Apa itu Cloud Seeding yang Diduga Jadi Penyebab Banjir di Dubai?

Mengenal cloud seeding yang diduga menjadi penyebab badai dan banjir di Dubai.

Apa itu Cloud Seeding yang Diduga Jadi Penyebab Banjir di Dubai?

TEMPO.CO, Jakarta - Banjir di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), terjadi setelah badai yang menyebabkan curah hujan selama lebih dari satu setengah tahun, hanya berlangsung beberapa jam pada Selasa, 16 April 2024. Akibatnya, air menggenangi jalanan dan bandara internasional yang berpusat di kota metropolitan itu.

Spekulasi pun tersebar luas di media sosial, mengaitkan cloud seeding atau penyemaian awan terhadap curah hujan tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, beberapa lainnya, termasuk para peneliti mengatakan kemungkinan besar bencana itu disebabkan oleh perubahan iklim.

Melansir Aljazeera, laporan ahli meteorologi di Pusat Meteorologi Nasional (NCM) UEA mengatakan, Dubai melakukan enam atau tujuh penerbangan untuk penyemaian awan sebelum hujan turun. Data pelacakan penerbangan yang dianalisis oleh kantor berita The Associated Press juga menunjukkan satu pesawat yang berafiliasi dengan cloud seeding mengudara di seluruh negeri pada Senin, 15 April 2024.

Lantas, Apa itu Cloud Seeding?

Penyemaian awan atau dikenal dengan istilah hujan buatan merupakan teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang dibuat dari bibit-bibit awan dengan kandungan air cukup. Hujan buatan dibuat dengan menaburkan banyak garam khusus yang halus dan dicampur bibit ke awan supaya mempercepat terbentuknya awan jenuh.

“Dalam teknologi modifikasi cuaca dibutuhkan bahan, seperti titik-titik kondensasi, debu atau aerosol, moniak, dan asam belerang. Operasi rekayasa cuaca pada dasarnya dilaksanakan untuk mempercepat kejadian hujan yang seharusnya secara alami turun,” kata Peneliti Ahli Pertama dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (Prima) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Amalia Nurlatifah dalam keterangannya di Bandung, Jawa Barat, Kamis, 19 Oktober 2023.

Menurut Peneliti Muda Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Budi Harsoyo dalam karya tulisnya, melalui cloud seeding, sejumlah partikel higroskopik yang berperan sebagai aerosol dimasukkan ke dalam awan untuk mempercepat proses pengumpulan butir air, agar hujan lebih cepat turun dengan intensitas lebih besar di lokasi tertentu.

Jadi, syarat utama berhasil atau tidaknya upaya penyemaian awan adalah keberadaan awan di atas daerah sasaran. Sehingga, singkatnya disebut dengan istilah “no cloud, no seeding”, artinya tidak ada awan, maka tidak ada penyemaian awan yang bertujuan untuk merangsang turunnya hujan.

Sejarah Cloud Seeding di Dubai

Melansir laman Program Penelitian UEA untuk Ilmu Peningkatan Curah Hujan (UAEREP), aktivitas penyemaian awan di UEA dimulai sejak 1990-an. Pada awal 2001, program itu bekerja sama dengan beberapa organisasi terkemuka, seperti Pusat Penelitian Atmosfer Nasional (NCAR) di Colorado, Amerika Serikat; Universitas Witwatersrand di Afrika Selatan; serta Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).

UEA kini mempunyai lebih dari 60 jaringan stasiun cuaca, jaringan radar cuaca, dan enam pesawat untuk operasi cloud seeding. Operasi peningkatan curah hujan itu difokuskan di daerah pegunungan di wilayah timur laut negara tersebut, di mana awan kumulus berkumpul di musim panas.

Sebagai negara gersang dengan tingkat curah hujan tahunan yang rendah, tingkat penyerapan air tanah yang rendah, dan tingkat penguapan air yang tinggi, UEA menjajaki semua opsi untuk mengamankan pasokan air di masa depan serta mendorong inovasi dalam hal peningkatan curah hujan.

Untuk mendorong penelitian di bidang hujan buatan, Pemerintah UEA membentuk UAEREP guna mengawasi hibah sebesar US$ 1,5 juta. Dana tersebut didistribusikan selama tiga tahun untuk mendorong para ilmuwan agar berinovasi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi peningkatan curah hujan.

MELYNDA DWI PUSPITA

Pilihan Editor: 6 Alasan Kepala BRIN Hendak Tutup Jalan Provinsi di KST BJ Habibie di Serpong

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow