Informasi Terpercaya Masa Kini

Ketika Sindrom “Father Hunger” Menyerang Anak-Anak Saya

0 57

Pernahkah Anda mendengar istilah Father Hunger?

Yup, betul. Father Hunger adalah kondisi di mana seorang anak merasakan tekanan psikologis karena kehilangan figur ayah. Kondisi ini bisa dipicu oleh berbagai hal. Di antaranya: akibat perceraian orang tua, kematian, atau tidak berfungsinya peran ayah dalam keluarga.

Sebuah riset menyebutkan, keterlibatan ayah dalam rumah tangga mampu berkontribusi dalam mewujudkan keluarga yang tangguh. Tangguh di sini memiliki arti, bahwa setiap individu di dalam lingkaran keluarga tersebut akan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang ada.

Tidak dipungkiri, seiring dengan perkembangan zaman, kehadiran sosok ayah di tengah kegiatan pola asuh anak intensitasnya semakin berkurang. Bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki waktu dan kesempatan. Para suami memilih memercayakan kepada istri perihal urusan anak-anak mereka dengan dalih tersandera kesibukan.

Padahal sesungguhnya kehadiran sosok ayah sangatlah berpengaruh pada perkembangan fisik maupun mental seorang anak. Penelitian menyatakan bahwa anak-anak yang mendapatkan pola asuh minim atau bahkan sama sekali tidak dari sosok ayah mereka, biasanya lebih rentan terhadap beragam gangguan. Misalnya gangguan karakter, bersosialisasi, serta kemampuan dalam memecahkan suatu masalah.

Ciri-Ciri Anak yang Mengalami Sindrom “Father Hunger”

Berikut adalah ciri-ciri yang bisa mendeteksi apakah seorang anak mengalami sindrom father hunger atau tidak.

1. Sulit Membentuk Hubungan yang Sehat

Seorang anak yang terkena sindrom Father Hunger seringkali mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan yang sehat dengan orang lain dan lingkungannya. Mereka kehilangan rasa percaya diri, introvert, dan cenderung menjaga jarak.

2. Rendah Diri

Sindrom Father Hunger menjadikan anak merasa tidak berharga dan tidak layak mendapat perhatian atau kasih sayang.

3. Berperilaku Tidak Sehat

Anak dengan sindrom Father Hunger cenderung menghindari konflik, merasa kesepian, atau memilih pelarian yang bersifat negatif.

4. Gangguan Kecemasan dan Depresi

Kondisi Father Hunger dapat memengaruhi kesehatan mental anak dan dapat memicu gangguan kecemasa serta depresi.

5.Bersikap Apatis

Seorang anak yang mengalami Father Hunger sulit memercayai orang lain.

Ketika Sindrom “Father Hunger” Menyerang Anak-Anak Saya

Seperti telah disebutkan di atas, salah satu pemicu terjadinya sindrom Father Hunger adalah perceraian kedua orang tua. Kebetulan saya pernah berada di posisi ini. Saya mengalami divorce di mana anak-anak berada di dalam pengasuhan saya.

Awal-awal menjalani kehidupan sebagai single mom, saya terlalu percaya diri. Bahwa semuanya akan terlewari dengan baik-baik saja. Saya sempat berpikir begini, hubungan pernikahan boleh saja putus, tapi hubungan antara orang tua dan anak tentu harus tetap terjalin. Memang seharusnya demikian, bukan? Tidak ada yang namanya mantan anak. Sebab bagaimanapun juga orang tua dan anak memiliki hubungan darah yang kental, yang tidak bisa dipisahkan. 

Sayangnya semua yang terjadi di luar ekspektasi saya. Pasca bercerai, bertahun-tahun lamanya anak-anak kehilangan kontak dengan ayahnya. Praktis saya berjuang sendiri, membesarkan anak-anak semampu yang saya bisa. Saya berusaha sebaik mungkin menjadi orang tua tunggal yang bisa diandalkan. Meski saya tidak menutup mata, bahwa kehadiran sosok ayah bagi anak-anak tetaplah yang utama dan tidak bisa tergantikan.

Sampai pada suatu ketika saya menyadari, perlahan tapi pasti anak-anak telah terjangkit sindrom Father Hunger. 

Dari mana saya tahu?

Dari perubahan perilaku yang tertangkap oleh mata dan insting saya. Anak-anak yang semula ceria berubah menjadi insecure dan introvert.

Ya, sebagai ibu yang selalu mendampingi tentu saja saya dapat mengetahui dan merasakan perubahan perilaku tersebut, sekecil apa pun itu. 

Puncak perubahan perilaku ini terjadi pada fase peralihan atau usia pra remaja.

Bicara dari Hati ke Hati

Tentu, mendapati kenyataan yang cukup mengkhawatirkan ini, saya tidak boleh tinggal diam. Saya harus melakukan sesuatu untuk mencegah sindrom Father Hunger semakin leluasa bercokol dan menguasai jiwa anak-anak. Dan, langkah pertama yang saya ambil adalah: Saya mengajak anak-anak duduk satu meja untuk bicara dari hati ke hati. 

Saya menaruh harapan besar terhadap pendekatan secara intensif ini. Seraya tak henti memberi dorongan semangat agar anak-anak tampil lebih percaya diri, tidak insecure terhadap apa yang telah terjadi pada perjalanan hidup mereka sehubungan dengan perpisahan kedua orang tuanya.

“Perceraian bukanlah sesuatu yang memalukan. Bisa jadi ada rahasia Tuhan yang tidak kita ketahui, yang kelak menjadikan kita merasa sangat bersyukur.”

Demikian saya mencoba memberi penjelasan kepada anak-anak. Meski saya tahu, tidak sepenuhnya penjelasan itu bisa mereka terima. Tapi saya yakin, seiring berjalannya waktu anak-anak akan mengerti dengan sendirinya.

Alhamdulillah, setelah melewati masa-masa sulit dan penuh perjuangan, saya bisa melihat kenyataan itu. Anak-anak tumbuh dewasa dan menjalani kehidupan mereka masing-masing dengan baik. Sindrom Father Hunger perlahan mulai dilupakan.

“Sesibuk apa pun, sempatkan waktu untuk berinteraksi dengan anak-anak kalian, yaa.”

Nasihat itu selalu saya ucapkan setiap kali bertemu anak-anak. Terutama karena kini mereka sudah menjelma menjadi orang tua. Saya tidak ingin sindrom Father Hunger yang pernah menjangkiti mereka dialami juga oleh cucu-cucu saya kelak di kemudian hari. 

Alhamdulillah, kiranya nasihat itu diterapkan oleh anak-anak atas kesadaran mereka sendiri. Saya senang bisa menjadi saksi bagaimana menantu laki-laki tak segan mengambil alih ngemong dan merawat putri kecilnya manakala dia libur kerja. Demikian pula anak lanang, sesibuk apa pun dia berupaya meluangkan waktu untuk menemani buah hatinya bermain atau sekadar berinteraksi.

Saya yakin, momen kebersamaan antara ayah dan anak itu kelak akan menjadi kenangan paling indah.

Ah, saya jadi ingin menyelipkan quote penuh makna ini: “Seorang ayah adalah pahlawan pertama bagi anak laki lakinya, dan cinta pertama bagi anak perempuannya.”

***

Malang, 16 Juli 2024

Lilik Fatimah Azzahra

Leave a comment