Kisah Sahat Situmorang, WNI Pemilik Bus Bertuliskan “Pulang Malu Tak Pulang Rindu” di Jepang
KOMPAS.com – Media sosial diramaikan dengan sebuah bus di Jepang bertuliskan “pulang malu tak pulang rindu.”
Video yang diunggah oleh akun TikTok @bis*** pada Jumat (8/11/2024) itu pun ramai diperbincangkan warganet.
Dalam video itu, terlihat bus dengan nama “Sahat’s Trans” itu berjalanan di jalanan Jepang.
Hingga Rabu (13/11/2024), video itu sudah dilihat lebih dari 1,4 juta kali dan disukai lebih dari 70.500 warganet.
Baca juga: Cerita Korban Pencurian Laptop di Bus Rosalia Indah Temukan Sendiri Barangnya Dijual di Solo
Cerita pemilik PO Bus Sahat Trans di Jepang
Kepada Kompas.com, Selasa (12/11/2024), pemilik PO Bus Sahat’s Tran, Sahat Situmorang mengaku memulai bisnisnya itu sejak 2015.
Ia melirik bisnis itu usai terinspirasi oleh kawannya orang Jepang yang memiliki usaha transportasi dan kerap menerima banyak permintaan persewaan dari Indonesia.
Kebetulan, pada satu kesempatan, Sahat diajak ke Indonesia untuk menjadi penerjemah temannya yang akan menghadiri seminar.
Dari acara itu, ia mulai berpikir untuk membuat perusahaan jasa transportasi bagi orang Indonesia yang ingin berkunjung ke Jepang.
Meskipun demikian, Sahat awalnya mengaku terkendala dengan perizinan bisnis jasa transportasi yang ketat di Jepang.
“Karena izin transportasi di sini susah ya. Di Jepang yang punya lisensi resmi untuk menjalankan bus itu cuma kita,” kata Sahat.
Baca juga: Selamatkan Lansia Tenggelam, 5 WNI Terima Penghargaan dari Polisi Jepang
Tulisan “Pulang malu tak pulang rindu”
Pada 2015, Sahat memulai usaha PO Sahat’s Trans dengan mobil-mobil kecil.
Usaha penyewaannya pun semakin laris dan berkembang hingga ia berhasil membeli armada bus empat tahun kemudian.
Soal tulisan “pulang malu tak pulang rindu” pada busnya, Sahat menganggap kata-kata tersebut cocok dengan suasana hati para perantau di Jepang.
“Karena kalau kita orang perantauan, kalau pulang enggak menghasilkan uang banyak malu, tapi kalau enggak pulang, kita juga rindu kampung halaman,” jelas dia.
Menurutnya, tulisan itu ada pada dua bus miliknya di Jepang dan menjadi sebuah identitas tersendiri.
Tak heran, banyak orang Indonesia di Jepang yang kerap berfoto dengan latar belakang busnya.
“Karena itu lucu juga kan, ya. Negara Jepang, tapi ada bus yang ada kata-kata Indonesia-nya. Itu satu keunikan sendiri, dan terbukti banyak orang yang foto-foto dan dibagikan ke media sosial,” terangnya.
Baca juga: Telat 36 Hari, Akhirnya Salju Turun di Gunung Fuji Jepang
Bus sempat tak terpakai saat Covid-19
Namun, pria yang sudah merantau ke Jepang selama 21 tahun ini mengaku bisnis penyewaan bus tak selalu berjalan mulus.
Usai membeli bus, pandemi Covid-19 justru melanda dunia. Dampanya, armada barunya itu tak terpakai karena kebijakan lockdown di Jepang.
“Pas kita habis beli bus, habis itu Covid-19, akhirnya kita off dulu dan setelah tiga tahun baru bisa dipakai,” ucap Sahat.
Saat keadaan berangsur normal usai pandemi Covid-19, ia kemudian menambah satu armada bus.
Baca juga: Hilang Sebulan, Turis Jerman Ditemukan Tewas Mengambang di Perairan Jepang
Ketatnya regulasi di Jepang
Sahat bercerita, bisnisnya berjalan lambat karena rumitnya regulasi terkait transportasi di Jepang.
Kendala yang sering dihadapinya adalah lisensi mengemudi yang berbeda antara Surat Izin Mengemudi (SIM) Indonesia dengan Jepang.
“Kalau di Indonesia kan ada SIM B2 Umum kalau bawa bus. Tapi kalau di sini berbeda, SIM dari Indonesia tidak bisa dipakai dan harus kursus dulu sebelum boleh mengemudikan bus,” ujarnya.
Karenanya, sopir bus yang bekerja di perusahaannya wajib memiliki SIM untuk kendaraan pribadi terlebih dahulu.
Baca juga: Amunisi Baru Timnas Indonesia, Kevin Diks Dipastikan Tampil Melawan Jepang
Setahun kemudian, para calon sopir baru bisa mengambil kursus selama satu bulan untuk mendapat lisensi mengemudi.
Kini, ia memiliki delapan sopir bus, dua di antaranya merupakan orang Jepang yang fasih berbahasa Indonesia.
“Kita semua driver-nya orang Indonesia karena tamu juga rata-rata dari Indonesia. Terkadang juga menerima dari Malaysia dan Singapura karena bahasanya yang cukup sama,” paparnya.
Saat ini, satu orang sopir bus hanya boleh mengemudi maksimal 12 jam per hari. Karenanya, Sahat harus memberangkatkan dua sopir jika perjalanan jauh.