Pengkhianatan Biskuit Kalengan
Hari ini, dua hari setelah Idul Fitri, meja tamu masih penuh dengan hidangan dan suasana masih meriah. Tapi ada satu fenomena yang pasti terjadi di banyak rumah: pembukaan biskuit kalengan yang kemarin dibeli dengan penuh harapan. Nah, di sinilah rasa kecewa mulai menyergap.
Dibuka perlahan, kalengnya megah, tampak berisi penuh. Tapi begitu tutupnya dibuka, apa yang terjadi? Isinya cuma sepertiga bagian! Sisanya? Udara, harapan palsu, dan sedikit penyesalan. Kalau dihitung-hitung, lebih banyak anginnya daripada biskuitnya. Rasanya kayak beli kaleng, bonus biskuit. Inilah yang disebut shrinkflation.
Apa Itu Shrinkflation?
Shrinkflation adalah fenomena di mana ukuran atau jumlah produk berkurang, tapi harganya tetap sama atau bahkan naik. Biskuit kalengan ini hanya salah satu contoh.
Kalau kamu perhatikan, banyak produk lain yang diam-diam mengalami penyusutan ini: snack dalam kemasan, sabun cair, bahkan minuman botolan.
Di dunia ekonomi, ini sebenarnya strategi bisnis untuk mengakali kenaikan biaya produksi tanpa bikin harga tampak melonjak drastis. Tapi buat kita, konsumen yang sudah terlanjur mengantisipasi gigitan pertama yang renyah, hasilnya sering kali cuma rasa kecewa.
Kenapa Shrinkflation Sering Terjadi?
1. Bahan Baku Mahal
Harga bahan baku naik, entah karena inflasi, naiknya ongkos produksi, atau biaya distribusi yang makin gila-gilaan. Daripada terang-terangan menaikkan harga, produsen lebih memilih mengurangi isi produk secara diam-diam.
2. Psikologis Konsumen
Konsumen lebih cenderung marah kalau harga naik dibanding kalau ukuran dikurangi. Misalnya, kalau harga biskuit naik Rp5.000, langsung protes. Tapi kalau isinya berkurang 20%, banyak yang nggak sadar sampai mereka buka bungkusnya.
3. Desain Kemasan yang Menipu
Nah, ini trik klasik. Kalengnya besar, isinya kecil. Bungkusnya tebal, tapi produknya tipis. Bahkan ada yang sengaja bikin bagian dalam kemasan lebih dalam supaya terlihat penuh dari luar.
Bagaimana Supaya Nggak Kecele?
1. Lihat Berat Bersihnya
Di kemasan biasanya ada tulisan “Net Weight” atau “Berat Bersih.” Bandingkan dengan produk sejenis. Bisa jadi yang lebih murah justru lebih banyak isinya.
2. Cek Testimoni Orang Lain
Di era media sosial, banyak orang yang sudah unboxing biskuit kalengan ini. Coba cek ulasan sebelum membeli.
sumber: web.facebook.com/arra.chicky
3. Pilih Brand yang Transparan
Beberapa merek masih mempertahankan kualitas dan kuantitas tanpa mengurangi isi diam-diam. Biasanya, produsen yang fair akan lebih terbuka soal perubahan ukuran produk.
4. Bandingkan dengan Tahun Sebelumnya
Kalau kamu sering beli produk yang sama setiap tahun, coba bandingkan ukuran atau jumlah isinya dari waktu ke waktu. Kalau makin sedikit, ya itu tanda shrinkflation bekerja.
Haruskah Kita Protes?
Marah boleh, tapi lebih baik kalau kita jadi lebih pintar sebagai konsumen. Produsen melakukan shrinkflation karena mereka tahu kebanyakan orang nggak sadar atau malas protes.
Atau kalau sudah terlanjur beli, ya sudah nikmati aja biskuit yang ada. Daripada isinya rengginang.
Kalengnya? Kalau isinya sudah habis bisa disulap jadi tempat alat jahit, tempat simpan perabot, atau kalau kamu ingin lebih dramatis, bisa buat menyimpan kenangan pahit tentang biskuit yang mengkhianati ekspektasi.
Selamat menikmati sisa-sisa biskuit, dan hati-hati di tahun depan! Mungkin kita bakal melihat shrinkflation yang lebih ekstrem: kaleng tetap besar, tapi isinya cuma sebutir biskuit.