Informasi Terpercaya Masa Kini

Pantesan Bisa Cari Tahu Keberadaan Pegi Perong,Pengacara Pegi Setiawan Pernah Jadi Pejabat di TNI

0 63

SURYA.co.id – Pantas saja pengacara Pegi Setiawan, Marwan Iswandi, bisa cari tahu keberadaan Pegi alias Perong yang jadi tersangka sebenarnya kasus Vina Cirebon.

Ternyata, Marwan dulu pernah jadi pejabat di TNI.

Jabatan yang diembannya saat itu cukup mentereng, yakni Oditur militer TNI.

Sehingga sangat mudah baginya untuk dekat dengan jaringan intelijen TNI.

Diketahui, Marwan mengaku pernah mendapat telepon dari seseorang (anggota intel) tentang keberadaan Pegi Perong. 

“Ada telepon, bang sebenarnya si Pegi yang ditangkap bukan Pegi Perong. Pegi Perong memang ada tapi di geng motor,” ungkap Marwan, dikutip dari tayangan Kompas TV.

Baca juga: Sosok Pegi Perong Masih Berkeliaran usai Pegi Setiawan Bebas, Pengacara Eks Tentara Kuak Lokasinya

Masih menurut penelepon, sosok Pegi Perong ini memiliki komunitas yang persatuannya sangat kuat. 

Dia pun meminta penelepon ini untuk mencari keberadaan Pegi Perong.

“Tapi yang jelas Pegi Perong memang ada. Ada di seputaran Cirebon,” ungkap Marwan.

Marwan berharap di kasus ini tidak akan ada lagi orang yang tidak bersalah, lalu dihukum. 

Dia pun siap membantu Polri untuk mengungkap semuanya.

“Saya tidak ikhlas yang membunuh berkeliaran. Saya siap membantu. Dengan cara jaringan saya.

Background saya kan tentara, teman-teman dari intel banyak,” tukasnya.

Dikutip dari berbagai sumber, Mayor CHK (Purn.) Marwan Iswandi, S.H., M.H. adalah mantan pejabat TNI yang sempat menempati posisi mentereng, yakni Oditur (Penasihat Hukum Mabes) Militer TNI.

Baca juga: Putuskan Pegi Setiawan Bebas, Kekayaan Hakim Eman Sulaeman Disorot, Sederhana Cuma Punya 1 Motor

Memiliki nama panggilan Andi, purnawirawan TNI ini dilahirkan di Manna, Bengkulu Selatan.

Dikutip dari berbagai sumber, Andi pernah bersekolah di SD Negeri Padang Panjang Manna Bengkulu Selatan, kemudian dilanjutkan ke MTsN Manna dan MAN Manna Bengkulu Selatan.

Sayangnya tidak banyak informasi mengenai pendidikan militer yang ditempuh oleh Andi.

Namun dirinya beberapa kali disebut sebagai pakar hukum militer yang tentu selaras dengan pekerjaannya kini.

Andi juga pernah dikabarkan akan terjun ke dunia politik praktis, yakni dengan mencalonkan diri sebagai Bupati Bengkulu Selatan pada tahun 2020.

Andi dikenal sebagai sosok yang cukup tegas dalam membela kliennya.

Bahkan Andi pernah mendesak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk bersikap ksatria dan mengeluarkan SP3 jika memang Pegi tidak terbukti bersalah.

Selain Andi, pengacara Pegi lainnya yakni Muchtar Effendi juga mencuri perhatian publik.

Pada sidang praperadilan beragendakan pembuktian dari Pegi Setiawan yang digelar Rabu (3/7/2024), tim kuasa hukum menghadirkan ahli hukum pidana Universitas Jayabaya, Jakarta, Suhandi Cahaya.

Satu per satu kuasa hukum Pegi bertanya kepada Suhandi demi memperjelas gugatannya sudah sesuai hukum acara pidana.

Baca juga: Harap-harap Cemas Pegi Cianjur Didesak Diperiksa Usai Pegi Setiawan Bebas, Ikut Tes DNA, Ibu Sakit

Termasuk Muchtar Effendi.

“Demi kepentingan hukum, bolehkah polisi melawan atau merubah putusan pengadilan yang sudah ingkrah?” tanya Muchtar.

Suhandi menjawab, “Tidak boleh.”

Muchtar pun melanjutkan pertanyaannya dengan memberi penjelasan tentang daftar pencarian orang (DPO) Pegi alias Perong yang berubah menjadi Pegi Setiawan.

“Kami sebut contoh ya. Di dalam putusan Pengadilan Negeri Cirebon tahun 2017, seperti yang tadi rekan kami sampaikan, daftar DPO salah satu di antaranya adalah Pegi alias Perong, tinggi badan 160 ya, rambut keriting kulit hitam beralamat di Banjar Wangunan, Kecamatan Mundu.”

“Yang ditangkap adalah Pegi Setiawan ya tinggi 160, katakanlah begitu karena standar Indonesia ya, rambut lurus, alamat Kepompongan, Kecamatan Talun, artinya dalam hal ini polisi merubah daftar DPO.”

“Apakah itu boleh dilakukan oleh Polisi?” tanya Muchtar.

“Tidak boleh,” tegas Suhandi.

“Berarti polisi harus menangkap orang yang berada di daftar DPO sesuai dengan daftar DPO?” lanjut Muchtar.

“Iya,” balas Suhandi.

Muchtar pun menutup sesi tanyanya, “Terima kasih.”

Penonton seketika riuh memberi tepuk tangan dan sorakan.

Hakim Eman Sulaeman pun menenangkan. Ia mengaku juga ingin bertepuk tangan, namun tidak bisa demi menjaga tenangnya persidangan.

“Jangan ditepuk tangan ya. Saya juga mau tepuk tangan, ditahan. Semuanya harus tenang,” kata-kata hakim Eman justru membuat penonton semakin riuh kegirangan.

Sosok Muchtar Effendi juga jadi sorotan lantaran tampil gagah dengan setelan jas dan dasi serta sisiran klimis.

Siapa sosok Muchtar Effendi?

Belakangan diketahui, Muchtar merupakan mantan prajurit TNI Angkatan Darat (AD).

Baca juga: Harta Kekayaan Irjen Akhmad Wiyagus yang Kena Imbas Salah Tangkap Pegi Setiawan, Total Rp 2 Miliar

Dia bahkan pernah menjadi anak buah Presiden terpilih Prabowo Subianto pada Operasi Mapenduma, Papua.

Saat itu, Prabowo menjabat Danjen Kopassus. Sedangkan Muchtar prajurit dari Batalyon Infanteri 330.

Muchtar membeberkan latar belakangnya di TBI saat diwawancara anggota DPR RI terpilih yang juga Youtuber, Dedi Mulyadi.

Pada 1991 Muchtar lolos pendaftaran TNI jalur Tamtama.

“Saya itu dulunya TNI Angkatan Darat Kostrad di Batalion kalau dulu namanya ya Batalon Infanteri Lintas Udara 330 yang ada di Cicalengka,” kata Muchtar di video unggahan channel Youtube ‘Kang Dedi Mulyadi Channel’, tayang Selasa (9/7/2024).

Muchtar sempat menjalani pendidikan penerjunan di Kopassus pada tahun 1992.

Tahun 1994-1995, Muchtar ditugaskan ikut operasi di Timor Timur.

Saat itu, dia di bawah pimpinan Komandan Pleton, Tandyo Budi Revita. 

Tandyo sendiri kini berpangkat Letnan Jenderal (Letjen) dan menjadi orang nomor dua di AD.

“Bapak Wakasad sekarang ini itu Danton saya waktu di Timor Timur,” kata Mucthar tersenyum.

Setahun kemudian, Muchtar bertugas di bawah komando Prabowo Subianto pada Operasi Mapenduma.

Di bawah pimpinan Prabowo yang berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen), Muchtar dan prajurit lainnya membebaskan sandera yang ditawan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Ada 26 sandera yang tujuh di antaranya merupakan warga negara asing. Empat dari Inggris, dua dari Belanda dan satu dari Jerman. Mereka sedang menjalani Ekspedisi Lorents 95 di Mapenduma saat itu.

“Tahun 96 saya bertugas dengan Pak Prabowo pembebasan sandera di Irian,” kata Muchtar.

“Saya yang ngambil sandera, saya,” lanjutnya.

Berkat prestasinya di medan tempur Operasi Mapenduma, Muchtar mendapat penghargaan.

“Pada saat 96 itulah saya mendapatkan penghargaan naik pangkat luar biasa karena di medan tempur, kan karena berhasil membebaskan sandera.”

“Pulang dari Irian dikasih penghargaan lagi oleh panglima, sekolah tanpates, sekolah Bintara tanpa tes,” jelasnya.

Muchtar pun masih mengikuti berbagai operasi lainnya, sampai pada tahun 2013 ia mengajukan pensiun dini dengan pangkat Sersan Mayor.

Dari situ, ia menjadi pengacara berbekal gelar sarjana hukum yang pendidikannya dia tempuh sambil berdinas di tentara.

“Tentara juga kan mengabdi lah ya, tetapi saya berpikir ingin langsung mengabdi kepada masyarakat ya. Kalau di tentara kan mengabdi ke negara,” kata Muchtar.

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Leave a comment