Ini 3 Tips agar Anak Mengasah Kecerdasannya
Anak kami punya kecerdasan naturalis, sama seperti aku dan istri. Bagaimana cara mengasah kecerdasan dalam diri anak?
***
Dari sembilan kecerdasan majemuk gagasan Howard Gardner–terbaru kecerdasan eksistensial–tiap orang memiliki setidaknya dua kecerdasan menonjol.
Kami suka berjalan-jalan ke tempat bernuansa alam, tracking, hiking, camping, dan bertanam. Kecerdasan naturalis ini menurun pada anak. Anak kami mulai kelihatan kecerdasan majemuknya dari kebiasaan di rumah. Kami sering memainkan lagu anak-anak dan mengajaknya ke Sekolah Minggu, ia jadi suka berjoget. Belakangan ia bisa bernyanyi Garuda Pancasila pasca melihat patung burung rajawali di pusat kota saat ke pasar dengan mamanya. (Kecerdasan musikalis)
Sejak usia tiga bulan (bahkan sejak masih di dalam kandungan), ia kami ajak ke sekitar sawah. Memandang pegunungan, padi nan hijau dan gemericik suara air di sungai. Kadang ada burung maupun hewan ternak milik warga sekitar yang digembalakan, seperti kambing dan bebek.
Kami juga rutin mengajak anak ke tempat Mbah, minimal seminggu sekali. Mbah memelihara ayam, ia makin terbiasa berinteraksi dengan ayam. Mulanya hanya memanggil-manggil dari jauh. Berlanjut suka memberi makan ayam (karena melihat Mbah), minta ditangkapkan, terkini bisa menangkap sendiri anak ayam. (Kecerdasan naturalis)
Senang rasanya, sebagai orang tua mendapati anaknya sudah kelihatan kecerdasannya sejak dini. Tugas utama orang tua yakni menstimulus, melatih, mendampingi, dan terus memberi dukungan yang diperlukan anak. Tak masalah anak memiliki kecerdasan yang mana, karena tiap pribadi akan unik. Yang penting, orang tua terus memberi dukungan.
Kesembilan jenis kecerdasan ada dalam diri setiap anak. Hanya, tidak semua bisa muncul. Ada kecerdasan yang menonjol, ada pula yang samar. Ada yang bisa muncul otomatis hasil reaksi dengan lingkungan, ada yang harus distimulus.
Berikut ini 3 tips untuk mengasah kecerdasan anak.
1) Berikan stimulus
Stimulasi (stimulus) adalah pemberian rangsangan dari lingkungan yang bisa memancing respons tertentu dalam diri anak. Stimulasi penting untuk mengoptimalkan proses tumbuh kembang dan kecerdasan anak serta membantu anak agar siap memasuki tahap perkembangan selanjutnya. (haibunda.com)
Kami bisa melihat jelas perbedaan anak yang diberi dengan yang tidak diberi stimulus. Misalnya, memasuki usia setahun, biasanya anak sudah bisa tengkurap, merangkak, bahkan memegang benda tinggi untuk belajar berdiri. Alih-alih terus menggendong anak, kami biasa merebahkannya di lantai beralas karpet agar ia bisa leluasa bergerak. Kami berikan mainan yang bisa berbunyi, dan agak menjauhkan dari posisinya. Refleks, ia akan merangkak untuk meraih mainannya.
Setelah ada indikasi mau berdiri, kami mulai memapahnya untuk pertama-tama berdiri, lalu mengambil langkah pertama. Seiring perkembangannya, kami berikan stimulus melalui pengamatan di lingkungan sekitar, musik, lagu, dan bermacam-macam nama benda, hewan berikut suaranya. Sedangkan anak yang jarang diberi stimulus hingga usia setahun belum bisa berjalan. Dalam aspek lain ia akan terhambat perkembangannya.
2) Temani dan ajari
Waktu adalah hal paling berharga yang Tuhan anugerahkan selain kesehatan. Waktu bahkan disebut lebih berharga dari uang. Uang bisa dicari, waktu dengan anak tak bisa dibeli.
Menyadari hal ini, aku dan istri berkomitmen sejak persiapan menikah bahwa istri akan mengurus anak dan rumah tangga. Ia bisa sambil berjualan buah, makanan, dan minuman herbal. Aku dan istri berusaha menemani dan mengajari anak dalam mengasah kecerdasannya.
Saat perjalanan ke pasar, anak akan bertanya apa ini apa itu, lalu mamanya yang menjelaskan. Apa namanya, fungsinya, bahkan suaranya. Kami berdua menemaninya di Sekolah Minggu, kecuali jika aku tugas di kelas lain. Dalam perjalanan pulang dari gereja, kami melewati kios yang ada replika buah-buahan. Ia sudah hafal semua namanya.
Dalam masa golden age, anak harus ditemani dan diajari. Guru pertamanya ya orang yang setiap hari bersama anak, orang tua. Bagi orang tua yang sibuk, anak biasanya diasuh oleh helper (Mbak). Jika begitu, anak akan mendapat stimulus dari helper dengan pemahaman ala kadarnya, setidaknya untuk motorik kasar. Tak heran, anak akan lebih percaya dan mencari helper jika mengalami masalah. Kami ingin anak percaya dan belajar pertama kali dari kami, orang tuanya.
3) Lakukan dengan konsisten
Memulai sesuatu itu sulit. Mengerjakan dengan konsisten tak kalah sulit.
Para atlet berlatih dengan tekun, kerja keras, dan konsisten agar bisa memenangkan pertandingan. Para pengusaha sukses harus bekerja dengan konsisten agar meraih target pasar. Orang tua juga harus menemani dan mengajari anak dengan konsisten.
Stimulus kami berikan di setiap kesempatan yang ada. Saat di rumah, dalam perjalanan, saat di tempat Mbah, maupun saat mengunjungi tempat baru. Khususnya saat bersentuhan dengan alam, seperti berinteraksi dengan hewan. Di rumah Mbah, anak kami biasanya diajak mencari siput yang menempel di polibek tempat Mbah menanam sayuran.
Terkini, ia berani memegang bunglon yang menghuni tanaman bumbu di depan rumah. Meski baru pertama, ia tidak ada rasa takut sama sekali. Ia melihatku menarik ekor bunglon kapan lalu, lalu ditirunya begitu saja. Children see, children do. Kami pun menjelaskan, tidak semua hewan bisa dipegang. “Kalau ular jangan dipegang ya, Nak!” ujar istriku.
***
Demikian pengalaman kami mengasah kecerdasan majemuk pada anak, khususnya kecerdasan naturalis. Anda bisa mencoba 3 tips di atas untuk membantu anak mengasah kecerdasannya. Semoga bermanfaat. –KRAISWAN