Informasi Terpercaya Masa Kini

Yahya Sinwar Bertempur selama 18 Hari sebelum Kematian Menjemputnya

0 7

TEMPO.CO, Jakarta – Pemimpin Hamas yang gugur di medan perang, Yahya Sinwar, memilih untuk bertempur melawan pasukan Israel yang menjajah tanah kelahirannya. Caranya menjemput ajal telah membuat warga Gaza bangga memiliki pemimpin seperti Sinwar.

Sinwar pernah berkata bahwa ia lebih suka mati di tangan Israel daripada terkena serangan jantung atau kecelakaan mobil, dan pilihan inilah yang dijalaninya dengan konsisten.

“Hadiah terbaik yang bisa diberikan oleh musuh dan penjajah kepada saya adalah membunuh saya dan saya pergi sebagai syuhada di tangan mereka,” katanya.

Menurut sebuah sumber dalam gerakan perlawanan itu, selama 18 hari Sinwar bertempur melawan pasukan penjajah di Gaza sebelum ia menjadi martir.

Pada Jumat, 18 Oktober 2024, Hamas mengumumkan bahwa pemimpinnya di Gaza dan Kepala Biro Politik Yahya Sinwar telah syahid di garis depan karya besarnya, Operasi Banjir Al Aqsa, melawan musuh Israel.

Sinwar, bertentangan dengan klaim Israel bahwa ia bersembunyi di terowongan dan menggunakan tawanan sebagai perisai manusia, berada di sebuah rumah dengan beberapa pejuang lainnya, ia mengenakan pakaian militer, termasuk rompi, granat, amunisi, dan senapan serbu.

Dilansir Al Mayadeen, menurut sumber tersebut, setelah ditunjuk sebagai kepala Biro Politik Hamas, Sinwar disarankan untuk tetap berada di luar medan perang. Tetapi ia menolak dan bersikeras untuk tetap melawan, bertempur, dan mati di garis depan.

“Dia tidak ingin menjauh dari medan perang, dia ingin mati dalam pertempuran. Dia telah bertempur melawan Israel di Rafah selama 18 hari dan terlibat dalam pertempuran dengan empat rekannya pada hari kematiannya, sebuah pertempuran yang berlangsung sekitar dua jam,” kata sumber tersebut.

Mengungkapkan beberapa detail konfrontasi, sumber tersebut mengatakan kepada surat kabar Turkiye bahwa Sinwar sendirian di dalam gedung setelah rekan-rekannya berusaha mengalihkan pasukan pendudukan darinya. Dia memilih untuk membungkus wajahnya dengan kafiyeh untuk menghindari pengenalan kecerdasan buatan ketika pasukan Israel mengirim drone untuk merekamnya.

Dengan hanya sebuah tongkat di tangan, duduk di sofa, ia berusaha melemparkannya ke arah pesawat tak berawak Israel, yang kemudian mundur sebelum rumah yang ia tempati dibombardir sekali lagi, yang berujung pada kematiannya sebagai seorang martir.

Pahlawan Gaza

Video yang menunjukkan wajahnya ditutupi kafiyeh dan terluka parah di sebuah apartemen yang dihujani peluru saat mencoba melemparkan tongkat ke arah pesawat tak berawak yang merekamnya telah menginspirasi kebanggaan di kalangan warga Palestina, demikian Reuters mengabarkan

“Dia meninggal dalam keadaan mengenakan rompi militer, bertempur dengan senapan dan granat, dan ketika dia terluka dan berdarah, dia bertempur dengan tongkat. Beginilah cara para pahlawan meninggal,” kata Adel Rajab, 60 tahun, seorang ayah dari dua anak di Gaza.

“Saya sudah menonton video itu 30 kali sejak semalam, tidak ada cara yang lebih baik untuk mati,” kata Ali, seorang sopir taksi berusia 30 tahun di Gaza.

“Saya akan menjadikan video ini sebagai tontonan harian untuk anak-anak saya dan cucu-cucu saya kelak,” ujar ayah dari dua orang anak ini.

“Mereka mengatakan dia bersembunyi di dalam terowongan. Mereka mengatakan bahwa dia menahan para tahanan Israel di sampingnya untuk menyelamatkan nyawanya. Kemarin kami melihat dia memburu tentara Israel di Rafah, tempat penjajahan beroperasi sejak Mei,” kata Rasha, seorang ibu berusia 42 tahun yang mengungsi dengan empat orang anak.

“Beginilah cara para pemimpin pergi, dengan senapan di tangan. Saya mendukung Sinwar sebagai pemimpin dan hari ini saya bangga padanya sebagai seorang martir,” tambahnya.

Hamas tetap hidup siapa pun pemimpinnya

Menurut Al Mayadeen, Hamas telah mulai menyiapkan pemimpin berikutnya setelah kesyahidan Sinwar. Menurut sumber tersebut, ada tiga kemungkinan yang ada saat ini. Yang pertama adalah terpilihnya pelaksana tugas pemimpin Hamas, Khaled Meshaal, atau wakil kepala kantor politik, Khalil al-Hayya.

Yang kedua adalah pemilihan komite khusus untuk memimpin sampai perang di Jalur Gaza berakhir. Terakhir, opsi ketiga Hamas adalah pemilihan pemimpin yang tidak diumumkan.

Terakhir, pilihan ketiga Hamas adalah pemilihan pemimpin yang tidak diumumkan.

Terlepas dari itu, pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri menegaskan bahwa satu-satunya jalan bagi rakyat Palestina dan perlawanan mereka tetap tak tergoyahkan: berdiri teguh di tanah mereka, menolak pendudukan, dan menghadapi agresi sampai mereka menggagalkan semua upaya pemindahan dan pemberantasan tujuan nasional mereka, yang mengarah pada pembebasan penuh, kemerdekaan, dan hak untuk kembali.

Pilihan Editor: AS Siapkan Perundingan Gencatan Senjata Usai Kematian Pemimpin Hamas Yahya Sinwar

Leave a comment