Anaknya Dipukul di Sekolah,Ortu Bawa Teman Tampar Guru Sampai Dilerai Kepsek,Akhirnya Dimutasi

- Anaknya dipukul di sekolah, ortu bawa teman tampar guru sampai dilerai kepsek. Meski sudah sempat meminta maaf, orang tua murid itu kadung emosi. Si guru pun berujung dimutasi ke sekolah lain. Baca juga: Duel Beda Kasta, Coventry City Siapkan Strategi Ini Lawan Manchester United di Semifinal Piala FA Seorang guru memukul bocah SD yang masih kelas 1 viral di media sosial. Menyadari kesalahannya, guru tersebut akhirnya meminta...

Anaknya Dipukul di Sekolah,Ortu Bawa Teman Tampar Guru Sampai Dilerai Kepsek,Akhirnya Dimutasi

TRIBUN-MEDAN.com - Anaknya dipukul di sekolah, ortu bawa teman tampar guru sampai dilerai kepsek.

Meski sudah sempat meminta maaf, orang tua murid itu kadung emosi. 

Si guru pun berujung dimutasi ke sekolah lain.

Baca juga: Duel Beda Kasta, Coventry City Siapkan Strategi Ini Lawan Manchester United di Semifinal Piala FA

Seorang guru memukul bocah SD yang masih kelas 1 viral di media sosial.

Menyadari kesalahannya, guru tersebut akhirnya meminta maaf.

Sang guru menelpon orangtua bocah SD tersebut untu meminta maaf.

Akan tetapi, reaksi orangtua bocah SD justru tak disangka.

Adapun orangtua bocah SD tersebut justru datang ke sekolah.

Dan mengejutkannya, yakni orangtua bocah SD tersebut menampar balik sang guru.

Insiden tersebut terekam kamera dan dengan cepat viral di media sosial.

Dilansir dari eva.vn, dikutip dari Tribun Trends, awal mula guru memukul muridnya sendiri itupun terungkap.

Mulanya, seorang siswa kelas 1 SD di Vietnam berinisial H menolak untuk mengangkat tangannya untuk melakukan perhitungan saat pelajaran matematika, pada 2 April 2024.

Guru N kemudian dibuat kesal.

Baca juga: VIRAL Pria Dikunci dalam Minimarket Usai Kepergok Curi Susu, Sampai Jadi Tontonan Warga

Dia kemudian memukul bagian atas lengan H dengan penggaris.

Setelah memukul siswa itu, guru N melihat dia salah dan kemudian menelepon ibu dari H untuk meminta maaf.

Pada saat ini, Ibu H tidak menjawab telepon.

Sore hari di hari yang sama, saudara perempuan H datang menjemputnya.

Guru N meminta maaf kepada saudara perempuan H dan perdamaian pun terjadi.

Saudara H tidak menyalahkan guru.

Namun belakangan, ibu H dan 2 orang lainnya datang ke sekolah dengan sikap agresif.

Ibu H menampar guru N sekali, dan 2 orang yang menyertainya juga mencoba memukul guru.

Untungnya, kepala sekolah dan guru lainnya bisa menghentikannya.

Administrasi sekolah dan otoritas setempat kemudian pergi ke rumah H untuk meminta maaf, menghibur dan menenangkan korban.

Hingga akhirnya, korban bersedia kembali ke sekolah secara normal pada 4 April 2024.

Pada 6 April, guru N ditegur oleh sekolah.

Baca juga: Curi Sepeda Motor Kurir Paket, Pria di Kisaran Babak Belur Dihakimi Massa

Guru itu juga dipindahkan ke sekolah lain.

Orang tua korban setuju dengan penanganan guru N dan berjanji untuk tidak memposting kejadian tersebut di media sosial.

Keluarga juga meminta N untuk berkunjung ke rumahnya dan berbicara secara langsung.

Guru N pun berada di rumah sakit, jadi sekolah berencana untuk mengatur agar guru N mengunjungi keluarga korban pada 20 April 2024.

Kasus Lain: Viral Murid SD Patungan Beri Guru THR

Viral murid SD patungan beri guru THR atau Tunjangan Hari Raya.

Perbuatan para murid SD itu menuai pro dan kontra.

Pengamat pendidikan pun buka suara.

Ia menyinggung gratifikasi hingga gaji tak layak guru.

Pantaskah Murid SD Patungan Beri Guru THR? Pengamat Singgung Gaji Tak Layak, 'Tidak Bisa Menyangkal' (Instagram - Twitter)

Unggahan soal murid SD patungan beri guru THR salah satunya diunggah ulang akun X @tanyaknrl.

Dalam unggahan itu terlihat sejumlah siswa yang berbaris dan membawa THR berupa makanan dan bahan minuman untuk wali kelasnya.

“THR untuk wali kelas 2A. Semoga berkah,” tulis keterangan dalam foto.

Hingga kini unggahan itu pun ditonton lebih dari 1,3 juta kali dan menuai beragam reaaksi warganet.

Baca juga: 12 Nama Anggota DPR RI Dapil Kalimantan Barat Terpilih Periode 2024-2029, Cek Caleg yang Lolos

“Duhhh nanti jadi kebiasaan ya gak sih? Gimana kalo ada orang tuanya yang gapunya ya,” tulis pengunggah.

Lalu, bagaimana tanggapan pengamat pendidikan?

Pengamat pendidikan sekaligus CEO Jurusanku.com, Ina Liem menerangkan bahwa tindakan itu adalah salah satu bentuk gratifikasi.

Meski tindakan itu didasari oleh perasaan sukarela, namun ada unsur tekanan sosial yang terjadi dalam kasus tersebut.

Ketika semua anak memberikan barang kepada guru, anak yang tidak memberi dan hanya duduk saja mungkin akan merasa malu.

“Selama ada namanya, atau kelihatan orangnya siapa, meskipun orangnya mengatakan kalau hal tersebut merupakan bentuk terima kasih, itu merupakan gratifikasi,” ungkap Ina saat dihubungi, Selasa (2/4/2024), dikutip dari Kompas.com.

Menurut Ina, dari pihak guru, akan ada rasa "sudah diberi sesuatu" sehingga dapat memicu pilih kasih atau favouritsm secara tidak sengaja.

Ia juga mempertanyakan tujuan orangtua atau wali murid melakukan tindakan tersebut.

Ina berpendapat terkadang ada orangtua atau wali yang ingin merasa anaknya mendapatkan posisi 'aman' di dalam kelas.

Posisi “aman” yang dimaksud juga mempunyai motif yang beragam, seperti mendapatkan nilai yang baik, menaikkan nilai, atau mengikutsertakan anak untuk lomba.

Baca juga: Apel Gelar Pasukan Ops Ketupat Toba 2024 Polres Samosir: Sinergitas untuk Keamanan Idul Fitri

Jadi, orangtua atau wali nantinya akan bertindak membaik-baikkan tenaga pendidikan yang bertugas untuk memberikan nilai kepada anaknya.

“Selama ada tujuan seperti itu dari orangtua, mereka akan selalu menemukan kesempatan untuk melakukan hal tersebut, seperti hadiah untuk kenaikan kelas, hari raya, atau lainnya,” ujar Ina.

Ina melanjutkan, apabila nantinya dinas terkait karena memberikan hukuman karena viralnya video itu, hal tersebut tidak akan berdampak signifikan.

Hal-hal kecil semacam itu seharusnya dihilangkan secara bertahap, bukan langsung dihilangkan begitu saja.

“Ya memang kita tidak bisa menyangkal ya, kalau di Indonesia budaya memberi dan berterima kasih ini sangat kuat. Kalau langsung larangan bisa dianggap ekstrem di Indonesia,” katanya.

Terkait dengan adanya kemungkinan alasan gaji yang rendah, Ina berpendapat bahwa tindakan tersebut juga kurang tepat.

Apabila ada permasalahan gaji yang kurang mencukupi, idealnya guru yang merasakan hal tersebut meminta kepada kepala sekolah untuk mengorganisir kegiatan secara bersama-sama.

Baca juga: VIRAL Emak-emak Emosi Lihat Anaknya tak Punya Kursi di Kelas, Duduk Paling Pojok Beda dari Temannya

“Misal ada guru honorer dengan gaji yang tidak layak dan orang tua siswa ingin berterima kasih karena ingin memberi lebih, kalau bisa diorganisir dan sifatnya bukan paksaan,” terangnya.

Kemudian Ina menerangkan bahwa masih ada solusi lain untuk mencegah adanya gratifikasi di lingkungan sekolah.

Ia mencontohkan, sebagai ungkapan rasa terima kasih, mungkin sekolah bisa melakukannya secara kolektif dan tidak bersifat individu.

Nantinya, para siswa yang ingin memberikan, akan meletakkannya begitu saja di dalam kardus.

Apabila sumbangan tersebut berupa uang, siswa dapat diminta untuk memasukkannya ke dalam amplop tanpa nama.

“Kalau kolektif seperti ini jadi lebih baik, siapa saja mau menyumbang boleh. Dan itu nanti akan dibagikan secara merata ke para pendidik,” tuturnya.

Menurut Ina, solusi seperti ini lebih mengedepankan rasa berbagi karena tidak ada identitas (anonim) dan antar pendidik pun tidak ada rasa kecemburuan.

(*/tribun-medan.com) 

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter

Artikel ini sudah tayang di TribunJatim.com

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow