Dukungan untuk Rusia, Kecaman China untuk NATO, dan Ancaman Arab Saudi
REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL— Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengecam tuduhan “tanpa dasar” NATO yang mengatakan negara itu secara terang-terangan mendukung industri pertahanan Rusia hingga memungkinkan tindakan militer Moskow di Ukraina.
Pernyataan NATO tersebut juga mendesak China, yang menjadi anggota tetap Dewan Keamanan PBB, menghentikan segala bentuk bantuan terhadap upaya perang Rusia.
“China tidak terima tuduhan ini, kata Wang, mengacu pada pernyataan NATO bahwa Beijing merupakan “pendukung yang menentukan” atas perang Rusia terhadap Ukraina. China dan negara-negara NATO memiliki sistem dan nilai politik yang berbeda, tetapi seharusnya ini tidak menjadi alasan bagi NATO untuk memicu konfrontasi dengan China,” tambahnya.
“Cara yang tepat adalah dengan memperkuat dialog, meningkatkan pemahaman, membangun dasar rasa saling percaya, dan menghindari kesalahan penilaian strategis,” papar Menlu China itu.
Wang meminta aliansi militer yang beranggotakan 32 negara itu untuk “mematuhi tugasnya, tidak ikut campur dalam urusan Asia-Pasifik, atau ikut campur dalam urusan dalam negeri China, dan tidak menentang hak dan kepentingan sah China.”
“China bersedia menjaga kontak dengan NATO atas dasar kesetaraan dan melakukan pertukaran atas dasar saling menghormati,” ucapnya.
Sementara itu, Arab Saudi memperingatkan negara-negara Eropa bahwa mereka akan menjual sejumlah surat utang negara di Benua Biru itu sebagai pembalasan atas tindakan G-7 yang menyita hampir 300 miliar dolar Amerika Serikat aset Rusia yang dibekukan. Demikian menurut laporan Bloomberg seperti dilansir MEE, Selasa (9/7/2024).
Ancaman itu disampaikan dari Kementerian Keuangan Arab Saudi pada awal tahun ini ke beberapa negara G-7, ketika kelompok tersebut mempertimbangkan penyitaan aset-aset Rusia yang dibuat khusus untuk mendukung Ukraina. “Arab Saudi mengisyaratkan utang euro yang diterbitkan oleh Prancis,” tulis Bloomberg.
Riyadh telah mengkhawatirkan upaya Barat untuk menyita aset Kremlin selama berbulan-bulan. Pada bulan April, Politico melaporkan bahwa Arab Saudi, bersama dengan Tiongkok dan Indonesia, secara pribadi melobi UE agar tidak melakukan penyitaan.
Ancaman Arab Saudi untuk menjual surat utang negara-negara anggota Uni Eropa menunjukkan langkah Riyadh unjuk kekuatan dalam memanfaatkan daya ekonomi mereka buat mempengaruhi para pembuat kebijakan di negara-negara barat.
Tidak jelas berapa banyak surat utang Eropa yang dimiliki Arab Saudi. Namun cadangan mata uang asing bersih bank sentral mereka mencapai 445 miliar dolar AS.
Arab Saudi memiliki obligasi Amerika Serikat senilai 135,9 miliar dolar AS dan menempatkannya di peringkat ke-17 di antara investor surat utang Amerika Serikat.
Pada Juni lalu, G-7, yang mencakup Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang, setuju untuk memberikan pinjaman sebesar 50 miliar dolar AS kepada Ukraina yang akan didukung oleh keuntungan dihasilkan dari aset Rusia.
Langkah ini tidak menghentikan penyitaan penuh atas aset bank sentral Rusia yang dibekukan di negara-negara Barat senilai sekitar 322 miliar dolar AS.
Bloomberg mengatakan bahwa peringatan Arab Saudi kemungkinan akan memicu pertentangan di antara beberapa negara anggota UE terhadap pendekatan yang lebih tegas, meskipun Amerika Serikat dan Inggris melobi agar penyitaan segera dilakukan.