Informasi Terpercaya Masa Kini

Duduk Perkara Perseteruan Warga dan Sekolah Petra Surabaya

0 18

Warga Perumahan Tompotika, Surabaya, dengan SMP Kristen Petra 2 dan SMA Petra 2 Surabaya, berseteru terkait dengan penarikan uang keamanan hingga adanya penutupan jalan.

Warga juga memperkarakan terkait kemacetan di wilayahnya yang terjadi setiap pagi dan sore hari, saat orang tua murid menjemput atau mengantar anaknya.

Kabag Legal Perhimpunan Pendidikan dan Pengajaran Kristen Petra, Christin Novianty Panjaitan, menjelaskan bahwa pihak sekolah ditarik iuran keamanan oleh pihak RW Perumahan Tompotika mulai tahun 2017 hingga awal 2024.

Selama itu, terdapat kenaikan uang iuran keamanan sebanyak lima kali. “Awal pada 2017 Rp 18,5 juta. Naik jadi Rp 23 juta, naik lagi jadi Rp 30 juta, naik lagi jadi Rp 32 juta sampai akhirnya mengalami kenaikan lagi menjadi Rp 35 juta. Lima kali kenaikan ini, lima kali pihak Petra tidak pernah diajak rundingan,” jelas Christin kepada kumparan, Sabtu (3/8).

Pada awal tahun 2024, pihak Petra diberikan surat edaran terkait kenaikan iuran keamanan per bulan menjadi Rp 35 juta. Petra pun membalas surat tersebut dengan menyatakan keberatan atas kenaikan iuran.

“Akhirnya tidak ada kesepakatan, mereka meminta Rp 35 juta, kami meminta Rp 25 juta,” katanya. Pihak RW menyampaikan bahwa harus menuruti aturan tersebut dan ada perihal ancaman penutupan akses jalan menuju sekolah. “Karena memang kalau kita tidak mengikuti terkait kenaikan itu, akses jalan menuju sekolah ditutup,” ucapnya.

Hingga pada akhirnya, Jalan Manyar Tirtoasri, akses menuju sekolah SMP dan SMA Kristen Petra 2 Surabaya, ditutup oleh warga pada tanggal 15 Mei 2024. Namun, tak sampai sehari, portal tersebut dibuka kembali oleh warga.

Atas kejadian tersebut, Petra melaporkan ke Komisi C DPRD Surabaya. Pihak Petra dan warga pun dipertemukan. Di situ membahas terkait dengan kenaikan iuran keamanan, penutupan akses jalan, dan permintaan laporan keuangan selama ini oleh Petra. “Tapi tiba-tiba tanggal 15 Mei jalannya ditutup saja. Pada saat itu, portal sudah dibuka. Jadi cuma sehari. Timbul lah kita ke Komisi C itu karena penutupan jalan itu,” terangnya.

Pihak Petra dan RW Perumahan Tompotika diarahkan ke Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemkot Surabaya untuk pembahasan iuran keamanan. Di situ, warga memberikan laporan keuangan iuran keamanan dari periode bulan Mei 2023 sampai dengan Februari 2024.

Petra lalu menyelidiki dengan menanyakan kepada sekuriti kompleks perihal kesesuaian laporan keuangan tersebut. “Saya bilang bahwa laporan pertanggungjawaban itu tidak dapat kami validasi kebenarannya. Contohnya, ada pembayaran BPJS dibayarkan kepada sekuriti. Tetapi ketika kami tanyakan kepada sekuriti apakah dipakai untuk pembayaran BPJS, ada sekuriti yang berkata bahwa tidak, kami memakai untuk rokok dan BBM juga,” ungkapnya.

Setelah itu, mereka kembali dipanggil di Komisi C DPRD Surabaya pada tanggal 17 Juli 2024. Saat pertemuan tersebut, pihak warga menyatakan bahwa Petra dibebaskan dari pembayaran iuran keamanan per 1 Juli 2024. Sehingga, Petra mulai Maret 2024 saat kenaikan Rp 34 juta hingga sekarang, tidak ada pembayaran iuran.

Alasan warga menaikkan iuran keamanan dijelaskan oleh Juru Bicara Kompleks Perum Tompotika yang juga warga RW 4, Triawan Kustiya. Ia menyebutkan bahwa pihaknya menaikkan iuran keamanan mencapai Rp 35 juta karena ingin menaikkan gaji satpam kompleks yang berjumlah sekitar 40 orang.

“Awal mulanya awal tahun 2024 kita menaikkan iuran dari Rp 32 juta menjadi Rp 35 juta. Pada Januari ke belakang, Petra masih bayar Rp 32 juta. Jadi mekanismenya itu di sini keluar iuran Rp 32 juta. Rp 32 juta ini 3 RW dengan Petra itu memasukkan ke kas yang ditampung oleh bendahara keamanan. Bendahara keamanan ini yang mengelola keuangan dari masing-masing Rp 32 juta ini dikumpulkan, dikelola bendahara keamanan, termasuk untuk bayar satpam,” kata Tri.

“Satpam kami itu jumlahnya sekitar 40. Satpam kami ini hampir 4 tahun tidak naik (gajinya). Jadi per satpam dibayar Rp 2,7 jutaan. Terus kami berinisiatif untuk menaikkan paling tidak mendekati UMR. Akhirnya naik menjadi Rp 3 juta. Itu sudah kami perhitungkan tiap-tiap RW dikenakan jadi Rp 35 juta. Kami sudah memberi tahu ke Petra bahwa akan terjadi kenaikan Rp 35 juta. Di sinilah awal mulanya Petra tidak mau membayar Rp 35 juta. Padahal 3 RW ini tetap membayar Rp 35 juta ini,” lanjutnya.

Terkait dengan laporan keuangan, Tri menyatakan bahwa dari awal memang tidak ada kesepakatan untuk melaporkan setiap bulannya. “Pada waktu Rp 32 juta Petra tidak pernah meminta laporan keuangan dan kita tidak punya agreement dengan Petra untuk membuat laporan keuangan, tidak ada pertanggungjawaban dari RW memberi laporan keuangan ke Petra,” ungkapnya.

Warga juga mengeluhkan kemacetan setiap harinya di pagi dan sore hari saat orang tua murid SMP dan SMA Kristen Petra 2 Surabaya mengantar atau menjemput anaknya.

“Petra itu jumlah siswanya sekitar 1.700, ini pengakuan Petra saat rapat di Komisi C. Kita katakan 1.000 saja itu setiap hari mengantar sekolah itu kita anggap 1.000 kendaraan masuk ke sini. Begitu juga pulang sekolahnya itu ya hampir 1.000 kendaraan. Sehingga membuat trouble. Padahal, masalah kemacetan itu kami 7 pintu itu kami buka semua dan masih macet,” bebernya.

“Kedua, untuk penurunan anak sekolah itu ada 3 tempat yang disediakan, perempatan Manyar Tirtomulyo, Tirtoasri ada 2. Itu macet sekali. Dengan macet seperti itu, kami merasa tidak nyaman. Karena pikiran kami kalau terjadi sesuatu misalnya ada kebakaran sementara Petra mengantar/jemput anak sekolah sementara pintu masuknya itu macet, terus mobil damkar harus segera menuju ke sini, bagaimana pertanggungjawabannya? Itulah yang menjadi persoalan di warga kami sehingga warga kami sebenarnya keberatan dengan adanya Petra di sini,” lanjutnya.

Leave a comment