Informasi Terpercaya Masa Kini

Arab Saudi: Serangan Israel di Gaza Itu Genosida, Tidak Akan Buka Hubungan sampai Palestina Merdeka

0 7

RIYADH, KOMPAS.TV — Arab Saudi mengecam keras serangan Israel di Gaza Utara sebagai tindakan genosida, Kamis (31/10/2024). 

Dalam pernyataan yang disampaikan kepada para investor internasional di Riyadh, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud mengatakan beberapa kesepakatan bilateral yang tengah dinegosiasikan dengan Amerika Serikat (AS) “tidak terlalu terkait” dengan normalisasi hubungan dengan Israel. 

Berbicara di panggung konferensi investasi tersebut, Pangeran Faisal menyampaikan bahwa tindakan Israel di Gaza Utara hanya dapat digambarkan sebagai genosida yang memicu siklus kekerasan yang berkepanjangan. 

“Kita lihat apa yang terjadi sekarang di utara (Gaza) di mana ada blokade total terhadap akses bantuan kemanusiaan, ditambah serangan militer yang terus berlanjut tanpa ada jalur aman bagi warga sipil untuk berlindung, mencari zona aman, yang hanya bisa digambarkan sebagai bentuk genosida,” tegasnya. 

Ia juga menambahkan, “Ini jelas bertentangan dengan hukum kemanusiaan internasional dan terus memicu siklus kekerasan yang berlanjut.”

Dalam kesempatan yang sama, Arab Saudi menegaskan posisinya bahwa mereka tidak akan mengakui Israel tanpa adanya negara Palestina. 

Pangeran Faisal menyatakan kerajaan “cukup senang menunggu sampai situasi memungkinkan” sebelum melanjutkan langkah menuju normalisasi hubungan. “Kami cukup senang menunggu sampai situasi memungkinkan,” katanya, menandakan bahwa Saudi tidak terburu-buru dalam upaya ini.

Baca Juga: AS Gelontorkan Rp282 Triliun untuk Dukung Serangan Brutal Israel di Gaza Sejak Oktober 2023

Di Yerusalem, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak segera memberikan tanggapan terkait pernyataan Pangeran Faisal. 

Israel mengeklaim bahwa mereka tetap menyediakan makanan ke Gaza dan menyalahkan PBB atas kegagalannya dalam memenuhi kebutuhan pangan warga Gaza.

Pangeran Faisal menambahkan kesepakatan potensial antara AS dan Arab Saudi yang menyangkut perdagangan dan kecerdasan buatan “tidak terkait dengan pihak ketiga” dan bisa diproses dengan cepat.

“Beberapa dari kesepakatan yang lebih signifikan dalam kerja sama pertahanan jauh lebih rumit. Kami tentu menyambut baik kesempatan untuk menyelesaikannya sebelum masa jabatan pemerintahan (Presiden Biden) berakhir, tetapi ini bergantung pada faktor-faktor di luar kendali kami,” katanya, menjelaskan kompleksitas dalam kerja sama pertahanan. 

Ia juga menambahkan bahwa “jalur kerja lain tidak terlalu terhubung, dan beberapa dari mereka sudah berkembang cukup cepat,” menunjukkan optimisme pada kemajuan kesepakatan di luar normalisasi hubungan dengan Israel.

Arab Saudi dan AS juga tengah membahas serangkaian kesepakatan terkait energi nuklir, keamanan, dan kerja sama pertahanan.

Baca Juga: Mandat Penangkapan Netanyahu Mandek 5 Bulan di ICC, Diduga Dihambat Operasi Intelijen Israel

Kesepakatan-kesepakatan ini awalnya merupakan bagian dari rencana normalisasi yang lebih luas antara Riyadh dan Israel. 

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyatakan pada bulan Mei bahwa Washington dan Riyadh mendekati kesepakatan penting, tetapi menekankan bahwa untuk melanjutkan normalisasi, dibutuhkan ketenangan di Gaza serta jalan menuju pembentukan negara Palestina.

Ketegangan di Timur Tengah meningkat awal bulan ini setelah serangan rudal Iran terhadap Israel pada 1 Oktober. Israel kemudian merespons dengan melakukan serangan ke beberapa lokasi militer di Iran, meskipun tidak menargetkan fasilitas nuklir atau minyak. 

Negara-negara Teluk, termasuk Arab Saudi, telah meminta agar ada de-eskalasi yang mendesak, mengingat kekhawatiran mereka akan terjebak dalam konflik yang meluas.

Sebagai eksportir minyak terbesar dunia, Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir telah melakukan rekonsiliasi politik dengan Iran, yang telah membantu meredakan ketegangan regional. Namun, hubungan Saudi dengan Iran masih menghadapi tantangan yang kompleks. 

“Saya pikir hubungan kita dengan Iran bergerak ke arah yang tepat, tetapi tentu saja ini rumit dengan dinamika regional yang ada,” ujar Pangeran Faisal, menunjukkan bahwa Riyadh tetap berhati-hati dalam menghadapi ketegangan geopolitik di kawasan tersebut.

Leave a comment