Informasi Terpercaya Masa Kini

Dipertemukan China, Bagaimana Hubungan Hamas dan Fatah di Palestina?

0 37

KOMPAS.com – Pemerintah China disebut-sebut berhasil mempertemukan dua faksi Palestina yang kerap berseberangan yakni Hamas dan Fatah.

Hal itu terjadi saat perwakilan Hamas dan Fatah mendeklarasikan persatuan pemerintahan di Tepi Barat dan Jalur Gaza setelah berakhirnya perang dengan Israel, Selasa (23/7/2024) di Beijing, China.

Dikutip dari AP News, Rabu (24/7/2024), kesepakatan itu juga disetujui 12 partai lain di Palestina.

Deklarasi di Beijing menyatakan Palestina memiliki batas-batas negara yang berlaku sebelum Israel merebut Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem timur dalam perang 1967.

Namun, kedua kelompok tidak merinci bagaimana atau kapan pemerintah dibentuk. Kedua faksi sepakat menindaklanjuti perjanjian rekonsiliasi itu.

Sayangnya, kesepakatan ditolak Israel, Amerika Serikat, dan negara-negara Barat lain dengan pengecualian Hamas harus secara tegas mengakui keberadaan Israel.

Meski begitu, bersatunya Hamas dan Fatah telah menunjukkan ada kesepakatan di antara partai besar Palestina yang berselisih selama setidaknya 44 tahun.

Lalu, bagaimana hubungan Hamas dan Fatah sebenarnya?

Baca juga: Kata PBB, Uni Eropa, Hamas, dan Israel soal Usulan Gencatan Senjata di Gaza

Perbedaan Hamas dan Fatah

Meski sama-sama bertujuan membangun negara Palestina di wilayah yang diduduki israel, Hamas dan Fatah memiliki sejumlah perbedaan.

Dikutip dari Al Jazeera (12/10/2017), berikut sejumlah perbedaan antara fraksi Hamas dan Fatah di Palestina.

Fatah

Fatah aslinya bernama Harakat al-Tahrir al-Filistiniya atau Gerakan Pembebasan Nasional Palestina dalam Bahasa Arab. Kata Fatah berarti “menaklukkan”.

Fatah memiliki ideologi sekuler yang melawan Israel dengan jalur negosiasi. Fatah mengakui keberadaan Israel. Namun, ingin membangun negara Palestina di sebelah Israel.

Kelompok ini didirikan di Kuwait pada akhir 1950-an oleh warga Palestina diaspora setelah Nakba atau pembersihan etnis Palestina oleh gerakan Zionis untuk mendirikan Israel.

Fatah didirikan beberapa orang, terutama mendiang presiden Otoritas Palestina Yasser Arafat, ajudan Khalil al-Wazir dan Salah Khalaf, dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

Fatah awalnya dibuat untuk membebaskan Palestina lewat perjuangan bersenjata. Perjuangan kelompok ini dimulai 1965. Sebagian besar operasinya dilakukan dari Yordania dan Lebanon.

Setelah Perang Arab-Israel 1967, Fatah menjadi partai dominan dalam Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). PLO dibentuk pada 1964 untuk membebaskan Palestina dan jadi wakil rakyat di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Usai Fatah diusir dari Yordania dan Lebanon pada 1970-an dan 1980-an, partai itu mengalami perubahan. Mereka lebih memilih berunding dengan Israel.

Pada 1990-an, PLO yang dipimpin Fatah resmi meninggalkan perlawanan bersenjata. Mereka mendukung Resolusi Dewan Keamanan PBB 242 agar negara Palestina dibangun di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza bersebelahan dengan Israel.

PLO menandatangani Perjanjian Oslo membentuk Otoritas Nasional Palestina atau Otoritas Palestina. Itu badan pemerintahan sementara yang akan memimpin Palestina saat merdeka.

Baca juga: Israel Sebut Perang Melawan Hamas Diperkirakan hingga Akhir Tahun 2024

Hamas

Hamas merupakan akronim dari Harakat al-Muqawamah al-Islamiyya atau Gerakan Perlawanan Islam. Kata Hamas berarti “semangat”.

Hamas memiliki ideologi islamis yang berjuang melawan Israel dengan perlawanan bersenjata. Hamas tidak mengakui keberadaan Israel. Namun, menerima berdirinya negara Palestina.

Gerakan Hamas didirikan di Gaza pada 1987 oleh imam Sheikh Ahmed Yasin dan ajudan Abdul Aziz al-Rantissi segera setelah dimulainya Intifada pertama.

Kelompok ini awalnya cabang Ikhwanul Muslimin di Mesir. Mereka membentuk sayap militer Brigade Izz al-Din al-Qassam untuk melawan Israel dengan tujuan membebaskan Palestina.

Pada 2017, Hamas memutuskan hubungan dengan Ikhwanul Muslimin.

Meski begitu, Hamas tetap akan memperjuangan negara Palestina secara penuh. Namun, bersedia membentuk Palestina di wilayah Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza. Hamas menyebut terbentuknya Israel sebagai hal yang sepenuhnya ilegal. 

Hamas memasuki politik Palestina sebagai partai pada 2005 dalam pemilihan lokal. Mereka meraih kemenangan dalam pemilihan parlemen 2006 mengalahkan Fatah. Sejak 2007, Israel pun melancarkan perang melawan Hamas di Jalur Gaza.

Baca juga: 5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Hubungan Hamas dan Fatah

Fatah dan Hamas berselisih sejak akhir 1980-an karena perbedaan pandangan. 

Hamas menang dalam pemilihan legislatif 2006 dan merebut kekuasaan Gaza.

Mereka lalu mengusir Fatah yang tidak mengakui hasil pemilihan sehingga jatuh korban jiwa. Sejak saat itu, Hamas memerintah Gaza dan konsisten menolak mengakui Israel secara resmi.

Sebaliknya, Fatah mengendalikan sebagian wilayah Tepi Barat yang kini diduduki Israel. Mereka turut menangkap anggota Hamas dan dinilai tidak memberikan perlawanan berarti terhadap serangan Israel.

Dilansir dari AP News, Rabu (24/7/2024), Fatah bekerja sama dengan Israel dalam kesepakatan damai pada awal 1990-an. Kesepakatan itu bertujuan membentuk negara di Tepi Barat dan Gaza. Namun, perundingan terhenti.

Akibatnya, Fatah hanya bertanggung jawab atas daerah Tepi Barat yang terisolasi.

Hamas dan Fatah pernah menandatangani perjanjian rekonsiliasi di Kairo, Mesir pada 2011 dan 2022 di Aljir, Aljazair. Namun, ketentuannya tidak pernah dilaksanakan.

Belakangan kedua faksi bertemu Menteri Luar Negeri China Wang Yi untuk membicarakan persatuan sejak Minggu (21/7/2024). Semua faksi berkomitmen membentuk negara Palestina.

Juru bicara Fatah, Jamal Nazzal mengatakan persatuan tersebut diadakan setelah Hamas masuk dalam keanggotaan Organisasi Pembebasan Palestina yang dipimpin Fatah.

“Masih jauh dari harapan, dan sebagian besarnya akan terlaksana setelah kemungkinan adanya gencatan senjata,” ujar dia.

Pejabat politik Hamas Husam Badran menyebut kesepakatan itu sebagai “langkah positif lebih lanjut menuju tercapainya persatuan nasional Palestina”.

Leave a comment