Bertamu dan Menyusuri Warisan Sejarah di Rumah Tjong A Fie Medan
Sebagai pencinta wisata sejarah, setiap perjalanan saya selalu sarat makna, terutama ketika mengunjungi tempat-tempat yang menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu. Salah satu destinasi yang selalu menarik hati saya adalah Rumah Tjong A Fie di Medan. Sekali kunjungan tidak cukup untuk meresapi setiap sudut rumah bersejarah ini.
Dalam setiap kunjungan, saya tak hanya menjadi saksi keindahan arsitektur berusia seabad lebih, namun juga menyelami kisah seorang tokoh legendaris yang begitu berpengaruh dalam membentuk Kota Medan.
Melalui artikel perjalanan ini, saya ingin mengajak Anda, para pembaca, untuk bersama-sama menapaki jejak Tjong A Fie—melihat bagaimana sosoknya meninggalkan warisan luar biasa yang masih terasa sampai hari ini, serta menikmati keindahan dan nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam rumahnya yang kini menjadi cagar budaya.
Mengenal Sosok Tjong A Fie: Pengusaha dan Dermawan yang Menginspirasi
Tjong A Fie adalah seorang pengusaha keturunan Hakka dari Meixian, Guangdong, Tiongkok yang merantau ke Medan pada akhir abad ke-19. Di Medan, ia dikenal sebagai Majoor der Chineezen, pemimpin komunitas Tionghoa yang juga berperan sebagai wali kota pertama bagi komunitas ini.
Keberhasilan Tjong A Fie dalam dunia bisnis sungguh luar biasa; ia membangun kerajaan bisnis yang mencakup perkebunan kelapa sawit, pabrik gula, bank, hingga perusahaan kereta api, dengan lebih dari 10.000 karyawan.
Tjong A Fie memiliki pengaruh yang sangat besar, tidak hanya di kalangan masyarakat Tionghoa, tetapi juga di kalangan bangsawan dan pejabat kolonial. Ia memiliki hubungan dekat dengan Sultan Deli, Ma’mun Al Rasyid, dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial tanpa memandang suku, agama, atau latar belakang.
Nilai-nilai kebajikan dan toleransi ini menjadi dasar utama yang ia pegang teguh, dan tak heran, hingga kini sosoknya masih dikenang dengan penuh hormat di Medan.
Keindahan dan Keunikan Arsitektur Rumah Tjong A Fie
Rumah Tjong A Fie, yang terletak di Jalan Ahmad Yani, Medan, mulai dibangun pada tahun 1895 dan selesai pada tahun 1900. Rumah dua lantai dengan luas sekitar 8.000 meter persegi ini menggabungkan gaya arsitektur Tionghoa, Melayu, Eropa, dan art deco yang harmonis. Dari pintu masuknya, saya disambut oleh dua patung Foo Lions besi yang dipercaya sebagai pelindung rumah.
Interior rumah ini sungguh memukau, menampilkan lantai dari ubin Venesia dan lampu-lampu gantung indah yang menggabungkan unsur budaya Tionghoa dan Eropa. Rumah ini memiliki 35 kamar, termasuk empat ruang tamu yang disiapkan untuk menjamu tamu-tamu penting, seperti Sultan Deli, pejabat kolonial Belanda, dan tokoh masyarakat Tionghoa.
Ada juga ruang tidur utama Tjong A Fie, lengkap dengan tempat tidur mahoni dan berbagai artefak kuno yang memancarkan aura kemegahan masa lalu. Di lantai atas, terdapat kuil Kwan Ti Kong dan sebuah ballroom yang dahulu digunakan untuk berbagai acara penting.
Setiap sudut rumah ini menyimpan cerita, mulai dari dapur besar dengan peralatan tradisional seperti alu dan mortar batu, hingga perabotan antik yang masih tersusun rapi. Mengunjungi rumah ini membuat saya merasa seperti memasuki lembaran sejarah hidup yang seakan membawa saya kembali ke masa kejayaan Tjong A Fie.
Menyaksikan Warisan Sejarah yang Terawat
Meskipun bangunan ini telah berusia lebih dari satu abad, kemegahan dan keasliannya masih terjaga dengan baik. Sekitar delapan puluh persen perabot dan dekorasi asli tetap berada di tempatnya.
Di dinding rumah, saya melihat foto-foto keluarga Tjong A Fie dan dokumen-dokumen bersejarah yang menggambarkan masa-masa awal perkembangan Medan. Sungguh sebuah pengalaman tak terlupakan melihat barang-barang bersejarah seperti kursi, meja, piano, telepon kuno, dan guci-guci antik yang terawat dengan sangat baik.
Selain ruang tamu khusus untuk tamu istimewa seperti Sultan Deli dan pejabat Belanda, rumah ini juga memiliki ruang tamu untuk masyarakat umum. Di salah satu ruangan, terdapat salinan surat wasiat Tjong A Fie yang berisi lima pesan penting, di antaranya menyerukan keturunannya untuk selalu bersedekah kepada mereka yang membutuhkan tanpa membedakan latar belakang.
Nilai-nilai kebajikan inilah yang membuat saya semakin kagum dengan sosok Tjong A Fie, dan saya merasa sangat terinspirasi oleh warisan moral yang ia tinggalkan.
Rumah Tjong A Fie: Destinasi Wisata Sejarah yang Patut Dikunjungi
Rumah Tjong A Fie telah menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang tak boleh dilewatkan di Medan. Pada tahun 2015, rumah ini resmi ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Dengan harga tiket masuk Rp 35.000, pengunjung dapat menjelajahi bagian-bagian rumah dan menikmati peninggalan sejarah yang sarat akan nilai-nilai multikultural.
Meski pengunjung tidak diizinkan membawa kamera ke dalam rumah, saya beruntung masih bisa mengambil beberapa foto dengan ponsel di beberapa area yang diizinkan. Setiap langkah di rumah ini memberikan saya kesan mendalam—perjalanan yang bukan sekadar wisata, melainkan juga sebuah napak tilas penuh makna yang memperlihatkan bagaimana warisan seorang Tjong A Fie tetap hidup dan dihargai oleh masyarakat hingga kini.
Bagi Anda yang ingin merasakan pengalaman ini, kunjungan ke Rumah Tjong A Fie bisa menjadi pengingat tentang bagaimana sejarah, budaya, dan nilai-nilai kebajikan dapat menyatu dan bertahan seiring waktu.
Perjalanan ini memberikan lebih dari sekadar pengetahuan sejarah, tetapi juga inspirasi untuk menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dan kebajikan yang Tjong A Fie tanamkan.
Saya berharap, melalui artikel ini, Anda pun akan terdorong untuk mengunjungi Medan dan menyusuri Rumah Tjong A Fie—mengenang sosok inspiratif dan menambah wawasan tentang sejarah yang membentuk Medan menjadi kota multikultural seperti sekarang.
Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)