Informasi Terpercaya Masa Kini

Pantesan Mahfud MD Sebut Polri Serampangan Tangani Kasus Vina Cirebon,Singgung 2 DPO yang Dihapus

0 45

SURYA.co.id – Pantas saja Mahfud MD menyebut Polri serampangan dalam menangani kasus Vina Cirebon, borok penanganan kasus ini pun dikuliti.

Salah satu kejanggalan penanganan kasus Vina Cirebon yang disorot Mahfud MD adalah dihapuskannya 2 DPO yang katanya fiktif.

Hal ini membuat Mahfud MD yakin bahwa ada nama yang sengaja dilindungi dan mencari kambing hitam.

Diketahui, Mahfud MD menilai polisi serampangan dalam menangani kasus pembunuhan Vina dan Eki di Cirebon, Jawa Barat.

Sebab, kasus yang terjadi sejak 2016 itu tidak langsung dilanjutkan proses penyelidikan dan penyidikan, setelah sidang terhadap delapan pelaku selesai digelar.

Baca juga: Bantu Pegi Setiawan hingga Bebas dari Kasus Vina Cirebon, 74 Pengacara Rela Tak Dibayar: Kuasa Allah

Polisi baru mengusut kembali setelah publik menyorot kasus tersebut karena muncul film yang mengisahkan peristiwa pembunuh Vina dan Eki.

“Menurut saya ini serampangan. Serampangannya kenapa? Serampangan begini, karena kasus ini kan 2016, dikatakan ada buron A B C. Kemudian Hilang kasus ini, baru muncul lagi sesudah ada film,” ujar Mahfud dalam Program Rosi Kompas TV, Kamis (11/7/2024) malam.

“Setelah Film Vina sebelum 7 hari. Baru orang ingat lagi itu, lalu dikejar lagi oleh polisi,” sambungnya.

Menurut Mahfud, polisi tetap melanjutkan pencarian 3 tersangka yang dinyatakan kabur dan belum tertangkap, setelah majelis hakim memutus bersalah 8 tersangka pembunuhan.

Apalagi, kata Mahfud, penetapan 3 tersangka yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) itu juga dicantumkan dalam dakwaan jaksa dan putusan pengadilan.

“Kemudikan kan katanya tiga DPO. Lalu diumumkan yang dua itu fiktif, tidak ada.

Padahal itu putusan pengadilan, dakwaan jaksa yang kemudian dicantumkan di putusan pengadilan. Di dalam proses persidangan itu disebut. Ini kan serampangan namanya,” kata Mahfud.

Baca juga: Terlanjur Didesak Mundur, Kapolda Jabar Irjen Akhmad Wiyagus Diyakini Bisa Ungkap Kasus Vina Cirebon

Atas dasar itu, Mahfud menilai bahwa tindakan kepolisian sudah lebih dari sebuah ketidakprofesionalan.

Patut diduga ada upaya-upaya melindungi sosok tertentu dan mencari kambing hitamnya.

“Sehingga waktu itu saya hanya menyatakan ya itu lebih dari unprofessional. Itu kira-kira akan melindungi nama seseorang dan mencari kambing hitam.

Tetapi kita buktikan dulu. Nah sekarang sudah terbukti,” ungkap Mahfud.

Bukti yang dimaksud Mahfud terkait putusan sidang praperadilan terhadap Pegi Setiawan bahwa penetapan tersangka pembunuhan tidak sah dan harus dibebaskan.

Selain itu, bebasnya Pegi Setiawan dari status tersangka kasus Vina Cirebon bisa berdampak pada 7 terpidana yang telah divonis hukuman seumur hidup. 

Menurut Mantan Menkopolhukam Mahfud MD, 7 terpidana kasus Vina ini harus bebas. 

Putusan bebas Pegi Setiawan harus dijadikan bukti baru atau novum oleh kuasa hukumnya untuk bisa mengeluarkan 7 terpidana ini dari penjara. 

“Kalau ini dianggap satu paket pelaku, hanya ada yang belum tertangkap. Lalu sekarang sesudah ditangkap, tapi ternyata tidak, berarti yang 7  (terpidana) ini pun tidak dong,” ungkap Mahfud MD dikutip dari tayangan Rosi Kompas TV pada Kamis (11/7/2024). 

Mahfud menilai penanganan kasus ini serampangan karena sejak diungkap tahun 2016 kasus ini baru muncul lagi setelah ada film Vina Setelah 7 Hari. 

“Kalau tidak serampangan, begitu diputus, dicari (DPO),” katanya. 

Lalu, apakah memungkinkan kasus ini diselidiki dari awal dengan memanggil para penyidik sebelumnya yang kini sudah berpangkat jenderal?

Baca juga: Ogah Desak Mundur Irjen Akhmad Wiyagus, Pihak Pegi Malah Tantang Kapolda Jabar Tuntaskan Kasus Vina

Menurut Mahfud, kalau memang mau, tidak ada susahnya.

“Kan, setiap pelanggaran harus ditangani sebanyak apapun bintang yang dimiliki,” katanya. 

Mahfud berharap kasus ini ditangani Mabes Polri laiknya kasus Ferdi Sambo yang akhirnya terungkap semuanya setelah ditangani Mabes Polri. 

“Kasus sambo besar bisa ditarik ke mabes. Tidak ada kasus sekecil atau sebesar apapun yang tidak bisa diselesaikan di Mabes. Termasuk ini, ada bintang dua bintang satu. Ya tarik aja ke mabes, kalau memang ndak benar, kan bisa,” tegasnya. 

Menurut Mahfud, untuk menyelesaikan kasus ini harus dimulai dari spekulasi awal adanya dugaan anaknya pejabat atau cucu pejabat yang terlibat kasus ini sehingga harus dicarikan kambing hitam sehingga muncul 11 orang pelaku yang dibuat Iptu Rudiana. 

“Bukan hanya mungkin melindungi nama orang, tapi juga melindungi kasus lain misalnya narkoba dan sebagainya.

Itu kan sudah muncul. Itu kan bisa diurai lagi,” ungkapnya. 

Mahfud yakin polisi bisa menemukan dan menyelesaikan kasus ini. 

Baca juga: Yakin Vina Cirebon Tewas Bukan karena Pembunuhan, Pengacara Saka Tatal Mengaku Punya 4 Bukti Baru

“Polisi sudah ahli menemukan itu semua, tanpa terhambat masalah psikologis. Itu gampang menurut saya. TIdak ada sekecil dan sebesar apapun yang tidak bisa diselesaikan. Tidak boleh kejahatan yang muncul karena orang tinggi tidak bisa diselesaikan,” tukasnya. 

Keluarga 7 Terpidana Lapor Bareskrim

Putusan bebas Pegi Setiawan langsung ditindaklanjuti keluarga para terpidana yang sudah divonis. 

PIhak Saka Tatal, terpidana yang divonis  8 tahun penjara, sudah mengajukan peninjauan kembali (PK) kasusnya ke Mahkamah Agung. 

Sementara keluarga 7 terpidana lain saat ini masih menggali novum untuk mengajukan PK. 

Salah satu yang dilakukan keluarga 7 terpidana ini adalah melaporkan Aep, saksi yang menjebloskan para terpidana ini ke penjara.   

Aep dilaporkan keluarga 7 terpidana kasus Vina Cirebon yang sudah divonis seumur hidup, ke Mabes Polri pada Rabu (10/7/2024).  

Saat melapor, keluarga 7 terpidana kasus Vina Cirebon didampingi kuasa hukum dari Peradi dan mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi. 

Dedi Mulyadi yang selama ini sangat konsen dengan kasus Vina mengatakan, pelaporan ini bertujuan untuk menguji kembali kesaksian Aep dan Dede. 

Baca juga: Sosok Mega Terkuak Setelah Pegi Setiawan Bebas, Pihak Vina Cirebon Beber Perannya di Malam Kejadian

Sebab, menurutnya, para terpidana harus menjalani hukuman juga karena kesaksian Aep maupun Dede. 

“Mereka masuk penjara itu salah satunya ada kesaksian dari Aep dan Dede.”

“Kami, teman-teman kuasa hukum dan keluarga terpidana datang untuk kembali menguji kesaksian Aep dan Dede itu, apakah benar atau palsu,” kata Dedi Mulyadi, di Mabes Polri, Rabu (10/7/2024). 

Dedi meyakini upaya yang dilakukan ini bisa menjadi jalan untuk membebaskan para terpidana. 

Terlebih, satu tersangka sebelumnya, yakni Pegi Setiawan sudah dinyatakan bebas melalui permohonan praperadilan. 

Kebebasan Pegi setiawan menjadi jalan masuk bagi pihaknya untuk mengumpulkan bukti-bukti.

“Itu bagian cara kami untuk membebaskan terpidana yang saat ini masih mendekam di penjara setelah Pegi bebas melalui praperadilan,” ujarnya. 

Dedi Mulyadi meyakini 7 terpidana yang kini memdekam di balik jeruji besi itu juga korban salah tangkap seperti Pegi Setiawan. 

Keyakinan itu didapat setelah dia menemui mereka di dalam tahanan. 

Disebutkan Dedi ada hal unik yang ditemukan dalam perbincangan dengan para terpidana. 

Pertama, terpidana Rivaldi alias Ucil yang ternyata ditangkap bukan karena kasus pembunuhan tapi kepemilikan senjata tajam. 

“Sajam yang dibawa itu mandao, bukan samurai. Tapi di PN mandao itu disebut samurai,” terang Dedi Mulyadi. 

Hal unik lainnya, ternyata para terpidana ini ditangkap di depan SMP 11 Cirebon oleh Unit Narkoba yang dipimpin Iptu Rudiana (dulu masih Ipda). 

Mereka dimasukkan ke unit narkoba dan mengalami penyiksaan.

Mereka lalu disodorkan berita acara yang harus ditandatangani.

Sementara bambu dan batu yang dipakai untuk alat bukti itu didapatkan terpidana Jaya dan Sudirman setelah diminta polisi mencarinya. 

Akhirnya bambu ini lah yang diakui sebagai balok di barang buktinya. 

“Saya mengajak semua, kita hari ini terkecoh oleh orang kesurupan Linda yang direkam lalu diserahkan ke iItu Rudiana. Linda ini lah yang menyampaikan 11 orang melakukan pembunuhan dan pemerkosaan,” ungkap Dedi. 

Sementara untuk 3 DPO yang hingga kini masih misterius, dikatakan Dedi, hal itu berdasarkan keterangan Sudirman yang secara kapasitas tidak layak menjadi saksi. 

“Sudirman itu 17 tahun baru lulus SD. Sudirman tidak memiliki kapasitas daya pikir yang cukup untuk memberikan penjelasan hukum. Sudirman saya yakin kalau ditanya hari ini beda lagi,” tukasnya. 

Dengan dasar ini lah, Dedi Mulyadi bersama keluarga dan pengacara 7 terpidana memperjuangkan untuk mendapatkan keadilan dengan mengajukan peninjauan kembali (PK). 

>>>Update berita terkini di Googlenews Surya.co.id

Leave a comment