara pelaksanaannya, yaitu shalat sunah pada malam hari yang dikerjakan setelah shalat Isyak.

Hanya saja istilah shalat tarawih digunakan untuk shalat lail yang dikerjakan pada malam hari di bulan Ramadhan. Hal ini sesuai dengan hadis riwayat al-Bukhari sebagai berikut,

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا.

Dari Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman (diriwayatkan) bahwa dia bertanya kepada ‘Aisyah r.a.: Bagaimana tata cara shalat Nabi saw pada bulan Ramadhan? ‘Aisyah r.a. menjawab: Beliau shalat (sunah qiyamul–lail) pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya tidak lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat, maka jangan kamu tanya tentang kualitas bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, maka jangan kamu tanya tentang kualitas bagus dan panjangnya kemudian beliau shalat tiga rakaat [H.R. al-Bukhari Nomor 3304].

Baca juga: 4 Link Download Jadwal Imsakiyah Ramadhan 2024, Lengkap Seluruh Provinsi di Indonesia

Menilik hadis di atas, dapat dipahami bahwa Rasulullah saw tidak pernah menambah rakaat shalat malam melebihi dari sebelas rakaat, baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan.

Adapun tatacara pelaksanaannya yaitu dengan empat rakaat salam, empat rakaat salam, dan diakhiri dengan witir tiga rakaat. Namun selain dengan cara tersebut, terdapat beberapa formasi lain pada rakaat shalat malam, antara lain sebagaimana disebutkan pada hadis berikut,

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مَا بَيْنَ الْعِشَاءِ إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ.

Dari ‘Aisyah (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw melakukan shalat antara Isyak dan Subuh sebanyak sebelas rakaat. Beliau mengucapkan salam pada setiap dua rakaat dan melakukan witir dengan satu rakaat [H.R ad-Darimi Nomor 1538].

Dari hadis tersebut dapat diketahui bahwa Rasulullah saw mengerjakan shalat malam berjumlah sebelas rakaat dengan cara dua rakaat salam, dua rakaat salam hingga berjumlah sepuluh rakaat dan diakhiri witir satu rakaat.

Istilah shalat tahajud berasal dari firman Allah swt dalam Al-Qur’an surah al-Isra’ (17) ayat 79 sebagai berikut,

وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا.

Pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.

Sedangkan istilah tarawih belum dikenal pada zaman Rasulullah saw. Pada masa itu istilah yang digunakan adalah qiyamu Ramadhan atau shalat malam di bulan Ramadhan. Istilah tarawih baru muncul setelah masa Rasulullah, kurang lebih pada abad ke-4 atau ke-5 Hijriah. Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Fathul Bari Syarh Sahih al–Bukhari menyebutkan, kata at-tarawihu (التراويح) adalah bentuk jamak dari kata tarwihatun (ترويحة), yang bermakna istirahat.

Tarwihatun memiliki akar kata yang sama (sebagai masdar marrah) dengan kata ar–rahah, sebagaimana kata taslimah (sebagai masdar marrah) yang berasal dari kata salam.

Baca juga: 10 Surat Pendek yang dapat Dibaca saat Sholat Tarawih

Istilah tarawih ini dikhususkan bagi shalat jamaah yang dilakukan pada malam-malam Ramadhan. Di masa itu mereka (orang-orang muslim terdahulu) biasa berkumpul dan berjamaah (untuk melakukan shalat malam di bulan Ramadhan) kemudian beristirahat di setiap dua salam shalat tarawih.

Mereka beristirahat karena saking lama dan melelahkannya shalat yang dikerjakan.

Adapun dalil-dalil yang terkait dengan witir adalah sebagai berikut,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا.

Dari Ibnu Umar (diriwayatkan) dari Nabi saw, beliau bersabda: Jadikanlah akhir shalat malam kalian dengan witir [H.R. Muslim nomor 1245].

عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ خَافَ مِنْكُمْ أَنْ لَا يَسْتَيْقِظَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ ثُمَّ لِيَرْقُدْ وَمَنْ طَمِعَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَيْقِظَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَإِنَّ قِرَاءَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَحْضُورَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ.

Dari Jabir (diriwayatkan) dari Rasulullah saw, beliau bersabda: Barangsiapa di antara kalian khawatir tidak bisa bangun di akhir malam hendaklah ia witir di awal malam kemudian tidur, dan barangsiapa mampu bangun di akhir malam hendaklah ia witir di akhir malam, sebab shalat di akhir malam itu disaksikan. Itulah yang lebih afdal [H.R. Ibnu Majah nomor 1177].

عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنْ وَتْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ قَدْ أَوْتَرَ وَسَطَهُ وَآخِرَهُ وَأَوَّلَهُ.

Dari Masruq (diriwayatkan) ia berkata: Saya bertanya kepada ‘Aisyah tentang shalat witir Nabi saw. Dia (‘Aisyah) berkata: Setiap malam beliau melaksanakan shalat witir, terkadang di pertengahan malam, di akhir, dan terkadang di awal malam [H.R. Ahmad nomor 23826].

Hadis-hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw memerintahkan umatnya untuk melakukan shalat witir sebagai penutup dari shalat sunah di malam hari.

Waktu pelaksanaannya, Rasulullah tidak menentukan secara khusus, karena terkadang beliau melaksanakan shalat witir di awal malam, terkadang di tengah malam, dan terkadang di akhir malam.

Apabila khawatir tidak dapat melakukan witir di akhir malam, maka dapat melaksanakannya di awal malam. Tetapi apabila mampu mengerjakannya di akhir malam, maka sebaiknya mengerjakannya di akhir malam.

Selanjutnya, bagaimana jika pada awal malam sudah mengerjakan shalat witir berjamaah di masjid atau musala serangkai dengan shalat tarawihnya, lalu di akhir malam terbangun dan mengerjakan shalat witir lagi? Tentang hal ini, terdapat hadis-hadis Rasulullah saw antara lain sebagai berikut,

1- عَنْ طَلْقِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ لاَ وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ.

Dari Talq Ibn ‘Ali (diriwayatkan) ia berkata: Saya mendengar Nabi saw bersabda: Tidak ada dua witir dalam satu malam [H.R. Ahmad nomor 15696, Abu Dawud nomor 1227, at-Tirmidzi nomor 432, dan an-Nasai nomor 1661].

2- عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْوِتْرِ وَهُوَ جَالِسٌ.

Dari Ummu Salamah (diriwayatkan) bahwa Nabi saw shalat dua rakaat setelah witir sambil duduk [H.R. Ahmad nomor 25342, Abu Dawud nomor 1142, dan at-Tirmidzi nomor 433].

Hadis pertama di atas menjelaskan bahwa dalam satu malam hanya dapat dikerjakan satu shalat sunah witir.

Sementara pada hadis kedua disebutkan bahwa Nabi saw mengerjakan shalat dua rakaat setelah witir sambil duduk.

Hal ini bermakna bahwa setelah witir diperbolehkan melakukan shalat sunah lain, sebagaimana yang dijelaskan pada hadis Ummu Salamah, yang penting jangan sampai ada dua witir dalam satu malam.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa shalat tahajud dan shalat tarawih adalah shalat yang sama.

Hanya saja istilah shalat tarawih khusus diberikan pada shalat lail yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan.

Bagi yang sudah melaksanakan shalat tarawih empat rakaat, empat rakaat, ditambah witir tiga rakaat di masjid atau musala tidak perlu mengerjakan shalat tahajud maupun witirnya lagi, karena sebagaimana penjelasan di atas bahwa Rasulullah tidak pernah menambah shalat malam melebihi sebelas rakaat dan hanya ada satu shalat witir dalam satu malam.

(Tribunnews.com/BN)

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow