KPK Sita 44 Tanah dan Bangunan Terkait Kasus LPEI, Nilainya Rp 200 Miliar
KPK menyita aset milik para tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Ada tujuh tersangka yang dijerat dalam kasus yang merugikan negara Rp 1 triliun itu.
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan, aset yang disita terdiri dari puluhan bidang tanah dan bangunan.
“KPK telah melakukan penyitaan assets milik tersangka sebanyak 44 bidang tanah dan bangunan, yang tidak digunakan, dengan total taksiran nilai sebesar kurang lebih Rp 200 miliar,” kata Tessa dalam keterangannya, Kamis (7/11).
“Ini tidak termasuk dengan asset kendaraan dan barang lainnya yang sedang dinilai oleh Tim KPK,” sambungnya.
Sementara assets lainnya yang statusnya digunakan, masih dipelajari lebih lanjut oleh penyidik.
Modus Tambal Sulam
KPK belum mengumumkan secara detail kasus LPEI ini. Termasuk identitas tujuh tersangka. Namun demikian, menurut Tessa, kasus korupsi ini terkait dengan fasilitas kredit yang diberikan bersumber dari APBN.
“Untuk sementara penyidik menemukan modus “tambal sulam” dalam hal peminjaman dan pembayaran kredit pembiayaan di LPEI. Di mana pinjaman berikutnya untuk menutup pinjaman sebelumnya,” kata Tessa.
“Selain itu, diduga bahwa Tersangka dari pihak debitur telah mendapatkan fasilitas kredit dari LPEI dengan perusahaan lain miliknya,” sambungnya.
Penyidik masih terus melakukan penelusuran assets milik para tersangka guna memulihkan nilai kerugian negara akibat dari perkara tersebut.
“KPK akan terus mempelajari perkara ini dan sangat memungkinkan menjerat para pihak lainnya yang terlibat dalam perbuatan melawan hukum dan patut untuk dimintakan pertanggung jawaban pidananya,” ucapnya.
“KPK juga mengingatkan kepada Para Pihak untuk tidak tergiur atas janji-janji yang diberikan dengan mengatasnamakan KPK untuk dapat lepas dari perkara ini,” pungkasnya.
Sekilas Penyidikan LPEI
KPK mengumumkan melakukan pengusutan kasus LPEI sudah sejak 2023 dan sudah naik ke tingkat penyidikan.
Saat itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan ada tiga perusahaan yang bakal ditelaah KPK terkait kasus ini karena diduga merugikan keuangan negara yang fantastis.
“Kerugiannya satu PT [PT PE – red] itu yang pertama Rp 800 miliar, yang PT RII 1,6 triliun, yang PT SMYL Rp 1,051 triliun. Sehingga yang sudah terhitung dalam 3 korporasi sebesar Rp 3,451 triliun,” kata dia dalam keterangan persnya, Selasa (19/3).
Kasus yang sama sebenarnya diusut oleh Kejagung. Namun Kejagung memilih melimpahkan kasus tersebut kepada KPK.