Informasi Terpercaya Masa Kini

Sosok Ukat S Salah Satu Maestro Musik Dangdut,Alami Stroke,Bertahan Hidup dari Royalti

0 10

BANGKAPOS.COM–Inilah, Sukatma, yang lebih dikenal sebagai Ukat S atau Haji Ukat, adalah maestro musik dangdut yang telah berkontribusi besar dalam industri musik Indonesia.

Meskipun di usia 78 tahun ia terkena stroke, semangat berkaryanya tak pernah padam.

Pencipta lagu-lagu dangdut populer seperti “Goyang Dombret,” “Pengemis Cinta,” dan “Bintang Pentas” ini telah melahirkan lebih dari 800 lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi terkenal seperti Rita Sugiarto, Elvy Sukaesih, dan Dewi Persik.

“Lagu tuh saya kasih sama siapa aja jadi yang bikin ngetop ya mereka sendiri,” ucap Ukat di kediamannya di Jalan Pasir Muncang, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Minggu (13/10/2024), dikutip dari Kompas.com.

Meski kini lebih sering beristirahat di rumahnya di Jalan Pasir Muncang, Kabupaten Bogor, Ukat tetap mengikuti perkembangan dunia musik dan sesekali melihat karya-karya musisi muda di YouTube.

Teman-teman seprofesinya kerap berkunjung memberikan dukungan, bahkan beberapa waktu lalu mereka mengadakan acara tribute di rumahnya.

 “Semenjak kena stroke di awal Januari 2024, jadi kalau untuk nulis lirik lagu masih bisa, cuma sudah agak lambat. Sempat tidak bisa jalan tapi terapi terus, alhamdulillah sudah baikan,” ucap anaknya, Siska Handayani. 

Sejak terserang stroke, teman-teman seprofesinya sering datang berkunjung untuk memberikan dukungan. 

Bahkan, beberapa waktu lalu, sekelompok seniman dan musisi menggelar acara di rumahnya. 

“Pada main musik di sini. Semacam tribute mungkin ya, itu charity mereka. Bapak tidak ngeluarin apa-apa gitu, jadi sound disponsorinnya sama Caca Handika,” tutur Siska. 

Meski kini lebih sering beristirahat di rumah, Ukat tetap mengikuti perkembangan dunia musik.

Ukat masih sesekali membuka YouTube untuk melihat video-video musisi muda yang mungkin sedang membawakan karyanya.

Namun, terapi terus dijalani, dan kondisinya perlahan membaik.

Bertahan hidup dari royalti

Royalti dari lagu-lagu ciptaannya, yang telah terdaftar di lembaga manajemen kolektif harmony dan Royalti Anugerah Indonesia (RAI), masih menjadi sumber penghasilan utamanya. 

Dengan royalti yang terus mengalir, Ukat S mendapatkan dukungan finansial yang cukup untuk kebutuhan hidupnya, meskipun ia tak lagi aktif di atas panggung. 

Kini, Ukat menikmati sisa hidupnya dalam keheningan dan kenangan. 

Meskipun fisiknya tak sekuat dulu, warisan musik yang ia tinggalkan akan terus hidup di hati para penggemar dangdut. 

Meski tubuh tak lagi sekuat dulu, musiknya akan terus menggema, menari di hati siapa saja yang mendengarnya.

Anak Ukat, Siska Handayani, menyebut bahwa meski kini ayahnya tak lagi aktif di panggung, royalti dari lagu-lagu ciptaannya yang terdaftar di lembaga manajemen kolektif seperti Harmony dan Royalti Anugerah Indonesia (RAI) tetap menjadi sumber penghasilan utama.

Dari royalti tersebut, Ukat S masih mendapatkan penghasilan sekitar Rp80 juta per tahun.

“Setiap enam bulan sekali ada pencairan dari royalti, besarannya tergantung pemakaian. Bisa mencapai Rp80 juta per tahun,” jelas Siska. 

Meski fisik tak lagi sekuat dulu, karya-karya musik Ukat S akan terus hidup dan dikenang oleh para penggemar dangdut di Indonesia.

Warisannya di dunia musik tetap abadi, menggema di hati para pendengar setia.

Pencipta Lagu Dibayar Seharga Cabai Tak pernah Terima Royalti

Berbeda dengan kisah pilu dialami pencipta lagu asal Indramyu yang hanya Dibayar seharga cabai

Kisah pilu seorang pencipta lagu tarling pantura yang dibayar hanya seharga cabai tengah menyita perhatian.

Sosoknya adalah Carlid (85) yang berasal dari Desa Benda, Kecamatan Karangampel, Kabupaten Indramyu, Jawa Barat.

Namanya mungkin terdengar asing bagi banya orang.

Bukan karena lagu-lagunya yang tidak populer, tetapi karena namanya sering kali digelapkan.

Kendati demikian, lagu-lagu ciptaan Carli, yang kuat dan sarat makna, tetap dinyanyikan hingga saat ini.

Salah satu lagu terkenalnya adalah “Jam Siji Bengi” yang berarti “Jam Satu Malam”.

Lagu ini mempunyai makna yang mendalam, seperti banyak karya lainya yang diciptakan oleh Carli.

Istrinya, Dasini (67) menerangkan bahwa Carli telah menciptakan banyak lagu tarling.

Sebagian lagunya dijual ke Jakarta, sedangkan yang lain ditawarkan kepada penyanyi lokal.

Sebagian lagu ramai dan meledak di masanya, hingga berulang kali dinyanyikan oleh penyanyi lain dan juga acara tarling dan sandiwara. 

“Ada banyak lagunya, Bapane Senang, Jam Siji Bengi, Aja Ditangisi, Sulaya Janji, Kelap-kelip Lampu Biru, Krismon alias Krisis Moneter, Kembang Plastik, Pacaran Duwur Kertas, dan lainnya. Pacaran Duwur Kertas itu cintanya jauh, pacarannya di atas kertas karena dulu zaman surat-suratan, sekarang sih ada HP,” kata Dasini, dikutip dari Kompas.com.

Memori musikal yang menyentuh

Tidak sekedar omong, Dasini mengambil dan langsung menunjukkan lagu cipataan Carli.

Kompas.com melihat langsung kertas yang bertuliskan lirik lagu yang sudah berwarna kuning dan lusuh. 

Dihitung, ada lebih dari 50 kertas dari kurun waktu 1980-1990 hingga sebelum tahun 2000-an. 

Ia menyebutkan bahwa kemampuan Carli dalam menciptakan lagu dimulai ketika mereka tinggal di Jakarta. 

Sejak remaja, Carli bekerja sebagai tukang becak dan penjual koran sebelum mengenal dunia musik yang lebih luas. 

Di perantauan, Carli juga menjadi kuli bangunan. Di saat itu, Carli bertemu dan belajar dengan Rhoma Irama tentang musik. 

Kemudian, Carli juga sempat kenal dengan Benyamin S. 

“Pak Carli belajar sama Haji Rhoma Irama dulunya, waktu di jakarta, dari kecil tinggal di Jakarta, sama itu yang sudah meninggal, Benyamin S, kenal juga,” tambah Dasini.

Meskipun pernah ditawari untuk bermain film di Jakarta, Carli lebih memilih untuk pulang ke Indramayu dan fokus menjadi pencipta lagu tarling. 

Wanita yang dinikahi Carli pada 1984 ini menyebutkan, Carli meniti karier sebagai pencipta lagu tarling. Dia selalu membuat lagu tengah malam. 

Tak jarang, Carli suka marah bila anak menangis atau berisik karena dirasa mengganggu konsentrasinya. 

“Heh, aja nangis bae, bapae ora konsentrasi, kitae ora manjing manjing (inspirasi), gagean, dienteni ning Dian Record,” kata Dasini sambil menunjuk surat bukti pengiriman lagu tarling ke Dian Record di tahun 1987 dan juga 1996.

Penciptaan lagu yang berbalas cabai dan beras

Karena keterbatasan biaya dan tidak mengenal istilah royalti, Carli menjual lagu-lagunya dengan cara yang unik. 

Ia sering bersepeda puluhan kilometer ke Indramayu dan Cirebon untuk menawarkan lagunya kepada penyanyi. 

Dasini menjelaskan bahwa Carli tidak pernah menetapkan harga tertentu untuk lagu-lagunya. 

“Dia sendiri yang jual, bawa sepeda ke orangnya (penyanyi) terus dijual. Nih mau ga lagu ini. Kalau penyanyinya mau langsung dibayar. Tapi bapak tuh ga keras, ga selalu menekan (harga), harus segini, sedikasihnya,” kenang Dasini. 

Dasini bercerita, Carli sempat marah ke salah satu pembeli lagu di Indramayu. 

Pasalnya lagu ciptaanya dibayar dengan cara cicil seharga cabai. Ada juga orang yang membayar lagu ciptaan Carli dengan beras. 

“Heh, tuku lagu kaya tuku sabrang (cabai), terasi, dicicil. Saya anaknya banyak, masa bayannya nyicil. Nah orang itu, ga tau sampai berapa nyicilnya, tiba-tiba hilang aja orangnya. Pernah juga lagunya dibayar pakai beras,” tambah Dasini.

Pasangan yang dikaruniai lima orang anak ini, juga tidak mengenal royalti. Keduanya hanya mengetahui lagu ciptaanya telah dijual, dengan bayaran seadanya. 

Harapan di balik kesulitan 

Carli yang piawai mencipta lagu dengan bergitar, jatuh sakit sejak beberapa tahun lalu. 

Usia yang senja membuat fisiknya melemah dan hanya bisa terbaring di kasur. 

Untuk memenuhi kebutuhan harianya, Dasini yang tinggal bersama dua orang anaknya, menjadi tukang pijit rumahan dan paraji (tukang urut ibu melahirkan) di kampung kampung. 

Dari pendapatan tak pasti itu, Dasini memenuhi kebutuhan harian Carli dan juga anak-anaknya.  

“Saya berharap, hasil karya suami saya dihargai sebagaimana mestinya,” tutup Dasini, menyiratkan harapannya di tengah kesulitan yang mereka hadapi.

(Tribunjabar.id/kompas.com/Tribunnews.com)

Leave a comment