Bagaimana Nasib Perancis Setelah Hasil Pemilu yang Mengejutkan?
KEGEMBIRAAN muncul pada Minggu (7/7/2024) malam saat para pemilih Perancis, sekali lagi, berhasil menyingkirkan kaum ekstrem kanan (far right) dari kekuasaan. Namun, keesokannya, yaitu Senin pagi, ketidakpastian muncul: tidak ada partai yang menguasi kursi mayoritas di parlemen, aliansi yang ada rapuh, dan ancaman tahun-tahun penuh gejolak pun membayangi masa depan depan perpolitikan negata itu.
Presiden Perancis, Emmanuel Macron, sebelum mengemukakan bahwa pemilu sela di negara itu digelar untuk “mengklarifikasi” situasi politik. Namun, setelah hasil pemungutan suara putaran kedua yang mengejutkan keluar, keadaan menjadi lebih keruh dibandingkan beberapa dekade terakhir ini.
Lonjakan dukungan terhadap koalisi sayap kiri (left-wing) New Popular Front (NFP) telah menggagalkan partai berhaluan ekstrem kanan National Rally (RN) yang dipimpin Marine Le Pen untuk berkuasa. Dunia politik Perancis pun kini menjadi lebih tidak stabil dibandingkan sebelum pemungutan suara itu.
Baca juga: Mengapa Kaum Muda Eropa Mulai Tertarik dengan Partai-Partai Ekstrem Kanan?
Kemenangan yang Mengejutkan tetapi Tak Menentukan
Setelah memimpin di putaran pertama pemungutan suara pada hari Minggu sebelumnya, RN merasa semakin dekat dengan gerbang kekuasaan dibandingkan sebelumnya. Mereka tinggal selangkah lagi akan membentuk pemerintahan ekstrem kanan pertama Perancis sejak rezim kolaborasionis Vichy pada Perang Dunia II.
Namun, setelah seminggu melakukan tawar-menawar politik, lebih dari 200 kandidat dari sayap kiri dan tengah mengundurkan diri pada pemungutan suara putaran kedua untuk menghindari perpecahan suara, NFP – sebuah koalisi yang terdiri dari beberapa partai dari ekstrem kiri hingga yang lebih moderat – muncul dengan jumlah kursi parlemen terbanyak di putaran kedua.
NFP meraih 182 kursi di Majelis Nasional. Perolehan itu menjadikannya kelompok terbesar di parlemen. Total kursi parlemn adalah 577 kursi. Aliansi Ensemble yang berhaluan tengah atau moderat pimpinan Macron, yang sempat tertinggal di posisi ketiga pada putaran pertama, melakukan pemulihan yang berhasil dengan memenangkan 163 kursi.
Sementara Partai RN dan sekutunya, meski memimpin di putaran pertama, akhirnya hanya memenangkan 143 kursi. Mereka menduduki posisi ketiga.
Apakah itu berarti koalisi NFP “memenangkan” pemilu? Tidak bisa juga dikatakan seperti itu. Meskipun koalisi itu meraih kursi terbanyak, koalisi tersebut masih jauh dari syarat minimal 289 kursi yang diperlukan untuk memperoleh posisi mayoritas absolut.
Itu berarti, tidak ada partai atau koalisi yang memegang posisi mayoritas di parlemen Perancis saat ini. Jika ini merupakan sebuah kemenangan, maka ini adalah “cordon sanitaire,” partai-partai arus utama harus bersatu untuk mencegah kelompok ekstrem kanan mengambil alih kekuasaan.
Ekstrem Kanan Mampu Bertahan dan Jadi Lebih Kuat
Pada Minggu malam lalu itu seharusnya menjadi momen penobatan. Kerumunan pendukung sudah berdesakan di acara malam pemilihan di markas besar Partai RN di Paris dan di berbagai kantor partai itu di seluruh negeri, untuk menyaksikan momen yang diramalkan banyak orang sebagai hasil dari puluhan tahun persiapan.
Momen itu akan menjadi konfirmasi bahwa partai mereka, dengan politik anti-imigran yang telah lama dianggap tabu, telah memenangkan kursi terbanyak di parlemen Perancis.
Baca juga: Hasil Pemilu Parlemen Eropa 2024: Partai Sayap Kanan Bergembira, Muncul Kejutan di Perancis
Namun, hal itu tidak terjadi. Suasana riuh jadi muram saat para pendukung melihat RN merosot ke posisi ketiga. Jordan Bardella, pemimpin berusia 28 tahun yang dipilih sendiri oleh Le Pen untuk menyegarkan citra partai dan membersihkan partai itu dari akar rasialis dan antisemit, jadi kesal.
Dia mencerca “kesepakatan pemilu berbahaya” yang dibuat antara NFP dan Ensemble yang telah “merampas hak rakyat Perancis” untuk memiliki pemerintahan yang dipimpin RN.
“Dengan memutuskan untuk dengan sengaja melumpuhkan lembaga-lembaga kita, Emmanuel Macron kini telah mendorong negara ini menuju ketidakpastian dan ketidakstabilan,” kata Bardella. Dia menyebut NFP sebagai “aliansi yang tidak terhormat”.
Meski begitu, keberhasilan RN tidak boleh dianggap remeh. Pada pemilu tahun 2017, ketika Macron meraih kekuasaan, RN hanya memenangkan delapan kursi. Pada tahun 2022, jumlah kursinya melonjak menjadi 89 kursi.
Dalam pemungutan suara pada hari Minggu lalu itu, partai tersebut meraih 125 kursi – menjadikannya partai dengan jumlah kursi terbesar. Dengan kemenangan itu berarti partai tersebut akan tetap menjadi kekuatan yang kuat di parlemen nantinya, sementara soliditas koalisi sayap kiri masih belum teruji.
Akankah Kelompok Kiri Tetap Bersatu?
Sebulan lalu, koalisi NFP belum ada ada. Kini, mereka menjadi blok terbesar di parlemen Perancis dan perdana menteri Perancis berikutnya bisa berasal dari kelompok itu.
Nama koalisi itu dipilih sebagai upaya untuk menghidupkan kembali Front Populer yang menghalangi kelompok ekstrem kanan meraih kekuasaan tahun 1936. Dengan hasil yang diperoleh pada hari Minggu itu berarti mereka telah melakukan hal yang sama lagi.
Namun, meski tujuan pendirian koalisi telah tercapai, masih belum jelas apakah koalisi yang luas dan berpotensi terpecah belah itu akan bertahan. Blok yang dibentuk secara tergesa-gesa itu terdiri dari beberapa partai: Partai France Unbowed yang berhaluan ekstrem kiri (far left); Partai Sosialis; Partai Hijau; Partai Place Publique yang berhaluan kiri-tengah (moderat) dan sejumlah partai lainnya.
Hydra (monster laut dalam mitologi Yunani) berkepala banyak itu tidak satu suara. Masing-masing partai merayakan hasil pemilu di acara kampanye mereka masing-masing, bukan bersama-sama. Dua tokoh paling menonjol dalam kelompok itu – Jean-Luc Mélenchon, pemimpin populis France Unbowed, dan Raphael Glucksmann, pemimpin Place Publique yang lebih moderat – hampir tidak berbicara satu sama lain.
Ketidaksepakatan mengenai kebijakan ekonomi dan luar negeri bisa meluas, karena rencana belanja NFP yang ekspansif – termasuk menaikkan upah minimum, membatasi harga pangan dan energi tertentu, serta membatalkan reformasi pensiun Macron – bertabrakan dengan aturan fiskal Uni Eropa yang restriktif dan kebutuhan Perancis untuk mengendalikan defisit yang membengkak.
Hasil Lebih Baik bagi Macron
Macron pernah mengatakan, pemikirannya “terlalu rumit” bagi para jurnalis. Namun, keputusannya untuk mengadakan pemilu sela – tiga tahun lebih awal dari yang dijadwalkan semula, dan karena partainya tertinggal jauh dalam jajak pendapat – membingungkan para analis politik, bahkan membuat sekutu terdekatnya lengah dan membuat banyak pemilih di Perancis kebingungan.
Dia mengumumkan pemilu sela itu beberapa menit setelah partainya dikalahkan RN dalam pemilihan Parlemen Eropa bulan lalu. Meskipun hasil pemilu Parlemen Eropa tidak ada hubungannya dengan politik dalam negeri, Macron mengatakan dia tidak bisa mengabaikan pesan yang dikirimkan oleh para pemilih kepadanya dan ingin mengklarifikasi situasinya.
Namun, hasil pemilu pada hari Minggu lalu menunjukkan bahwa dia meraih hal sebaliknya. Eduoard Philippe, mantan perdana menteri Perancis dan sekutu Macron, mengatakan apa yang “dimaksudkan sebagai klarifikasi malah menimbulkan ketidakjelasan.” Meski partai pimpinan Macron pulih dari posisi di putaran pertama, partai ini kehilangan sekitar 100 kursi dibandingkan pemilu 2022.
Lalu, ke Mana Perancis Setelah Ini?
Macron setelah ini harus menunjuk perdana menteri baru. Dia telah menunda proses ini dengan menolak pengunduran diri Gabriel Attal dan memintanya untuk tetap menjabat hingga saat ini.
Biasanya, presiden Perancis menunjuk seorang perdana menteri dari koalisi terbesar di parlemen. Namun, tidak jelas perdana menteri itu akan berasal dari partai mana dalam koalisi NFP.
Partai pimpinan Jean-Luc Melenchon, yaitu France Unbowed, memenangkan kursi terbanyak dalam koalisi NFP. Namun, para sekutu Macron telah berulang kali menyatakan akan menolak bekerja sama dengan France Unbowed. Mereka mengemukakan, partai tersebut sama ekstremnya seperti RN (yang satu ekstrem kiri, satu lagi ekstrem kanan), dan karena itu tidak layak untuk memerintah.
Untuk mencapai posisi mayoritas yang dibutuhkan demi meloloskan undang-undang, NFP kemungkinan besar harus beraliansi dengan Ensemble – dua koalisi membentuk koalisi yang lebih besar lagi. Risikonya, hal itu akan menjangkau spektrum ideologis yang luas.
Dalam kondisi seperti itu, menemukan titik temu akan menjadi tugas yang berat, ada kemungkinan besar terjadi kebuntuan. Tanpa mayoritas yang jelas di parlemen, pemerintahan minoritas menghadapi risiko mosi tidak percaya, yang bisa berujung pada gonta-ganti pemerintahan.
Salah satu jalan keluarnya adalah pemerintahan “teknokratis”, yang akan melibatkan Macron menunjuk menteri-menteri yang tidak memiliki afiliasi partai untuk menangani urusan sehari-hari. Namun, hal ini mungkin terkesan tidak demokratis dan dapat semakin mengobarkan api populisme.
Lihat saja Italia. Setelah kepemimpinan Mario Draghi, seorang teknokrat yang unggul, negara itu memilih pemerintahan yang berhaluan ekstrem kanan pertama sejak Benito Mussolini. Meskipun Perancis saat ini menghindari pemerintahan dari partai ekstrem kanan, ancaman RN tampaknya akan tetap kuat ke depan.