Informasi Terpercaya Masa Kini

Meski Tak Ada Royalti,Iqbal Akui Dapat Berkah dari Lagunya,Dulu Pernah Tampil di Depan Lady Diana

0 9

TRIBUNJATIM.COM – Inilah kisah Iqbal, pencipta lagu yang tak pernah dapat royalti.

Menurutnya, pengurusan royalti diribetkan dengan syarat administrasi.

Meski tak ada royalti, ia mengaku mendapat berkah dari lagu ciptaannya.

Mulai sering diundang ke luar negeri hingga dapat penghargaan.

Iapun juga mengungkap dulu tampil pertama di depan Lady Diana.

Pria bernama lengkap Muhammad Iqbal ini tak asing lagi di telinga pecinta musik tradisional Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Baca juga: Andi Kecewa Cuma Dapat Royalti Rp700 Ribu Padahal Lagu Ciptaannya Terkenal: itulah Sedekah Bagi Saya

Lagu ciptaan Iqbal berjudul Sambava kerap dijadikan backsound dalam sejumlah event besar, termasuk ajang internasional Motocross Grand Prix (MXGP) Samota Sumbawa.

Lagu lainnya kerap diputar pada acara formal pemerintahan, festival budaya, maupun pada video promosi destinasi wisata Sumbawa.

Hingga sekarang, beberapa lagunya hits kembali.

Sebab, dicover dan digunakan para konten kreator bahkan sebagai sound iklan beberapa produk.

Masa kecil Iqbal pernah dihiasi kisah yang membanggakan. Itu terjadi pada 1993.

Ia tampil memegang alat musik pengiring saat pertunjukan tradisional tarian Sumbawa menjamu kedatangan Lady Diana alias Putri Diana dari kerajaan Inggris di Pulau Moyo, Kecamatan Labuhan Badas, Sumbawa.

Namun segala pencapaiannya itu nyaris tak memberikan hasil secara finansial.

Sosok yang akrab disapa Iqbal Sanggo ini mengaku tak pernah menerima royalti.

“Iya, saya tidak terima royalti dari lagu-lagu yang saya ciptakan karena persyaratan administrasi yang cukup rumit untuk mengurusnya,” kata Iqbal.

Pria 38 tahun ini sedang duduk santai di rumah saat dihubungi Kompas.com pada Senin (14/10/2024) malam.

Iqbal mengaku pernah ditawari mengurus administrasi agar bisa mendapatkan royalti dan hak cipta, tetapi berhenti karena terbentur banyak kesibukan.

Alasan lain karena dokumen persyaratan yang cukup ribet membuatnya tidak melanjutkan itu.

“Pernah juga ada tawaran buat not balok untuk hak cipta kekayaan intelektual tapi tidak jadi karena berbagai faktor,” ujarnya.

Pernah juga ada tawaran untuk membuat akun Youtube dan Spotify tetapi tidak konsisten dilakukan.

Ia mengakui ada teman yang bantu, tapi nyatanya tidak konsisten.

“Saya dari awal buat lagu, bukan untuk komersial. Sebatas karena saya suka bermain musik. Saya tergoda juga untuk cuan, tapi susah mengatur waktu untuk pengkaryaan lagu lewat sosial media.”

“Ada teman bantu juga, tapi tidak pernah dilaporkan progressnya di sosmed. Belajar dari situ, saya baru mulai bertransformasi ke sistem digital secara otodidak sekarang di sela rutinitas upload video dan lagu-lagu,” ujarnya.

Meski tidak ada royalti, ia menyebut dari lagu-lagu itu dapat keberkahan dan apresiasi.

Iqbal mendapat undangan manggung mulai dari lokal, nasional hingga mancanegara yaitu tingkat ASEAN seperti Singapura dan Malaysia.

“Saya pernah meraih penghargaan pada 2009 sebagai pencipta lagu daerah di tingkat nasional,” imbuhnya.

Baca juga: Nasib Syam Pencipta Lagu Pedangdut Terkenal Kini Ngamen Demi Bertahan Hidup, Royalti Dapat Sedikit

Politisi Fahri Hamzah pernah menawarkan Iqbal pindah ke Jakarta agar bisa lebih produktif. Tetapi ia menolaknya.

Sebab, fakta sosial dan inspirasinya berkarya ada di Sumbawa sehingga Iqbal tetap milih tinggal dan berproses di daerah.

Orientasi Iqbal setiap menulis lagu bukan untuk profit.

“Berkah karya saya dikenal, orang jadi suka dengar lagu etnik Sumbawa itu yang saya rasakan. Lalu diundang manggung dan dibayar. Dari situ apresiasi terbesar saya,” kisah Iqbal.

Memadukan konsep etnomusikal dengan budaya memang bukan hal baru di Indonesia, sambung Iqbal.

Tetapi konteks di Sumbawa kalau mau diakui yang pertama melakukan itu adalah Iqbal Sanggo.

“Saya suka nulis lawas yaitu syair khas berbahasa Sumbawa. Dari situ awalnya lagu barat siwa saya ciptakan.”

“Cerita tentang hujan sampai sembilan hari tak berhenti sebagai tanda alam puncak musim hujan.”

“Bahkan saya ambil kearifan lokal dan diceritakan dalam lagu lagu band yang modern,” ungkap Iqbal yang sehari-hari sebagai Direktur Kerjasama di Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), Kabupaten Sumbawa.

“Dari aktivitas di kampus dapat penghasilan, alhamdulillah cukup biayai kehidupan keluarga,” ucap bapak tiga anak ini.

Selain itu, ia juga aktif memperjuangkan nasib musisi lokal dan seni budaya melalui jalur politik dengan masuk sebagai kader salah satu partai.

Ia pernah mencalonkan diri sebagai anggota DPRD tapi tak terpilih.

Iqbal mengakui jalur politik persaingannya cukup berat.

Menurutnya, anak muda tidak boleh apatis. Jalur politik juga harus diisi agar keterwakilan dan aspirasi pemuda bisa diperjuangkan dalam kebijakan.

“Pagi saya di kampus. Sore saya aktivitas politik di partai Demokrat. Dan malam saya manggung live music,” katanya.

Sedari kecil, Iqbal sudah dibiasakan mendengarkan alat musik tradisional. Kebetulan sang ayah adalah seniman yang berprofesi sebagai guru.

“Di rumah memang ada sanggar. Ada yang belajar menari dan diiringi alat musik tradisional. Saya sering dengar dan terbiasa.”

“Hingga saya bisa memainkan beberapa alat musik tradisional seperti gendang, rebana dan musik tiup serune,” cerita Iqbal.

Saat masih duduk di bangku kelas tiga SD, ia berkesempatan tampil di Pulau Moyo ketika Lady Diana, sang permaisuri dari putra mahkota Kerajaan Inggris, datang.

“Ayah dan saya tampil sebagai musik pengiring tari tradisional di Pulau Moyo saat kedatangan Lady Diana. Saya masih kelas 3 SD.”

Baca juga: Nasib Effendi Pencipta Lagu yang Tak Pernah Dapat Royalti hingga Wafat, Keluarga: Tidak Mengerti Pak

“Saya masih ingat digendong sama bule karena kagum dengan penampilan kami karena hanya saya yang masih kecil,” ujar Iqbal.

Dari berbagai event yang ia ikuti bersama sang ayah ternyata secara tidak langsung membuatnya memiliki bakat sebagai musisi dan pencipta lagu seperti sekarang ini.

“Saya bisa tabuh gendang dan serune yaitu musik tiup Sumbawa yang cukup sulit dimainkan,” ujarnya.

Proses itu berlanjut hingga pada 2004 ia mulai membuat band.

Proses itu cukup panjang saat masa putih abu-abu, ia sering ikut lomba dari tingkat kabupaten hingga nasional.

Diakuinya, cukup sulit meraih juara.

Setelah lulus SMA, ia hijrah ke pulau Lombok dan kuliah di Universitas Mataram.

Pada 2006, ia mencoba membuat lagu, dari situ iseng saja belum ada niat untuk komersial.

“Saat itu saya tidak berpikir lagu-lagu yang saya ciptakan ini akan dikomersialkan tapi hanya iseng karena suka nyanyi dan bermain musik,” ceritanya.

Lagu itu enak didengar, begitu kata teman-teman.

“Lalu salah satu budayawan dan guru saya minta lagu itu dirapikan komposisi dan aransemen musiknya agar bisa ikut lomba. Dari situ saya termotivasi,” katanya.

Iqbal mengusung etnomusikal sebagai gendre lagunya hingga meraih tiga penghargaan.

“Saya menyadari bahwa banyak anak muda yang mulai meninggalkan musik tradisional khas Sumbawa.” 

“Saya coba aransemen musik, iya bisa dibilang modernisasi di mana drum diganti dengan gendang, di sela itu diiringi bunyi serune yang khas. Jadi band kami tidak murni musik populer tapi dimix nuansa etnik,” ujarnya.

Dukungan orang terdekat memacu Iqbal semakin termotivasi menulis lagu.

“Ternyata lagu saya bisa diterima oleh orang, dari situ terus termotivasi untuk menulis lagu selanjutnya,” ujarnya.

Sebagai mahasiswa dan aktivis yang berproses di Taman Budaya yaitu tempat pentas seni, ia bertemu dengan banyak penyanyi, musisi, seniman, dari berbagai daerah di Indonesia.

“Saya sempat minta ke ayah agar kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tapi tidak ada uang untuk biaya. Tapi saya tidak putus asa. Meski kuliah di Mataram saya tetap bermain musik dan bertemu banyak seniman,” ujarnya.

Ia belajar dari pengalaman seniman lain dan memulai perjalanan karier sebagai musisi.

Setelah juara lomba, lagu-lagu ciptaan Iqbal mulai direkam dengan alat-alat seadanya di studio sederhana. Kemudian lahir album pertama Sambava.

“Musik tradisional dimodernisasi menjadi kekinian yang enak didengar anak muda, sehingga itulah kenapa lagu-lagu daerah Sumbawa yang saya ciptakan punya kekhasan,” ujarnya.

Setelah album diluncurkan, respons dari teman-teman mahasiswa luar biasa.

Lagu Sambava cukup populer dan menjadi pengiring tarian kontemporer mahasiswa yang kuliah di Lombok, Malang, Yogyakarta, Jakarta dan kota-kota lainnya untuk memperkenalkan budaya Sumbawa.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Leave a comment