Ramai Penutupan Cetiya di Cengkareng Diprotes Jemaat, Ini Penjelasan Pengurus
Beredar video memperlihatkan sejumlah jemaat memprotes penutupan Cetiya Permata Dihati di Cengkareng Barat, Cengkareng, Jakarta Barat. Massa melakukan aksi protes di kantor Kelurahan Cengkareng Barat, Selasa (24/9).
Cetiya sendiri dikenal sebagai tempat beribadah agama Buddha dan tempat tinggal anggota Sangha.
Dalam video itu tampak para pengunjuk rasa membawa spanduk berisi penolakan terhadap penutupan Cetiya tersebut. Mereka mendesak agar pengurus kelurahan berlaku adil dan kembali membuka Cetiya.
Seorang jemaat, Widodo, mengatakan peristiwa itu terjadi pada 24 September 2024 lalu. Peristiwa ini berawal dari penolakan warga terhadap aktivitas Cetiya pada 24 Juli 2024. Saat itu jemaat sedang menggelar ibadah, lalu ada sekelompok warga yang memprotes aktivitas mereka.
Sebagian aktivitas ibadah tersebut memang menggunakan jalan umum yang biasa dilalui warga. Inilah yang diprotes warga.
“Masalah yang dirundung, awalnya 24 Juli kita ada peribadatan di dalam ruangan. Tiba-tiba kalau Konghucu itu kalau dewanya sudah masuk, kita ada sedikit Kias di pinggir jalan. Di pinggir jalan kalau Cetiya Permata jadi itu sudah 13 tahun di sini kita tutup jalan tapi tidak semua ditutup. Ada (bukti) jejak digitalnya. Itu kayak tradisi palang pintu,” kata Widodo di Cetiya Permata di Hati, Jakarta Barat, Minggu (29/9).
Saat acara berlangsung, lanjut Widodo, ada salah satu oknum warga datang lokasi. Dia dituding sengaja menggeber motornya dan membuat keributan.
Oknum tersebut juga disebut memprotes ibadah jemaat Cetiya Permata karena tak mempunyai izin.
“Kita ada oknum LP datang dengan arogansi, kita diklakson, di tengah acara kita, padahal di sana itu ada kapospol ada polisi,diabaikan. Dia ada buka bagasi, tunjukin bukti surat, terus dia bilang ‘Kan sudah ada larangan tak boleh dilakukan di jalan’,” beber Widodo.
Menurut Widodo, dia sudah 13 tahun tinggal di kawasan itu. Selama ini aktivitas mereka tak pernah mendapat penolakan. Dia mengeklaim acara itu juga hanya berlangsung 30 menit.
“Kami nggak lama cuma sebentar, cuma setengah jam. Kita nggak tutup jalan, orang petugas sayur aja lewat, sama sudah sejak 13 tahun lalu sejak klaster C Surya Kencana. Sebelum hari H sudah minta izin humas, kalau ada palang pintu minta tutup jalan sebentar,” bebernya.
Upaya Mediasi Buntu
Widodo menyebut, pihaknya sudah melakukan mediasi dengan warga yang menolak. Dia merasa mediasi yang digagas RT/RW itu tak berjalan adil.
“Ini kan RW harusnya rukunin kia dong ngak memihak. Iuran kita bayar kok. Kita toleransi, (jika) kita merasa mengganggu. Berapa pun iuran kita bayar,” ungkapnya.
“Mediasinya belum ketemu,” lanjutnya.
Dalam waktu dekat, lanjut Widodo, mereka juga akan menggelar ibadah. Namun, mereka bingung dengan polemik yang hingga saat ini belum menemukan titik terang.
“Tanggal 21 mau ultah Dewi Kuan Yin lagi. Mediasi nggak ketemu, warga menuntut tak jelas. Saya warga Teluk Gong sendiri tak bisa beribadah, padahal saya juga warga Indonesia, di mana pun saya beribadah berhak,” tandasnya.
kumparan mengkonfirmasi hal ini kepada perangkat RW setempat. Namun saat didatangi ke lokasi, ketua RW sedang pergi keluar kota. Sedangkan Polsek Cengkareng dan Polres Jakbar yang dihubungi juga belum memberikan respons.