Lansia di Surabaya Tinggal Selama 68 Tahun di Bunker Peninggalan Belanda
Menyandang predikat sebagai Kota Pahlawan, Surabaya masih memiliki sejumlah tempat bersejarah peninggalan pemerintahan Belanda, yang hingga kini masih berdiri kokoh. Salah satunya adalah Gedung Kantor Korps Cacat Veteran RI (KCVRI) yang terletak di Jalan Rajawali. Dulunya tempat ini merupakan kompleks bekas kantor komunikasi milik Belanda.
Di dalam kompleks Gedung Kantor Korps Cacat Veteran RI (KCVRI) terdapat bunker yang hingga kini masih terawat keberadaannya. Menariknya, dari dua bunker yang ada di kompleks tersebut, salah satunya ditinggali oleh seorang perempuan lansia. Dia adalah Endang Supatmiati (68).
Endang merupakan putri dari salah satu veteran perang di kompleks tersebut.
“Ayah saya bernama Mustamin Tutut Wardoyo merupakan seorang Kapten TNI Angkatan Darat (AD) E. Beliau salah satu veteran yang dulu tinggal di kompleks ini,” ujar Endang saat ditemui Basra, (8/11).
Endang mengaku sudah tinggal di dalam bunker tersebut sejak lahir, bersama keluarganya. Namun sejak sang ayah meninggal dunia pada tahun 1980an, hanya Endang yang masih bertahan di dalam bunker tersebut.
“Saudara-saudara yang lain sudah ada yang punya rumah. Salah satunya kakak saya yang tinggal di kompleks ini juga tapi tidak di dalam bunker. Hanya saya saja yang tinggal di bunker ini,” terang Endang.
Endang mengaku, anak dan cucunya juga menolak tinggal di bunker tersebut. Mereka kini memilih tinggal di sebuah kompleks perumahan di kawasan Sidoarjo. Setiap akhir pekan, Endang selalu berkunjung ke tempat anak dan cucunya.
“Akhir pekan saya ke Sidoarjo. Nanti hari Senin pagi balik lagi ke bunker,” imbuhnya.
Bunker adalah bangunan pertahanan militer yang sebagian tertimbun di dalam tanah. Ada 2 bunker yang terdapat di kompleks gedung Gedung Kantor Korps Cacat Veteran RI (KCVRI). Namun menurut penuturan Endang hanya 1 bunker yang ditinggali, sedangkan 1 bunker lainnya difungsikan sebagai gudang.
Dulunya, bunker tersebut dijadikan sebagai tempat penyimpanan senjata dan persembunyian tentara Belanda ketika masa perang di Surabaya.
Bunker tersebut berbentuk seperti tempurung dan memiliki dinding yang tebal hampir 1 meter. Terlihat dari luar, bunker tersebut memiliki pintu besi dengan ukuran lebar sekitar 1 meter dan tinggi 2 meter. Selain itu, ada dua buah lubang berukuran 55 sentimeter di dinding.
Kemudian, ada tangga menurun ketika baru membuka pintu bunker tersebut. Ada dua ruangan di dalamnya, satu difungsikan Endang untuk kamar tidur dan sisanya dapur dan tempat barang.
Endang mengungkapkan jika bunker tersebut belum pernah direnovasi sama sekali. Sehingga keberadaannya masih sama persis di awal pendiriannya. Kondisinya pun masih cukup layak untuk ditinggali.
“Nggak pernah direnovasi, enggak ada bocor sama sekali. Mungkin karena ini bangunan Belanda jadi cukup kuat ya. Hanya saja kalau hujan deras, saya harus siap-siap nguras (membersihkan) air rembesan dari sungai,” tutur Endang.
Endang memilih tetap bertahan tinggal di bunker tersebut karena ingin menjaga bunker yang sempat ditinggali mendiang sang ayah. Dengan tetap tinggal di dalamnya, Endang bisa leluasa merawat bunker tersebut.
“Tinggal di sini juga adem (dingin), Surabaya kan panas ya. Jadi enak tinggal di sini,” pungkasnya.