Informasi Terpercaya Masa Kini

Warganet Sarankan Jangan Beli Rumah pada 2026 tapi 2027 karena Harganya Turun, Apa Kata Pakar?

0 12

KOMPAS.com – Unggahan warganet yang menanyakan kapan waktu terbaik untuk membeli properti dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi Indonesia sekarang, viral di X belum lama ini.

Bapak/ibu skalian saya mau tanya in this economy.. kalo untuk beli rumah dengan kpr tuh pilihan bijak gak ya skrng ini? btw saya bekerja di perusahaan swasta dengan salary around 6.5jt blum bonusan 4-5x setahun, kadang freelance fotografer juga di weekendnya,” tulis akun X, @a****** dalam twitnya pada Senin (24/3/2025).

Pemilik akun X @i************* menanggapi dengan menganjurkan kepada pengunggah untuk sabar dan mengikuti siklus harga properti dari tahun ke tahun.

Siklus tersebut diketahui diunggah ke X dalam bentuk gambar. Dalam gambar, tertera bahwa pada 2026 harga properti berada di titik tertinggi.

Sementara, pada tahun 2027-2030 harga properti diilustrasikan berada di kurva garis turun.

Kalau di grafik itu mau beli property better 2027-2030,” saran pengguna akun @i*************.

Hingga Kamis (27/3/2025), unggahan soal grafik ini sudah ditayangkan sebanyak 53.800 kali dan disukai sebanyak lebih dari 1.000 kali oleh pengguna X lainnya.

Baca juga: Daftar Harga Rumah Subsidi 2023-2024 di Seluruh Wilayah Indonesia

Lalu, benarkah pada 2026 harga rumah akan berada di titik tertinggi dan pada 2027 bakal turun?

Pakar: waktu terbaik beli properti tergantung kesiapan masing-masing

Saat dimintai pandangan, Core Founder of Green Building Council Indonesia Ar. Ariko Andikabina, mengaku belum pernah melihat “grafik siklus 18 tahun real estate” seperti yang dibagikan warganet tersebut.

Menurut dia, pengunggah gambar baiknya mencantumkan sumber grafik tersebut. Misalnya, berasal dari jurnal penelitian mana. Tujuannya agar kontennya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Baca juga: Harga Rumah di Jepang Tidak Naik Drastis Selama 25 Tahun, Apa Alasannya?

Terkait adanya narasi tahun 2027 menjadi waktu yang baik untuk membeli properti, Ariko berpendapat, sebaiknya masyarakat tidak terlalu cepat menyimpulkan atau percaya pandangan demikian.

Pembelian properti bagaimanapun lebih baik memperhitungkan kondisi sosial, politik, dan ekonomi.

“Namun memang, ketika demand-nya turun, seharusnya ada koreksi harga. Harga yang ditawarkan akan sangat kompetitif, sehingga dapat menjadi salah satu pertimbangan pembelian properti,” jelasnya kepada Kompas.com pada Kamis (27/3/2025).

Hal serupa juga disampaikan oleh Perencana Keuangan Bersertifikat atau Certified Financial Planner (CFP) Budi Raharjo dari OneShildt.

Budi mengaku pernah melihat grafik 18 tahun perkembangan real estate tersebut di media sosial, namun sumber aslinya tidak jelas.

“Saya sempat lihat siklus ini di sosmed. Saya belum bisa berkomentar karena kurang tahu sumber datanya. Apakah untuk properti di Indonesia atau US atau lainnya,” ujar Budi pada Kamiis.

Terkait waktu yang pas untuk membeli properti dengan, menurut Ariko, sebenarnya tergantung dengan kesiapan masing-masing calon pembeli.

Ia membagikan pandangan, bahwa masyarakat yang sudah berencana untuk membeli rumah pada dasarnya bisa menentukan waktu sendiri sesuai kesanggupan berdasarkan lima hal berikut:

  1. Lokasi yang tidak terlalu jauh ke tempat kerja
  2. Fasilitas untuk pengembangan masyarakat yang memadai, seperti sekolah, pasar, fasilitas kesehatan dan fasilitas sosial
  3. Lokasi yang baik juga mencerminkan kohesi sosial yang baik pula
  4. Kualitas produk propertinya, baik yang disediakan oleh pengembang maupun swadaya
  5. Kalau membeli dengan cara kredit, maka perlu perhatikan fasilitas kreditnya, termasuk suku bunga yang ditawarkan, apakah tetap atau suku bunga mengambang (floating).

Menurut Ariko, poin-poin itu mempertimbangkan bahwa pasar properti di Indonesia saat ini sedang mengalami kelesuan selama beberapa tahun.

“Minat masyarakat investasi di properti turun cukup signifikan. Oleh karenanya, pembangunan rumah susun (termasuk apartemen kelas menengah) secara jumlah turun,” ujar Ariko.

Ia menambahkan, berdasarkan data backlog penyediaan perumahan, Indonesia kekurangan supply perumahan sekitar 15 juta unit.

Artinya, masih banyak orang yang sebetulnya membutuhkan rumah.

“Tetapi ternyata penyediaan perumahan kita tidak mengarah pada pihak-pihak yang membutuhkan rumah, tetapi ditujukan kepada masyarakat yang menggunakan properti sebagai instrumen investasi,” kata dia.

Baca juga: Bagaimana Cara Mengecek Harga Tanah di Suatu Daerah? Begini Caranya

Leave a comment