Andaikan Rasulullah Tiba-tiba “Menginap” di Rumah Kita Saat Malam Maulid
Bayangkan sejenak jika Rasulullah SAW, dengan seijin Allah, tiba-tiba muncul di depan pintu rumah kita di malam Peringatan Maulid ini. Beliau berdiri dengan senyum yang penuh kasih dan muka bersih, siap untuk masuk dan menginap di rumah kita. Apa yang akan kita lakukan?
Tentu kita akan sangat berbahagia, memeluk beliau dengan penuh rasa cinta, dan segera mempersilahkan beliau masuk ke ruang tamu kita. Kita mungkin akan memohon agar Rasulullah sudi menginap beberapa hari, berharap bisa menikmati kehadiran beliau.
Namun, dalam kegembiraan itu, barangkali kita teringat bahwa di ruang tengah ada program TV yang tidak pantas ditonton atau lukisan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kita mungkin merasa terpaksa harus menyembunyikan hal-hal tersebut atau memindahkan lafaz Allah dan Muhammad dari garasi ke ruang tamu dan keluarga.
Dalam upaya untuk menyambut beliau dengan baik, kita mungkin merasa canggung dan tertekan karena beberapa aspek dalam hidup kita yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang beliau ajarkan.
Ketika Rasulullah SAW bersedia menginap di rumah kita, kita mungkin merasa semakin malu jika menyadari bahwa kita lebih hafal lagu-lagu barat dan K-Pop daripada shalawat kepada beliau.
Kita mungkin merasa tersentuh ketika menyadari betapa sedikitnya pengetahuan kita tentang sejarah Rasulullah dan keluarga beliau, serta betapa kita mengabaikan amalan-amalan sunnah dan bacaan Al-Qur’an. Kita mungkin juga merasa malu ketika menyadari bahwa pakaian di rumah kita tidak pantas untuk berhadapan dengan Rasulullah SAW.
Lebih jauh lagi, kita mungkin merasa tertekan ketika Rasulullah SAW menanyakan nama tukang sampah yang setiap hari lewat di depan rumah kita atau nama dan alamat penjaga masjid di kampung kita. Pertanyaan-pertanyaan ini mengungkapkan ketidakpedulian kita terhadap orang-orang di sekitar kita, yang sebenarnya harus kita hargai dan hormati.
Saat merenungkan semua ini, kita mungkin merasa malu dan terharu. Betapa banyaknya kekurangan dalam hidup kita yang belum sepenuhnya mencerminkan ajaran Rasulullah SAW. Senyum beliau yang pilu, sedih, dan getir akan menyadarkan kita tentang betapa pentingnya memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ibadah serta kehidupan kita.
Pikiran yang terbuka dan mulut yang tertutup merupakan gambaran yang kuat dalam momen ini. Pikiran terbuka mengajak kita untuk merenung dan mengakui kekurangan kita, sementara mulut yang tertutup mengajarkan kita untuk fokus pada perbaikan nyata.
Penghalang yang kita hadapi seharusnya tidak menjadi alasan untuk berhenti, tetapi harus menjadi pendorong untuk terus berusaha.
Kita harus waspada terhadap musibah terbesar: ketika kedekatan kita dengan Allah perlahan-lahan terenggut. Tanda-tanda musibah ini sering kali terlihat dari menurunnya kualitas ibadah dan kurangnya kesadaran kita akan pentingnya amalan-amalan shalat, membaca Al-Qur’an, dan melaksanakan kebaikan.
Dalam momen Peringatan Maulid ini, mari kita gunakan kesempatan ini untuk merefleksikan diri dan mulai memperbaiki diri. Jangan hanya memikirkan bagaimana mengubah tampilan luar rumah kita untuk menyambut Rasulullah SAW, tetapi juga bagaimana kita bisa memperbaiki kebiasaan dan sikap kita agar lebih sesuai dengan ajaran beliau.
Semoga dengan kesadaran ini, kita semakin termotivasi untuk memperbaiki diri dan hidup sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Wallahu a’lam bishawab—hanya Allah yang mengetahui yang terbaik. Semoga dengan refleksi ini, kita dapat terus berusaha dan memperbaiki diri dalam setiap langkah kita.
Selamat memperingati Maulid Rasulullah SAW. Semoga kita selalu diberi kekuatan untuk mengikuti teladan beliau dan memperbaiki kualitas ibadah serta kehidupan kita.
Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)
________________________________________________
Semoga tulisan ini dapat menjadi refleksi yang mendalam dan bermanfaat bagi kita semua dalam menyambut Peringatan Maulid Rasulullah SAW.