Informasi Terpercaya Masa Kini

Dampak PK Terpidana Kasus Vina Jika Diterima: Rudiana Bisa Dipecat dan Segitulah Mutu Peradilan

0 65

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA – Para terpidana kasus Vina Cirebon bakal mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

Putusan Peninjauan Kembali (PK) bakal berdampak pada nasib Iptu Rudiana.

Iptu Rudiana merupakan ayah Rizky alias Eky, korban tewas bersama kekasihnya Vina di Jembatan Talun Cirebon pada tahun 2016.

Pria yang kini menjabat Kapolsek Kapetakan itu yang melaporkan peristiwa dugaan pembunuhan tersebut ke polisi.

Kini, tujuh terpidana yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana bakal mengajukan PK.

Sedangkan, eks terpidana kasus Vina, Saka Tatal juga telah mengajukan PK. Sidang PK Saka Tatal bakal digelar di Pengadilan Negeri Cirebon pada 24 Juli 2024.

Penasihat Kapolri, Irjen (Purn) Aryanto Sutadi mengungkapkan Iptu Rudiana bisa dipecat bila PK yang diajukan para terpidana kasus Vina Cirebon diterima.

“Bagi saya Pak Rudi itu salah apa bila nanti ternyata PK-nya itu diterima, barulah itu salah,” kata Aryanto di program Sapa Indonesia Pagi, Kompas TV, Senin (15/7/2024).

“Kemudian dia perlu dilakukan apa kode etiklah kalau perlu dipecat dan sebagainya karena dia salahnya besar,” tambah Aryanto dengan nada tinggi.

Aryanto mengungkapkan kasus Vina dapat dilakukan audit investigas jika PK tersebut diterima.

Oleh karena itu, Jenderal Bintang Dua itu mendukung pengajuan PK para terpidana kasus Vina.

Menurutnya kasus Vina akan terang setelah proses PK berjalan.

“Jadi PK ini saya senang Pak karena menuju kepada kecerahan,” jelasnya.

Selain membuka tabir peran Rudiana di kasus pembunuhan Vina dan Eky 2016 silam, PK juga akan menjadi pertaruhan sistem peradilan Indonesia.

“Tolong masyarakat juga bisa melihat segitulah mutu dari pada peradilan kita di Indonesia,” kata Aryanto.

Reaksi Eks Wakapolri

Sementara itu, Eks Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno meminta anak buah Iptu Rudiana saat kasus Vina diamankan.

Hal itu untuk mendapatkan sejumlah informasi penting terkait peristiwa 27 Agustus 2024.

Oleh karena itu, pensiunan jenderal bintang tiga itu meminta tidak hanya berfokus kepada Iptu Rudiana yang juga ayah korban Rizky alias Eky.

“Anak buah yang ikut menangkap bersama-sama, dimana sekarang? Kasat Serse waktu itu di mana sekarang? Ini harus dipanggil semua,” kata Oegroseno dikutip TribunJakarta.com dari KompasTV, Senin (15/7/2024).

Oleh karena itu, Oegroseno mengungkapkan perlunya dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta agar kasus itu terang benderang.

Ia pun menduga Iptu Rudiana bekerja sendiran dalam melaporkan peristiwa yang menewaskan anaknya itu.

“Tidak mungkin Iptu Rudiana mulai membuat cerita yang mendatangkan Liga Akbar cerita yang tidak benar, kemudiaan dia mendatangi lokasi sendirian pasti dikawal anak buah, anak buah harus diamankan sejak sekarang supaya diambil keterangan sejelas-jelasnya,” kata Oegroseno.

Oegroseno pun meminta pihak kepolisian kembali mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) lagi.

“Laporan polisi harus diluruskan, siapa membuat laporan pada 26 Agustus 2016, bukan laporan polisi Iptu Rudiana yang tanggal 31 Agustus,” ujar Oegroseno.

Ajukan PK

Diketahui, kuasa hukum tujuh terpidana kasus Vina akan mengajukan PK ke Mahkamah Agung (MA).

Ketujuh terpidana ini divonis penjara seumur hidup karena diputus terbukti membunuh Vina dan Eky secara bersama-sama dengan rancana sebelumnya.

Politikus Dedi Mulyadi selaku pendamping ketujuh terpidana itu mengatakan secara hukum masih ada ruang bagi pihaknya untuk mengajukan PK.

“Dan itu masih ada ruang namanya PK dan ini adalah para kuasa hukum yang akan memperjuangkan PK-nya dan pelaporan ke Mabes Polri bagian dari upaya PK hukum kita,” kata Dedi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (10/7/2024), dikutip dari Kompas.com.

Kuasa hukum para terpidana itu, Jutek Bongso, juga menegaskan segera mengajukan PK untuk membebaskan para kliennya.

Menurut Jutek, masih ada kemungkinan aparat penegak hukum yang menangani kasus kliennya saat itu keliru atau khilaf.

“Kalau dirasa ada kekhilafan, itu salah satu alasan kita boleh PK atau penerapan hukumnya yang kita rasa kurang keliru, tepat, atau ada bukti baru yang bisa kita temukan,” kata dia.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Leave a comment