Sharenting: Kebahagiaan Orang Tua atau Ancaman bagi Anak?
Di kantin KM Nggapulu yang berlokasi di dek 7, seorang ibu muda tampak asyik memotret anaknya yang berumur satu tahun lebih.
Sementara, suaminya mendudukan si kecil di atas meja dan memegangnya agar tidak jatuh.
Pemandangan matahari terbenam sore itu menjadi alasan mereka mengabadikan momen tersebut.
Di era media sosial, banyak orang tua merasa terdorong untuk membagikan momen-momen berharga kehidupan anak mereka.
Mulai dari capaian pertama anak, momen lucu, hingga cerita sehari-hari, sering kali, diunggah ke platform seperti Instagram, Facebook, atau TikTok.
Fenomena ini dikenal sebagai sharenting (share parenting), yaitu ketika orang tua membagikan konten terkait anak-anak mereka di media sosial.
Walaupun sharenting memberikan ruang untuk berbagi kebahagiaan dan pengalaman antar orang tua, faktanya praktik ini memiliki sisi gelap yang kerap tidak disadari.
Privasi anak, keamanan data, hingga dampak jangka panjang terhadap kesejahteraan mereka adalah beberapa isu serius yang perlu dipertimbangkan.
Lalu, bagaimana orang tua dapat bijak dalam menjalankan sharenting?
Berikut ini kita akan membahas tiga hal penting terkait sharenting: tren, bahaya tersembunyi, dan langkah bijak dalam membagikan kehidupan anak secara daring.
Apa itu Sharenting dan Mengapa Hal Ini Menjadi Tren?
Sharenting adalah fenomena di mana orang tua secara aktif membagikan informasi pribadi tentang anak-anak mereka di media sosial.
Informasi ini dapat berupa foto, video, hingga cerita tentang kehidupan sehari-hari anak. Tren ini didorong oleh beberapa alasan, di antaranya:
Pertama, kebutuhan untuk terhubung secara digital. Media sosial telah menjadi sarana utama untuk menjalin hubungan sosial.
Orang tua, sering kali, merasa bahwa berbagi cerita tentang anak mereka adalah cara untuk mempererat hubungan dengan keluarga, teman, atau komunitas orang tua lainnya.
Kedua, merayakan kebahagiaan dan kebanggaan. Menjadi orang tua adalah pengalaman yang penuh suka cita, dan media sosial memberikan ruang untuk merayakan pencapaian-pencapaian kecil maupun besar dalam kehidupan anak.
Ketiga, mencari dukungan. Dalam beberapa kasus, orang tua menggunakan media sosial untuk mencari saran atau dukungan dari komunitas daring, terutama dalam menghadapi tantangan dalam mengasuh anak.
Meski alasan di atas terkesan positif, sharenting tidak selamanya membawa manfaat. Ya, ada bahaya tersembunyi yang mengintai, baik untuk orang tua maupun anak.
Mengenal Bahaya Tersembunyi dari Sharenting
Meski terlihat sederhana, membagikan kehidupan anak di media sosial memiliki risiko yang signifikan. Berikut adalah beberapa bahaya tersembunyi dari tren sharenting:
Pertama, pelanggaran privasi anak. Anak-anak tidak memiliki kendali atas apa yang dibagikan oleh orang tua mereka di media sosial.
Informasi yang dibagikan hari ini dapat memengaruhi kehidupan mereka di masa depan, termasuk saat mereka mulai membangun identitas digital sendiri.
Kedua, eksploitasi dan risiko keamanan. Foto atau video anak yang diunggah ke media sosial dapat disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Ada risiko besar bahwa gambar atau informasi tersebut dapat diambil oleh predator daring atau digunakan dalam kejahatan seperti identity theft.
Ketiga, tekanan psikologis di masa depan. Ketika anak-anak tumbuh dewasa, mereka mungkin merasa malu atau tidak nyaman dengan konten yang pernah dibagikan oleh orang tuanya.
Hal ini dapat memengaruhi hubungan antara anak dan orang tua serta menciptakan tekanan psikologis.
Keempat, over-sharing dan dampak pada orang tua. Tidak hanya anak yang terdampak, sharenting juga dapat menyebabkan orang tua kehilangan batasan antara kehidupan pribadi dan publik.
Ketergantungan pada validasi sosial melalui likes atau komentar dapat memengaruhi kesehatan mental orang tua.
Bagaimana Memilih Sharenting yang Bijak dan Aman?
Jika Anda adalah orang tua yang ingin tetap membagikan momen-momen berharga anak di media sosial, ada beberapa langkah bijak yang dapat diambil untuk melindungi privasi dan keamanan anak:
Pertama, batasi informasi yang dibagikan. Hindari membagikan informasi yang terlalu pribadi, seperti nama lengkap, alamat, sekolah, atau lokasi spesifik anak.
Pastikan konten yang diunggah tidak mengungkapkan terlalu banyak detail yang dapat digunakan oleh orang asing.
Kedua, gunakan pengaturan privasi. Manfaatkan pengaturan privasi di media sosial untuk membatasi siapa saja yang dapat melihat unggahan Anda.
Sebisa mungkin, bagikan konten hanya dengan orang-orang terdekat. Artinya, orang-orang yang mengenal Anda secara pribadi.
Ketiga, minta izin anak (jika memungkinkan). Jika anak sudah cukup besar untuk memahami, mintalah izin mereka sebelum membagikan foto atau video.
Ini dapat membantu mereka merasa dihormati dan memiliki kendali atas identitas digital mereka.
Keempat, hindari menggunakan anak sebagai alat pencitraan. Jangan sampai sharenting menjadi ajang untuk mencari pengakuan sosial atau keuntungan pribadi.
Fokuslah pada kebahagiaan anak, bukan pada jumlah likes atau komentar. Jangan jadi orang tua yang egois!
Kelima, pikirkan dampak jangka panjang. Sebelum mengunggah, tanyakan pada diri Anda: “Apakah konten ini akan memengaruhi anak saya di masa depan?”
Jika ada kemungkinan konten tersebut akan memalukan atau membahayakan, sebaiknya urungkan niat untuk membagikannya.
Kesimpulan
Sharenting adalah tren yang muncul dari kebutuhan untuk berbagi pengalaman sebagai orang tua di era media sosial.
Meski memberikan banyak manfaat, praktik ini juga membawa risiko serius terhadap privasi dan kesejahteraan anak.
Sebagai orang tua, Anda memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi anak, termasuk dalam dunia digital.
Dengan membatasi informasi yang dibagikan, menjaga privasi, serta selalu memikirkan dampak jangka panjang, Anda dapat menjalankan sharenting secara bijak dan aman.
Ingatlah, kebahagiaan sebagai orang tua tidak hanya tercermin dari banyaknya likes atau komentar di media sosial, tapi juga dari bagaimana Anda menjaga dan melindungi masa depan anak-anak Anda.
Mari kita gunakan media sosial dengan lebih bertanggung jawab, bukan hanya untuk kita, tapi juga untuk generasi yang akan datang.