Cerita Nenek Maia Estianty Jadi Istri Presiden Soekarno,Nikah Usia 16 Tahun,Setahun Kemudian Cerai
SURYAMALANG.COM – Cerita Nenek Maia Estianty jadi istri Presiden Soekarno yang jarang diketahui.
Maia Estianty pernah mengungkapkan rahasia keluarganya yang tak banyak orang tahu.
Ternyata nenek Maia Estianty pernah menikah dengan Soekarno.
Nenek Maia Estianty tak lain adalah Siti Oetari Tjokroaminoto, putri pahlawan pergerakan nasional HOS Tjokroaminoto.
Siti Oetari Tjokroaminoto merupakan istri pertama Soekarno.
Atas dasar hormat kepada HOS Tjokroaminoto, Presiden RI pertama tersebut bahkan meminang putrinya, Siti Oetari Tjokroaminoto.
Siti Oetari yang kemudian melahirkan Harjono Sigit, ayah Maia Estianty.
Siti Oetari dan Soekarno menikah sebelum Indonesia merdeka atau tepatnya pada tahun 1921.
Baca juga: Anak Mulan Jameela Ikut Rayakan Ultah Al Ghazali, Sikap Tiara Savitri Disorot, Bak Saudara Kandung
Baca juga: Momen Syahrini Nongkrong Sama Anak, Princess R Naik Stroller Mahal, Bergelimang Harta Sejak Bayi
Saat itu Siti Oetari masih berusia 16 tahun dan Soekarno sudah berusia 21 tahun.
Pernikahan tersebut tidak berlangsung lama.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Siti Oetari belum pernah disentuh sama sekali oleh Soekarno.
Lantas apa alasan Soekarno mau menikah dengan Siti Oetari?
Ternyata alasan Soekarno mau menikah dengan Siti Oetari karena Hadji Oemar Said Tjokroaminoto adalah gurunya.
Soekarno juga sudah menganggap ayah Siti Oetari itu sebagai orangtuanya sendiri.
Selain itu, Bung Karno juga merasa simpati kepada Siti Oetari yang baru saja ditinggal ibunya, Suharsikin, yang menderita sakit parah.
Awal kenal
Perkenalan antara Bung Karno dan Siti Oetari bermula ketika ia menuntut ilmu kepada HOS Tjokroaminoto.
Selama itu Bung Karno hanya menganggap Siti Oetari sebagai adiknya sendiri.
Ibu Siti Oetari mengalami sakit dan akhirnya meninggal dunia.
Adik Tjokroaminoto mendatangi Soekarno dan membujuknya untuk menikah dengan Siti Oetari untuk menghilangkan kesedihan di hati HOS Tjokroaminoto.
Pernikahan berlangsung cepat dan sederhana.
Meski begitu pernikahan Soekarno dan Siti Oetari sempat terjadi ketegangan lantaran Soekarno enggan mengganti pakaian yang ia kenakan karena dianggap tidak sesuai syariat Islam.
Saat itu Soekarno mengenakan setelan jas dan dasi.
Dia pun menggertak penghulu akan membatalkan pernikahan tersebut karena bersikukuh tidak ingin mengganti pakaiannya.
Pernikahan Soekarno dan Siti Oetari merupakan “pernikahan gantung”, dikatakan kala itu Soekarno sebenarnya belum siap menikah.
Dia juga merasa Siti Oetari masih kekanak-kanakan.
Di sisi lain Soekarno juga masih menempuh pendidikan di Sekolah Tekhnik Tinggi untuk mengejar gelar Insinyur.
Beberapa bulan setelah itu, dia mengembalikan Oetari ke ayahnya lalu menceraikannya pada 1922.
Meski sudah dua tahun menikah, nenek Maia Estianty masih terjaga kesuciannya.
Cerita Maia Soal Neneknya
Maia pernah menyinggung soal neneknya, Siti Oetari kepada Irfan Hakim.
“Ada eyang Tjokroaminoto, buyut gue. Kakek buyut punya anak perempuan yang menikah dengan Soekarno, istri pertama,” kata Maia Estianty dikutip dari kanal Youtube DeHakims Story, Jumat, 9 Agustus 2024.
Istri Irwan Mussry itu menjelaskan, neneknya akhirnya dicerai karena kehadiran perempuan lain yaitu Inggit Garnasih.
Pada saat itu, Siti Oetari belum dikaruniai keturunan.
“(Istri) Sebelum Bu Inggit Garnasih, tapi enggak punya anak terus cerai karena Soekarno bertemu Bu Inggit.”
Setelah bercerai, nenek Maia menikah kembali.
“Cerai jadi akhirnya nenek kawin lagi sama sepupunya, punya anak bapak gue, baru turun gue,” kata dia.
Cara didik Maia Estianty
Lahir dari keluarga akademisi, El Rumi mengaku mendapat didikan keras dari ibunya dan kakeknya, Harjono Sigit.
Hal itu diungkapkannya kepada Rudy Salim.
Rudy Salim bertanya soal IQ El Rumi dan lulus SMU dengan nilai tinggi yang merupakan didikan ayah atau ibunya.
“Gak tahu sih, mungkin ya karena didikan disiplin dari bunda kali ya.
Bunda tuh disiplin. Terus dulu juga ayahnya bunda itu rektor di ITS,” katanya.
Ayah Maia Estianty, Ir. Harjono Sigit Bachroen Salam merupakan pionir Pendidikan Arsitektur Surabaya.
Dia pernah menjadi dosen jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Institut Teknologi Sepuluh November.
Lalu menjadi rektor ITS Surabaya pada tahun 1982 hingga 1986.
(TribunTrends)