Informasi Terpercaya Masa Kini

Pagar Misterius Membentang 30,16 Km di Laut Tangerang, Tak Ada Pihak yang Mengaku Beri Izin

0 2

KOMPAS.com – Sebuah pagar misterius sepanjang 30,16 kilometer (km) muncul di laut wilayah Kabupaten Tangerang, Banten.

Pagar bambu setinggi 6 meter ini membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti mengatakan, hasil investigasi yang dilakukan pihaknya, struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk.

Sementara itu, di bagian atasnya, dipasang anyaman bambu dan paranet, serta pemberat berupa karung berisi pasir.

“Di dalam area pagar laut itu sudah juga dibuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri,” ujarnya, dikutip dari Antara, Selasa (7/1/2025).

Baca juga: Penembakan Bos Rental Mobil di Rest Area Tol Tangerang, Apa yang Perlu Diketahui?

Pagar misterius tidak ada izin dari pihak berwenang

Yang mengejutkan, berdasarkan investigasi, tidak ada satu pun rekomendasi atau izin dari pihak berwenang.

Padahal, struktur ini membentang di enam kecamatan yang mencakup 16 desa di Provinsi Banten, meliputi tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, dan empat desa di Kecamatan Mauk.

Selain itu, satu desa di Kecamatan Sukadiri, tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.

“Di sepanjang kawasan ini, 6 kecamatan dengan 16 desa ini, ada sekelompok nelayan, masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan. Ada 3.888 nelayan, kemudian ada 502 pembudidaya,” jelas Eli.

Eli menjelaskan, area yang dipagari merupakan kawasan pemanfaatan umum berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2023 yang mencakup berbagai zona vital.

Zona tersebut meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap, zona pariwisata, zona pelabuhan perikanan, zona pengelolaan energi, dan zona perikanan budidaya.

Kawasan tersebut bahkan turut beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Baca juga: 6 Fakta Penembakan di Rest Area Tol Tangerang-Merak

Laporan pagar 30,16 km di Laut Tangerang

Eli mengungkapkan, pihaknya pertama kali mendapatkan informasi terkait pagar laut di Kabupaten Tangerang pada 14 Agustus 2024.

Dia bersama tim langsung menindaklanjuti dengan turun ke lapangan pada 19 Agustus 2024.

Dari kunjungan ke lapangan saat itu, pihaknya menemukan, terdapat aktivitas pemagaran laut kurang lebih sepanjang 7 km.

“Setelah itu tanggal 4-5 September 2024, kami bersama dengan Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan juga tim gabungan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan), kami kembali datang ke lokasi bertemu dan berdiskusi,” lanjutnya.

Pada 5 September 2024, tim dibagi menjadi dua. Tim pertama langsung terjun ke lokasi, sedangkan satu tim lainnya berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa di daerah itu.

Saat itu, berdasarkan informasi yang dihimpun, tidak ada rekomendasi atau izin dari camat maupun dari desa terkait pemagaran laut.

Kala itu, keluhan dari masyarakat terkait pemagaran tersebut pun belum ada.

Hingga pada 18 September 2024, pihaknya kembali melakukan patroli dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

DKP Banten ketika itu juga sudah meminta aktivitas pemagaran dihentikan.

“Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PUPR Satpol-PP, Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang,” tuturnya.

Eli pun mengaku akan terus melibatkan berbagai pihak untuk menangani permasalahan tersebut.

“Kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana, dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km. Terakhir malah sudah 30 km,” sambungnya.

Baca juga: Beredar Video dengan Narasi Meteorit Jatuh Terlihat di Tangerang, Ini Kata BRIN dan Astronom

Indikasi mendapat hak atas laut secara tidak benar

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP), Kusdiantoro mengindikasikan adanya upaya tidak benar dalam kasus ini.

“Pemagaran laut merupakan indikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar,” kata dia, dilansir dari Kompas TV, Rabu (8/1/2025).

Menurut dia, indikasi tersebut akan menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam memanfaatkan, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan perubahan fungsi ruang laut.

Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) melalui Rasman Manafii pun menekankan bahwa aktivitas ini melanggar aturan.

Dia menjelaskan, jika ada penggunaan ruang laut di atas 30 hari, maka wajib membutuhkan sejumlah izin, seperti izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

Oleh karena itu, dia mempertanyakan izin KKPRL dari pemagaran laut di wilayah tersebut.

“Aktivitas di ruang laut yang aturannya itu harus ada KKPRL kalau di atas kegiatan 30 hari,” pungkasnya.

Leave a comment