Han Kang, dari Daftar Hitam Presiden Korsel, Kini Jadi Peraih Nobel Sastra Pertama Asia
KOMPAS.com – Penulis Korea Selatan (Korsel) Han Kang meraih Penghargaan Nobel untuk Kesusastraan atau Nobel Prize in Literature 2024 di Stockholm, Swedia, Kamis (10/10/2024).
Novelis berusia 53 tahun tersebut menjadi orang Korsel pertama yang menerima salah satu penghargaan sastra paling bergengsi di dunia itu.
Akademi Swedia, yang menetapkan penerima Nobel Sastra menyampaikan, Han diakui atas prosa puitisnya yang intens yang menghadapi trauma sejarah dan memperlihatkan kerapuhan kehidupan manusia.
Terlebih, namanya sempat masuk daftar hitam dalam pemerintahan Presiden ke-11 Korea Selatan, Park Geun-hye.
Berita tersebut diungkap oleh mantan kritikus sastra dan anggota parlemen dari Partai Demokratik Korea, Kang Yoo-jung, seperti dilansir The Korea Herald, Jumat (11/10/2024).
“Peraih Nobel hari ini, Han Kang, dikategorikan sebagai penulis yang masuk daftar hitam selama pemerintahan Park Geun-hye,” ujar Kang selama sesi audit nasional, Kamis.
Baca juga: Apa Itu Nobel Perdamaian yang Diusullkan Diberikan ke NU-Muhammadiyah?
Han Kang, peraih Nobel Sastra, masuk daftar hitam presiden
Kang merujuk pada daftar hitam seniman selama pemerintahan Park, yang dibuat untuk mengecualikan tokoh atau organisasi budaya dan seni yang kritis terhadap pemerintah.
Park Geun-hye adalah wanita pertama yang terpilih sebagai Presiden Korea Selatan. Dia dilantik pada 25 Februari 2013, tetapi dimakzulkan pada Maret 2017 karena skandal korupsi.
Kasus tersebut melibatkan pengusaha dan orang kepercayaannya, Choi Sun-sil, yang berimbas pada tuduhan penyalahgunaan kekuasaan dan penyuapan.
Tidak hanya itu, tragedi kapal feri Sewol yang menewaskan ratusan siswa sekolah menengah pada April 2014 pun menjadi noda hitam selama masa pemerintahan Park.
Kang Yoo-jung mencatat, nama Han Kang dimasukkan dalam daftar hitam dan secara terang-terangan dikecualikan dari semua jenis dukungan setelah novelnya bertajuk Human Act terbit.
Terbit pertama kali pada Mei 2014, novel itu menceritakan kisah anak laki-laki yang secara tragis kehilangan nyawa selama Gerakan Demokrasi 18 Mei 1990 di Gwangju, Korea.
Baca juga: Kementerian Olahraga Korsel Ungkap Dugaan Korupsi Asosiasi Badminton
Gerakan tersebut merupakan bentuk kekecewaan rakyat karena Jenderal Chun Doo-hwan dan Roh Tae-woo mengambil alih kursi kekuasaan setelah Presiden Park Chung-hee terbunuh pada 1979.
Namun, tentara bersenjata justru melancarkan aksi brutal untuk meredam para demonstran yang semula melakukan aksi damai.
Kang menyebut, dalam putaran evaluasi akhir untuk proyek pemilihan buku pemerintah, Human Acts didiskualifikasi karena tinjauan mengenai bias ideologisnya.
Meski tak menerima dukungan pemerintah, novel karangan Han Kang itu diterima baik di dunia internasional.
Disadur dari Hankyoreh, Minggu (14/7/2019), Human Acts diadaptasi menjadi pertunjukan teater bertajuk “May 18” di Polandia pada Oktober 2019.
Bukunya sendiri telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 14 bahasa.
Baca juga: Pernah Membuat Hitler Marah, Berikut 5 Kontroversi Penghargaan Nobel Prize
Buku Han Kang dibuang dari perpustakaan sekolah
Penyelidikan oleh tim jaksa khusus menemukan, Park Geun-hye menolak saran untuk mengirim ucapan selamat kepada Han Kang saat meraih penghargaan International Booker Prize untuk novel populernya, The Vegetarian, pada 2016.
Padahal, penghargaan ini merupakan yang pertama diraih oleh seorang warga negara Korea Selatan.
The Vegetarian pun masuk di antara 2.528 buku yang dibuang dari perpustakaan sekolah di Provinsi Gyeonggi dengan label “materi pendidikan seks yang tidak pantas untuk remaja”.
Dikutip dari Maeil Business Paper, Jumat, Kang Yoo-jung menekankan, budaya adalah bidang yang tidak boleh diganggu gugat oleh administrasi dan politik.
Sebagai warisan, dia menyebut, tidak boleh ada label yang dilekatkan pada sebuah karya budaya.
Baca juga: Mantan Presiden Korsel Diduga Terlibat Gratifikasi dalam Pengangkatan Jabatan Menantunya
“Musik, film, dan sastra kita semakin diakui dunia internasional. Politik harus menjalankan tugasnya dari tempatnya, memberikan dukungan, bukan campur tangan,” imbuhnya.
Di sisi lain, pada 13 Desember 2016, Han Kang sempat memberikan komentar setelah mengetahui namanya masuk ke daftar hitam pemerintahan Park Geun-hye.
“Sungguh menyakitkan hati saya mengetahui bahwa masalah seputar insiden 18 Mei masih belum terselesaikan,” ucapnya.
Sejumlah pihak pun mengecap daftar hitam tersebut sebagai “daftar kelas dunia” lantaran berisi nama-nama besar di industri seni Korea Selatan.
Selain Han Kang, daftar hitam diketahui juga memuat sutradara film peraih Oscar Parasite, Bong Joon-ho, yang memenangkan kategori film terbaik, sutradara terbaik, dan skenario asli terbaik.
Baca juga: Temukan Potensi Mamalia Bernapas Melalui Anus, Ilmuwan Jepang dan AS Raih Ig Nobel
Momen bersejarah bagi Korea Selatan
Han Kang menjadi penerima penghargaan bergengsi ke-121 dan wanita ke-18 yang meraih Penghargaan Nobel untuk kategori Kesusastraan.
Bukan hanya Korea Selatan, dia juga merupakan pemenang wanita pertama yang berasal dari Asia.
Kemenangannya menandai momen bersejarah bagi Korea Selatan, 24 tahun setelah Presiden ke-8 Kim Dae-jung dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 2000.
Selain Human Act dan The Vegetarian, karya-karya terkenal lainnya We Do Not Part (2021) yang membuatnya meraih Prix Medicis Perancis untuk sastra asing tahun lalu..